Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kuletakkan Sianida di Kopimu

10 September 2016   06:46 Diperbarui: 10 September 2016   07:59 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Coffee Shop memang tempat mangkal paling asik sejak zaman romawi kuno . Sejak masih bernama warung kopi alias warkop dipinggir pinggir kampung . Perannya mempersatukan para penggila kopi tak lagi terbantahkan. Lihat saja puluhan orang rela merogoh koceknya untuk bisa duduk dalam lingkaran kecil bersama keluarga,teman atau koleganya. Menghabiskan waktu berjam jam.

Menyeruput kopi bagiku bukan hal sembarangan. Ini bagian dari ritual hidup. Sejak zaman kakekku yang pernah jadi ‘kaki tangan’ penjajah Belanda, menikmati kopi adalah bagian dari kemerdekaan hidup sesaat . Lepas dari pengaruh para opsir Belanda yang kadung lupa budaya minum teh disore hari.

Uap kopi mirip terpaan surga dunia. Menusuk ujung hidung lalu meresap melewati celah sempit menuju pusat syaraf . Berproses dalam hitungan sepersekian detik. Simpul syaraf akan mengerti bahwa uap kopi simbol keseimbangan kegilaan para pekerja urban sepertiku.

Delapan jam dibawah tekanan bahkan emosi yang tak menentu, uap kopi sepersekian detik meluruhkan penat kerja yang menarik kewarasanku.

Aku duduk memesan tiga kopi. Dua temanku masih dalam berjalanan. Dalam pesan  whatsap , kedua temanku terjebak kemacaten kota. Akhir pekan menuju  libur panjang. Ke-latahan-lah yang membuat jalan jalan kota sering menumpuk tak beraturan. Semuanya ingin lekas pulang ke rumah. Berebut ingin sampai dirumah masing masing.

Pelayan Coffee Shop sudah mengantarkan tiga jenis kopi berbeda. Dalam tiga gaya berbeda. Cappucino , Expresso dan Latte. Tiga jenis kopi asal negeri mafioso. Bukan aku tak cinta kopi Indonesia. Kopi gayo, kopi lampung , kopi bali tak tersedia di Coffee Shop ini. Ini bisnis bung, permintaan konsumen urban cuma butuh style.

Sebenarnya aku ingin memesan Ice Coffe Vietnam. Tapi aku urungkan karena menurut petugas coffe shop, Ice Coffee Vietnam tak lagi available. Dihapus dari daftar menu. Ketika alasannya aku tanya, pelayanan hanya tersenyum penuh misteri.

4 Detik Menentukan

Sambil menunggu dua temanku datang, aku  membuka plastik kecil yang aku selipkan didalam kaos kakiku. Membukanya pelan pelan, Dalam gerakan slow motion yang sangat hati-hati. Jangan sampai gerakanku ini tertangkap mata kamera yang digantung tiga meter tepat diatas kepalaku.

Aku menaburi dua kopi temanku dengan serbuk putih. Lalu mengaduknya menggunakan pipet yang aku punya. Cairan kopi dan serbuk putih bercampur sempurna. Uap kopi akan mengelabui rasa . Aku yakin dua temanku akan terkecoh  dan akan tetap menghabiskan kopi yang sudah aku pesan.

Setelah beres, tinggal menunggu dua temanku ini datang. Satu orang adalah mantan kekasihku, satu lagi adalah orang yang sukses merebut kekasihku jadi kekasihnya. Aku kira alasanku mengajaknya bertemu adalah pas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun