Hingga...
Saya teringat wajah wanita yang pernah memberikan anak kunci. Entah sinyal apa yang Tuhan berikan. Saya merasa mendapat ilham. Inilah jodohku seperti lagu Anang Hermansyah. Saya langsung mencari link yang memungkinkan.
Langkah pertama, nampaknya cukup mulus. Saya bisa dengan gamblang menyatakan niat “suci” yang rada nekat (kata ibu saya ketika itu) .
Langkah kedua, saya sudah mendapat sinyal. Walau nampaknya masih jauh dari sinyal 4G. Turun naik, bahkan hampir saja sinyal itu mati karena pihak wanita tak yakin dengan saya. Lha, bukankah kita satu keyakinan (baca : agama) .
Langkah ketiga, saya hanya passif (baca :aktif) mendekatkan diri pada yang punya Alam semesta dan se-isinya.
Begitulah hingga wanita super cantik ini yakin dan menyatakan setuju hidup “menderita”. Asal tahu saja , ketika itu saya masih berstatus mahasiswa semester IV, untungnya sudah memiliki pekerjaan sebagai staff dengan gaji UMR ketika itu.
Lalu...
Dengan modal 300 ribu di rekening tabungan lalu menjual sepeda motor satu satunya untuk modal resepsi pernikahan. Jadilah saya merubah status dari jomblo tak dilirik menjadi seorang suami “ideal” yang punya istri dengan kecantikan superrr.
Hidup menjadi lebih berwarna. Diawal pernikahan tak banyak badai yang datang. Landai dengan angin sepoi sepoi. Satu, dua dan tiga anak terlahir sebagai bukti cinta kasih. Saat ini sih ada calon yang keempat. Bukannya hendak melanggar program pemerintah dua anak lebih baik, tapi saya memang punya cita cita punya banyak anak. (untuk urusan ini please jangan ditiru...skip aja).
Kini...
Setelah 17 tahun, hidup semakin matang. Cerita cinta itu terus saja tumbuh dengan subur. Merimbun karena “pupuk” yang ditabur dengan perasaan ikhlas. Ya, hidup itu seperi roller coster kata orang. Bagi saya hidup seperti perjalanan , kadang harus berlari cepat, kadang cukup berjalan santai namun kadang harus merayap pelan pelan.