Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Money

Menyiapkan Desa Siaga Energi, Melerai Pelik Distribusi Energi di Ujung Negeri

23 November 2016   05:36 Diperbarui: 23 November 2016   07:41 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalur distribusi gas LPG (sumber: Kompas.com)

Hari masih pagi . Kesibukan mulai telihat, desa kelahiran saya memang nun jauh dibibir pantai. Aktifitas yang mencolok adalah pergerakan anak anak sekolah yang hilir mudik menuju sekolah masing masing. Ada yang mengayuh kereta angin (baca: sepeda ), menunggang sepeda motor, sebagian menumpang mobil bak terbuka yang sudah dimodifikasi menjadi angkutan pedesaan. Nampak pula orang orang dewasa berseragam pegawai menuju tempat kerja . sebagian guru, pegawai kecamatan dan sebagian lagi  petugas pengelola hutan lindung Bukit Barisan.

Sekilas desa saya sama saja dengan desa desa lainnya di Indonesia. Pekerjaan yang banyak digeluti didesa saya adalah nelayan. Sebagian kecil bekerja sebagai pegawai pemerintah, tukang las, bengkel sepeda motor ,  usaha kelontong atau pekerjaan lainnya yang mendukung pekerjaan nelayan.

Desa kelahiran saya bukanlah desa terbelakang, buktinya angka partisipasi sekolah tergolong tinggi. Setiap jenjang pendidikan (kecuali perguruan tinggi) telah terpenuhi. Angka kecukupan gizi terutama protein terbilang cukup.  Karena ikan menjadi lauk pauk utama desa desa wilayah pesisir pantai.

Namun dibalik  itu desa kelahiran saya menyimpan potensi masalah yang cukup pelik. Sulitnya memenuhi kebutuhan energi , yang paling terlihat adalah kesulitan memenuhi kebutuhan gas, langkanya bahan bakar minyak (BBM) seperti minyak tanah, premium dan solar.

Sebagai desa ditepi Samudra Indonesia, dimana penduduknya sebagian besar menggantungkan hidup sebagai nelayan. Melaut dengan perahu kayu yang digerakkan mesin tempel adalah jalan hidup yang dipilih . Maka, kebutuhan BBM untuk melaut  sangatlah penting dan menentukan.

Harganya ? Jangan bandingkan harga premium dan solar didesa saya dengan harga di pulau Jawa. Bila sudah jatuh ke pengecer angkanya melambung cukup tinggi.

Walau melambung tinggi, BBM akan tetap dibeli para nelayan. Bagi para nelayan didesa saya tidak ada pilihan lain . Nelayan didesa saya lebih rela berhutang untuk membeli BBM ketimbang tak pergi melaut. Paling tidak, ketika hasil tangkapan cukup baik masih ada uang lebih untuk makan sehari hari keluarga mereka.

Sialnya, bila hasil tangkapan ikan sedang jelek. Maka hutang BBM bisa tak terbayar. Hidup nelayan didesa saya memang seperti berjudi. Laut seperti  mesin rolet yang bisa saja membuat senang dan sengsara.

Gas 3 Kg yang Kadang menghilang

Sejak adanya peralihan energi dari minyak tanah ke gas (baca :LPG)  subsidi 3 Kg. Biasa disebut gas melon karena bentuknya seperti buah melon. Hampir sebagian besar penduduk desa telah menggunakan gas 3 Kg untuk memasak.

Uniknya, tungku kayu bakar tak lantas ditinggalkan. Walau tak menjadi pilihan utama tungku kayu bakar tetap berfungsi. Awalnya saya juga heran, melihat dapur dari Wan (sebutan untuk paman) saya yang telah modern menggunakan kompor gas  namun tetap mempertahankan tungku kayu bakar.

“Gas disini suka hilang, bisa seminggu. Daripada tak masak lebih baik memakai tungku kayu bakar” begitu jawaban Wan saya ketika saya tanya kenapa tungku kayu bakar tetap dipertahankan. Rupanya itulah solusi yang dibuat penduduk desa kelahiran saya.

Penuturan Wan saya itu langsung mengingatkan saya ketika mengunjungi kapal tanker Pertagas milik Pertamina dilaut lepas Pantai Kalbut Situbondo, Jawa Timur. Dua kapal tanker raksasa (bahkan terbesar didunia) ini menjadi penampung gas yang akan didistribusikan ke Indonesia bagian timur.

Dua Kapal tanker ini bertugas mendistribusikan gas ke kapal kapal pengakut yang akan bergerak menuju pulau pulau yang sulit dijangkau. Pendistribusian ship to ship lalu dilanjutkan dengan ship to Kilang penampungan utama. Dari kilang utama akan dibagikan ke SPBE di regional yang selanjutnya akan dikemas dalam tabung 3 Kg dan 12 Kg.

Pengalaman saya itu membuat saya sangat mengerti kenapa distribusi gas di Indonesia begitu rumit. Tingginya kebutuhan dengan luas geografis yang sangat luas membuat pendistribusian gas sering kali terkendala. Sehingga yang terjadi kelangkaan yang berujung dengan membumbungnya harga gas 3 Kg dari harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan .

Bayangkan bila lokasi pendistribusian yang  berada didaerah terpencil seperti perbatasan, pulau terluar atau daerah minim akses seperti dipedalaman papua. Tentu akan sulit sekali.

Kapal Tanker Pertagas yang berfungsi sebagai floating storage dalam distribusi energi (sumber: dok pribadi)
Kapal Tanker Pertagas yang berfungsi sebagai floating storage dalam distribusi energi (sumber: dok pribadi)
Menyiapkan Konsep Desa Siaga Energi

Permasalahan distribusi energi hingga menembus desa terpencil dan terisolir merupakan permasalan pelik yang harus dicarikan solusi. Karena energi merupakan hal penting yang bisa mempengaruhi  aspek sosial, ekonomi hingga aspek penting lainnya.

Kelangkaan energi bisa memicu keresahan dan gejolak di masyarakat. Di Kalimantan Timur pernah terjadi kerusuhan yang diakibatkan kelangkaan BBM. Terjadi pembakaran pasar, kendaraan yang malah merugikan semua pihak. Peran distribusi energi tidak bisa dilihat secara sederhana karena potensi konfflik yang bisa mengiringinya.

Untuk itu perlu digagas sebuah konsep. Saya menyebutnya desa siaga energi. Sebuah desa yang memiliki cara dan insfrastrukur sederhana untuk menyiapkan kebutuhan energi warga desanya. Desa sejatinya merupakan komunitas penduduk dalam satu wilyah. Dalam kesehariannya desa memiliki  hirarki kepemimpinan formal dan nonformal.

Desa bisa dikembangkan dengan konsep comunity development. Dimana dikembangkan apa yang dinamakan peran serta warga masyarakat. Setiap warga diminta untuk peduli memikirkan dan menyelesaikan masalah yang mereka miliki. Nampak tak masuk akal ?

Konsep gotong rorong merupakan konsep asli yang dimiliki masyarakat Indonesia. Modal inilah yang akan memudahkan membentuk desa siaga energi. Mungkin , konsepnya seperti desa siaga bencana. Dimana semua orang yang ada didesa berpikir untuk menyelesaikan permasalahan energi. seperti kelangkaan gas, BBM  juga listrik. Dengan begitu tingkat kesadaran menghadapi kesulitan energi telah terbentuk termasuk solusi cepat yang bisa dilakukan warga desa. Jadi goal-nya masyarakat tidak lagi panik dan bisa segera mencari energi alternatif dengan segera.

Berikut ini langkah langkah dalam meyiapkan desa siaga energi, disimak yuk :

  • Membentuk komunitas siaga energi , disinilah penanaman mindset tentang pentingnya energi alternatif. Warga desa diajak peduli dan mau memikirkan problem dan solusi. Sampai fase ini warga desa harus bisa diajak berpikir dalam satu tujuan
  • Menggerakkan komunitas siaga energi. Fase ini diperlukan leader atau penggerak. Bisa dari tokoh formal atau tokoh informal yang memiliki kharisma. Setelah mindset warga desa terbentuk maka tugas penggerak akan mudah. Karena untuk mengatasi permasalahan distribusi energi , warga desa akan mendapat peran dalam jalur distribusi energi termasuk penyiapan energi alternatif bila dibutuhkan.
  • Melaksanakan sebuah kegiatan dalam pemenuhan energi desa. Rantai distribusi energi di desa bisa dibuat. Sebagai contoh : dalam pemenuhan kebutuhan gas disebuah desa. Hal pertama yang dilakukan adalah menginventarisasi kebutuhan gas seluruh warga desa agar diketahui berapa real-nya jumlah tabung gas yang dibutuhkan dalam satu pekan atau satu bulan. Desa bisa menghitung berapa jumlah cadangan tabung yang bisa disiapkan. Termasuk menyiapkan energi alternatif pengganti gas bila terjadi kekosongan dalam rentang waktu yang lebih panjang. Bisa menggunakan energi berikat batubara, atau bila tak ada bisa menggunakan kayu bakar dalam skala terbatas.
  • Membuat jalur distribusi desa yang efektif dan transparan. Mungkin terlihat klise dan main main. Coba perhatikan jalur distribusi gas  di desa selama ini  berada dijalur tak terkendali. Warga desa hanya menggantungkan energi (contoh : gas) kepada agen gas. Harga penentuan gas juga ditentukan si agen secara sepihak. Belum lagi bila ada penimbunan tabung secara diam diam. Warga desa biasanya hanya pasrah menerima harga yang melambung tinggi. Termasuk penggunaan gas bersubsidi untuk pihak yang tidak berhak. Desa bisa mengambil peran distribusi dengan memanfaatkan hirarki ke jenjang dibawahnya seperti dusun/kampung lalu RW dan RT.
  • Membuat roadmap bila terjadi kelangkaan energi. Inilah inti konsep desa siaga energi. Roadmap ini adalah cara desa dalam menangani kelangkaan energi. Bila desa yang memiliki sumberdaya energi alternatif seperti energi terbarukan seperti tenaga sinar matahari, tenaga angin, biogas atau energi lainnya. Seperti contoh sebuah desa di Jawa Timur yang memanfaatkan gas hasil dari kotoran dan sampah.

Apa Keuntungan Desa Siaga Energi

Desa merupakan entitas kecil dari kelompok pemerintahan yang memiliki peran strategis. Dimana desa menjadi ujung tombak dari apa yang di rencanakan pemerintahan. Saat ini desa mendapatkan anggaran dana desa hingga 1 Milyar. Akar permasalahan bangsa sejatinya ada di desa. Desa yang mampu menyelesaikan problem permasalahannya adalah desa yang mandiri dan berdaya.

Mendorong desa ikut secara aktif dalam distribusi energi di daerahnya merupakan hal yang esensi. Karena bila desa yang menjadi simpul distribusi energi di cluster terbawah. Maka, desa bisa memilah mana orang yang berhak menggunakan energi bersubsidi dan mana yang tidak.

Saat ini desa diminta menggulirkan badan usaha milik desa (BUMDES) yang merupakan badan usaha pemberdayaan ekonomi. Didalamnya ada koperasi simpan pinjam, toko alat dan prasarana pertanian, penjualan bibit dan pupuk, dan berbagai kebutuhan. Alangkah sempurnanya bila BUMDES juga menjadi rantai distribusi energi di desa.

Berikut ini keuntungan yang bisa diperoleh ketika desa siaga energi terbentuk :

  • Desa dan warganya mendapatkan keuntungan karena harga gas atau BBM yang diperoleh sesuai HET yang ditetapkan. Setidaknya tidak semahal pengecer.
  • Desa siaga energi, sadar dan peduli untuk menyelesaikan permasalahan bila ada kelangkaan energi. Menyiapkan energi alternatif .
  • Dapat diketahui dengan lebih pasti jumlah end user energi di setiap warga desa.
  • Desa berperan aktif, agar distribusi energi berjalan lancar diwilayahnya. Memastikan tidak ada penyalahgunaan penggunaan energi bersubsidi.
  • Pertamina distribusi bisa lebih mudah mengontrol jumlah kebutuhan masyarakat dan lebih mudah menghindari kebocoran distribusi energi yang tak wajar.

Konsep desa siaga energi merupakan konsep yang melibatkan peran aktif masyarakat. Menghindari dampak negatif bila terjadi kelangkaan energi karena masyarakat memiliki emergensi exit  . Desa sebagai ujung tombak lebih memiliki peran penting tidak sekadar sebagai pengelola administrasi. Hanya saja konsep ini harus diawasi dan disupervisi agar tidak terjadi penyimpangan.

Salam Indonesia Jaya

Sila berkunjung

http://www.facebook.com/rushan.novaly

http://www.twitter.com/NovalyRushan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun