Berapa sih pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2017 ? ada yang tahu ? Yupps... menurut  prediksi para ahli ekonomi, Indonesia akan tumbuh pada kisaran angka 5,1 % hingga 5,3%  . Prediksi ini mengambil basis ekonomi tahun 2016.
Tahun 2016 merupakan tahun kebangkitan secara ekonomi. Indikator makro ekonomi Indonesia bergerak positif . Dengan pertumbuhan yang menyentuh angka 5,1% . Naik 0,3 % dibanding pertumbuhan tahun 2015 yang hanya menyentuh angka 4,8%.
Perlambatan ekonomi global , anjloknya harga minyak dunia membuat pertumbuhan ekonomi terus menurun sejak tahun 2010. Pelambatan ini memang menghantui seluruh negara di dunia. Tak terkecuali Indonesia. Namun sejak tahun 2016 , ekonomi Indonesia mulai rebound.
Apalagi program Tax Amnesty jilid satu menghasilkan uang sebesar Rp 97 Trilyun. Sebuah pencapaian yang luar biasa. Karena Indonesia menjadi negara paling berhasil di dunia.  Kesuksesan Tax Amnesty tentu punya impact positif bagi indikator pertumbuhan ekonomi yang lain.
Capaian ekonomi pada tahun 2016 terbilang diluar dugaan. Karena angka inflasi hanya bertengger di angka 4% , pertumbuhan investasi 5,2 %, pertumbuhan konsumsi 5,1%, kurs dolar US bergerak di kisaran angka Rp 13.400. Indonesia juga berhasil menahan defisit tidak lebih dari 3 %. Hanya berkisar diangka 2,1%.
Angka angka ini saya dapatkan ketika mengikuti acara Cafe BCA keempat alias terakhir ditahun 2016. Mengambil tema: Economic Outlook 2017. Bertempat di Menara BCA lantai 22. Hadir sebagai narasumber, Mochammad Doddy Ariefianto selaku Direktur Group Resiko Perekonomian dan Sistem Keuangan pada Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) selain itu hadir pula Anggawira, Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).
Cafe BCA keempat ini dibuka oleh Jan Hendra selaku sekretaris Perusahaaan BCA. Dalam penyampaiannya, Jan Hendra memastikan BCA tetap konsen untuk ikut serta dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional melalui peran perbankan yang sehat dan kompetitif.
Moderator acara , Yuswohady seorang praktisi pemasaran yang sudah malang melintang lebih dari 15 tahun sebagai konsultan pemasaran dan pernah menjadi Chief Executive di Mark Plus Institute of Marketing. Pria humoris ini memandu acara dengan baik dan mencairkan suasana kaku yang biasa terjadi didalam talkshow ekonomi.
Sebagai pembicara pertama, Anggawira yang mewakili pelaku usaha memberikan pemaparan. Pria yang berprofesi sebagai pengusaha ini memaparkan peluang dan ancaman yang ada di tahun 2017.
Dalam pemaparannya, Anggawira  memberikan enam peluang yang dimilki Indonesia. Pasar terbesar atau Produsen, ekonomi terbesar ke-7 di dunia , bonus demografi, Sumber daya alam, Kelas menegah  dan peran UMKM.
Indonesia digambarkan masih sangat tergantung dengan ekspor komoditas. Dengan sumbangan angka ekspor 79,9% Â menjadikan Indonesia , Â negara yang sangat dipengaruhi oleh nilai komoditas. Jadi bila harga komoditas sedang naik maka pertumbuhan ekspor akan positif namun sebaliknya bila angka komoditas sedang melorot maka bisa dipastikan angka ekspor Indonesia akan tergerus.
Ekspor  manufaktur dan jasa yang di milki Indonesia hanya berkisar pada angka 8,6 % dan 11,8. Sangat kecil dibanding negara negara ASEAN lainya. Tentu hal ini menjadi tantangan tersendiri, agar Indonesia bisa menjadi negara industri yang tidak hanya mengekspor raw material namun bisa mengolahnya menjadi barang jadi.
Anggawira menjelaskan secara gambang keadaan ekonomi makro dan pengaruhnya terhadap iklim investasi. Â Pertumbuhan yang tinggi harus punya kolerasi sebanding dengan pertumbuhan pengusaha. Setiap kenaikan 1 digit pertumbuhan harus menggerakkan kenaikan jumlah pengusaha baru. Selain tentu akan mengerek jumlah tenaga kerja terserap yang angkanya rata rata 400 ribu tenaga kerja baru.
Sebagai pengurus HIPMI , Anggawira juga mengingatkan generasi muda untuk terjun menjadi entrepreneur dan tidak menggantungkan menjadi pegawai atau karyawan. Sebuah ajakan yang patut diapresiasi.
Menurut Anggawira, ada lima potensi bisnis maritim  yang menggeliat. Bisnis Perikanan, pariwisata bahari, industri Biofarmasetika , energi terbarukan dan transportasi maritim. Nilai yang terbesar ada di bisnis Industri Biofarmasetika dengan nilai US$ 330 milyar/tahun. Untuk bisnis perikanan saja nilainya mencapai US$ 47 milyar/tahun. Sangat menjanjikan, apalagi pemerintah sedang giat giatnya membangun Indonesia sebagai negara maritim dunia. Ingat, 70 persen wilayah Indonesia adalah laut. Potensi laut masih terbuka lebar.
Di sektor transportasi laut dan pariwisata maritim saat ini belum tergarap secara optimal . Tol laut yang digagas Presiden Jokowi masih membutuhkan ratusan kapal  ferry dan kapal angkut antar pulau.
Sejatinya, kedaulatan Indonesia sebagian besar ada di laut. Tak salah bila tindakan tegas dilakukan bagi kapal kapal asing yang mencuri kekayaan alam di laut Indonesia. Namun tindakan tegas juga harus dibarengi dengan pemberdayaan nelayan. Menyediakan akses pasar dan memastikan industri pengolahan hasil laut bisa bersinergi dengan para nelayan tradisionil.
Sebagai negara maritim dengan panjang pantai nomor dua di dunia, Indonesia seharusnya mendapat berkah dan kekayaan yang melimpah ruah.
Berbeda dengan Anggawira yang merupakan pelaku usaha. Doddy Ariefianto merupakan regulator mewakili pihak pemerintah. Dalam pemaparannya, pria yang pernah berkarir di Bank Mandiri ini lebih menyoroti efek dari kemenangan Donald Trump bagi perekonomian dunia.
Terjadi Uncertain yang membuat arah perekonomian bergerak penuh misteri. Sifat protektif Trump yang melindungi kepentingan US juga membuat banyak pertanyaan. Sentimen negatif terhadap Trump juga membuat kebijakan ekonomi dunia berubah. Globalisasi yang selama ini didengung dengungkan terancam berubah menjadi nasionalisme dalam bentuk baru.
Trump bukan saja kontroversial ketika berkampanye namun memiliki pola pikir yang kadang tak segaris dengan pandangan ekonomi makro mainstream. Â Doddy , memaparkan efek Trump di Indonesia tergolong lebih rendah karena nilai ekspor Indonesia ke US juga rendah. Dengan begitu, Indonesia relatif aman. Hanya saja permasalah di Indonesia tidaklah hanya dari dari negara Paman Sam. Walau dalam pemaparannya Doddy memuji Indonesia relatif Sound. Hanya saja , permasalahan di kalangan bawah memiliki bentuk berbeda. Dimana daya beli masyarakat yang melemah. Gini rasio yang semakin melebar. Jurang distribusi pendapatan yang semakin curam.
Pertumbuhan ekonomi yang biasanya berada di kisaran 7% memang benar benar menjadi petaka ketika melorot dibawah angka 5%. Walau secara fundamental ekonomi, Indonesia jauh lebih tangguh. Apalagi angka defisit yang diizinkan hanya 3 %. Kebijakan makro Indonesia memilih gaya konserfatif dengan tingkat prudent . Pembatasan hutang luar negeri dengan pengendalian ketat merupakan langkah Indonesia menjaga kekuatan fondasi keuangan .
Dalam sesi tanya jawab, terlontar pertanyaan apakah sektor UMKM akan memiliki kesempatan berkembang ? pertanyaan ini menggugah karena apa gunanya pertumbuhan makro yang tinggi namun tak banyak pengaruhnya terhadap sektor ekonomi mikro .
Padahal backbone ekonomi Indonesia lebih banyak ditopang sektor UMKM yang memiliki resistensi yang tangguh terhadap gejolak ekonomi. Terbukti ketika krisis ekonomi pada tahun 1997-98 . Sektor UMKM tetap bergeming ketika banyak perusahan besar gulung tikar.
Maka, perlu adanya pemerataan ekonomi, kemudahan akses modal, inkubasi dan pendampingan (mentor) usaha. Iklim investasi yang adil dan bersahabat. Dimana sektor perbankan bisa memberikan kredit untuk UMKM yang baru saja masuk gelanggang (start Up) .
Masuknya pemodal besar tidaklah menjadi ancaman , karena sektor UMKM bisa bersinergi  dengan pemilik modal besar. Adanya intermediasi antara si pemilik modal dengan si pengusaha kecil yang perlu suntikan modal usaha . Disinilah peran BCA dalam menangkap peluang dalam membangun pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan.
Karena bila melihat struktur ekonomi Indonesia , dimana 10% penduduk Indonesia menguasai 77% perekonomian nasional. Tentu gap ini menunjukkan hal negatif yang menandakan adanya ketidakseimbangan dalam distribusi uang.
Permasalahan pertumbuhan ekonomi memang penting namun memastikan masyarakat tumbuh dengan positif secara ekonomi tak kalah penting. Dimana kesejahteraan bagi seluruh warga negara menjadi tugas bersama untuk dipecahkan.
Tahun 2017 hanya dalam hitungan hari. Diawal tahun, secara politik Indonesia sedang merayakan pesta pemilihan kepala daerah secara serentak. Tentu riak politik akan mempengaruhi sentimen pasar. Investor pasti akan memperhitungkan gejolak politik yang terjadi. Kebijakan daerah dalam menyerap peluang investasi juga belum seragam. Ke-kaku-an dalam alur birokrasi sering kali membuat investor lari dan tak berani menanamkan modalnya.
Sektor andalan seperti pariwisata, e-commers, industri kreatif akan menjadi sektor andalan di tahun 2017. Serapan tenaga kerja diharapkan bisa terus tumbuh, agar tingkat pengangguran bisa semakin kecil.
Apalagi Indonesia akan mengalami bonus demografi, dimana usia produktif angkatan kerja akan mendominasi  struktur penduduk Indonesia. Hal ini seharusnya menjadi berkah, bukan petaka pengangguran yang didapat.
Fajar 2017 sudah didepan mata, Ayo berkarya untuk Indonesia yang lebih baik.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H