Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Mengenang Kawasan Senen yang Hampir Terlupakan

10 Agustus 2016   04:26 Diperbarui: 10 Agustus 2016   10:48 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nama Jalan Kembang Sepatu yang jadi Icon Kawasan (dok : pri)

Masih ingat dengan pusat perbelanjaan Proyek Senen? Mungkin sebagian orang yang tinggal di Jakarta masih ingat dengan proyek Senen. Dan saya pastikan orang yang masih ingat tersebut pastilah sudah berusia lanjut ( ha..ha..ha... joke).

Kawasan Senen bagi saya adalah taman bermain ketika saya masih duduk di bangku SD. Di kawasan ini terdapat beberapa tempat yang bisa dijadikan obyek bermain. Tentu, ada stasiun Senen yang telah berusia lanjut. Dibangun ketika zaman Belanda. Walau tentu tidak se-tua Stasiun Jakarta Kota.

Di sekitar Stasiun Senen terdapat Gedung Olah Raga (GOR) Senen di sebelah utara ada kolam renang. Dulu sebelum dibangun GOR, kawasan ini terkenal kumuh. Tempat mangkal para tunawisma, penjahat kelas teri, penjudi jalanan kelas bawah, tempat mangkal para wanita malam dan waria bila malam hari. Tempat ini dikenal sebagai Planet Senen.

Planet Senen di tahun 1950-1960-an dijadikan tempat berkumpul para seniman dari pemain film, penulis, pembaca puisi untuk saling bertemu. Bahkan artis kenamaan seperti Benyamin Sueb, Bing Slamet hingga Misbach Yusa Biran memulai karier dari Planet Senen.

Kawasan Senen masuk dalam kategori kawasan merah. Ketika itu aksi penodongan, penjambretan hingga pencopetan menjadi hal yang sering terjadi. Dan tentu menjadi pemandangan yang biasa. Saya sendiri beberapa kali melihat orang yang dijambret tas atau barang belanjaannya pada siang bolong. Tak ada orang yang berani menolong. Karena berani ikut campur berarti bersiap untuk jadi sasaran pengeroyokan.

Di seberang GOR Senen tentu terdapat Pusat Perbelanjaan Proyek Senen. Gubernur DKI Ali Sadikin yang memugar dan memodernkan Planet Senen berubah menjadi bangunan GOR megah bertingkat. Penataan kawasan Senen memang berhasil menjadikan kawasan Senen naik pamor.

Pada zaman Gubernur Ali Sadikin, sebelum Planet Senen dipugar menjadi GOR tempat ini dijadikan tempat bermain judi. Mulai bola ketangkasan, permainan domino dan berbagai permainan yang mengundi peruntungan. Uniknya, permainan judi di kawasan Planet Senen dilegalkan pihak pemerintah daerah DKI Jakarta dan menjadi sumber keuangan untuk membangun Jakarta. Masih ingat proyek MH Thamrin, sebagian uangnya berasal dari retribusi pemain judi di Proyek Senen.

Ada Apa di Kawasan Senen

Kawasan Senen sebenarnya sudah berkembang sejak zaman kolonial Belanda (1733). Walau memang tidak sementereng kawasan Pasar Baru atau kawasan pecinan Glodok. Kawasan Senen tepat berada di posisi strategis. Dari berbagai arah, kawasan Senen mudah dicapai. Baik dari kawasan utara dari Tanjung Priok, Ancol, atau dari wilayah timur, barat, dan selatan.

Kawasan Senen menjadi denyut nadi karena dilintasi trem dari arah Jakarta Kota menuju Meester Cornelis (Jatinegara). Trem saat itu menjadi alat transportasi yang menonjol selain jenis kendaraan lainnya. Sayang moda ini akhirnya dihapuskan karena sering terjadi kecelakaan.

Kawasan Poncol Sentra Percetakan

Kawasan Senen dikelilingi kawasan permukiman yang cukup padat. Di sebelah barat ada kawasan Kwini, di seberangnya kawasan Kwitang. Di sebelah timur ada kawasan Bungur, Kramat Sentiong, Poncol alis Kalibaru.

Kawasan Poncol saat ini menjadi sentra percetakan, desain, dan berbagai usaha skala kecil hingga besar. Uniknya, dulunya kawasan Poncol terkenal sebagai pasar barang bekas alias pasar loak. Bergesernya waktu, kawasan ini telah berubah wajah dan arah bisnis.

Banyak orang yang mengais rejeki di kawasan ini. Pekerja informal berkembang pesat, kios-kios kecil berjajar menawarkan jasa yang berhubungan dengan dunia cetak-mencetak. Dari skala kecil yang mengambil pekerjaan kecil maupun skala besar yang memiliki rekanan perusahan besar.

Saya sendiri pernah mencoba mencari rejeki dari kawasan Poncol ini walau dalam skala kecil-kecilan: menerima jasa pembuatan spanduk, mencari order, lalu membuat desain dan mencetaknya di kawasan Poncol ini. Walau hasilnya kecil tapi lumayan buat jajan ketika itu.

Kawasan percetakaan di Pasar Poncol ini terus meluas hingga ke arah Pasar Nangka di kawasan Kalibaru. Jangan heran, bila masuk ke kawasan ini semua jasa layanan percetakaan mudah sekali ditemui. Dari yang sepele seperti membuat kartu undangan atau kartu nama hingga pembuatan jasa percetakaan menggunakan mesin-mesin canggih terbaru yang rumit. Dengan gradasi warna yang detail.

Kramat Bunder Pusat Buku Bekas

Masih ingat salah satu adegan film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) di mana Rangga mengajak Cinta ke sebuah pasar buku bekas? Penjual buku pada film AADC diperankan Gito Rollies. Setting lokasi film tersebut di Kramat Bunder tempat penjualan buku bekas.

Kramat Bunder tepat di seberang proyek Senen, tepatnya di seberang Bioskop Mulia Agung dan Bioskop Grand. Di kawasan ini buku murah meriah mudah didapat. Mulai buku diktat kuliah, buku teks sekolah hingga buku agama yang booming sekitar tahun 1990-an. Buku buku langka pun bisa dicari di sini.

Penjual buku di Kramat Bunder didominasi orang Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Mencari buku di kawasan Kramat Bunder memang seru. Saya termasuk orang yang sering mengunjungi pasar buku bekas. Biasanya saya mencari novel dan buku cerpen lawas yang harganya cuma dua ribuan. Jadi bawa uang sepuluh ribu bisa bawa pulang lima buku sekaligus.

Bila tahun ajaran baru tiba atau masa kuliah dimulai, kawasan Kramat Bunder menjadi sasaran para orang tua yang mencari buku sekolah. Harga yang ditawarkan memang lebih murah karena bisa tawar-menawar harga. Saat itu, sekolah memang tidak menjual buku secara langsung sehingga orangtua perlu membelinya di luar sekolah. Beda dengan saat ini. Sekolah menjual buku langsung ke siswanya.

Di kawasan Kramat Bunder juga terdapat Toko Buku Gunung Agung. Bergeser dari Kramat Bunder akan menuju kawasan Kwitang. Bila hari Minggu, kawasan Kwitang ramai dikunjungi orang dari penjuru Jabodetabek karena ada pengajian dari salah satu pemuka agama di daerah Kwitang.

Sayang, kawasan buku bekas Kramat Bunder saat ini sudah berubah wajah. Tidak seramai tahun 1980-1990. Penyebabnya karena adanya penertiban kawasan. Areal buku murah awalnya dipindahkan menuju Proyek Senen. Namun sayang, pasar buku murah di Proyek Senen tidak selaris ketika berada di kawasan Kramat Bunder. Penyebabnya letaknya kurang strategis karena berada di dalam Proyek Senen.

Sebagian rupanya, pedagang buku kembali berjualan di kawasan Kramat Bunder. Para pedagang buku bekas biasanya menjajakan buku yang telah dikoordinasi pada satu tempat. Jadi bila ada pembeli, si penjual buku bisa mengambil barang teman lainnya. Dengan sistem tersebut semua permintaan pembeli bisa dipenuhi. Tapi, sayangnya cara seperti ini biasanya berimbas pada harga buku yang jadi lebih tinggi (mahal).

Nama Jalan Kembang Sepatu yang jadi Icon Kawasan (dok : pri)
Nama Jalan Kembang Sepatu yang jadi Icon Kawasan (dok : pri)
Kawasan Kembang Sepatu

Kawasan Kembang Sepatu dulunya merupakan sentra penjualan sparepart barang elektronik. Berbagai kebutuhan tukang service mudah ditemui di kawasan Kembang Sepatu. Nama Jalan Kembang Sepatu yang menjadi icon walau sebenarnya ada nama jalan lainnya, seperti Jalan Sedap Malam.

Saat ini kawasan Kembang Sepatu tidak lagi menjadi sentra spare part elektronik. Berubah menjadi kawasan "gado gado". Yang mencolok adalah kios perlengkapan TNI/Polri, satpam, hingga berbagai kebutuhan ormas kepemudaan. Perlengkapan TNI dengan pakaian loreng, sepatu lapangan, tas ransel, pisau komando lengkap dijual di kawasan ini. Dulu, bila ingin membeli perlengkapan TNI harus menunjukkan kartu identitas TNI dan Polri. Apakah masih sama peraturannya?

Penipuan berkedok TNI atau Polri dengan menggunakan seragam aspal masih sering terdengar terutama di daerah. Ada yang menipu untuk mendapatkan uang, ada pula yang menipu agar bisa menikahi gadis incarannya. Nah, nampaknya peraturan memang harus diperketat.

Di kawasan Kembang Sepatu, tepat di sepanjang jalan menuju Simpang Lima Senen dulunya banyak pedagang obat. Yang dijual tentu berbagai macam obat yang banyak dicari orang. Pedagang obat ini menggunakan rombong yang bisa didorong dan dipindahkan. Tentu, pedagang obat ini tak memiliki izin. Tapi, karena harga obat selangit, banyak juga orang yang membeli ke pedagang obat di kawasan Kembang Sepatu ini. Lagi-lagi karena harganya murah dan bisa ditawar. Saat ini, pedagang obat sudah tak nampak lagi. Mungkin karena sering kena razia, pedagang obat telah berganti dengan pedagang handphone second alias bekas dan pedagang jam tangan.

Zaman memang terus bergulir. Kebutuhan manusia pun mengalami pergeseran. Kawasan Kembang Sepatu merupakan contoh bergesernya pola kebutuhan manusia. Yang masih bertahan, bioskop Grand dan Mulia Agung yang berada tepat di ujung Jalan Senen raya. Dulu seingat saya di sekitar bioskop banyak permainan ding dong. Mesin permainan ini menjadi incaran anak sekolah. Saya termasuk orang yang sering datang bersama beberapa teman dan menghabiskan waktu bermain ding dong. Tapi saya hanya bermain di hari Minggu. Itu pun bila ada teman yang menjadi "bos", yang mau mentraktir membayari koin yang menurut saya cukup mahal ketika itu.

Saya cukup trauma dan tidak lagi datang ke areal permainan ding dong karena sebuah peristiwa. Saat itu ada sejumlah laki-laki dewasa datang membawa pistol dan langsung meringkus salah satu orang yang sedang bermain ding dong. Perlakuannya sangat kasar dengan bentakan yang juga sangat menakutkan. Saya berada hanya beberapa meter dari tempat peringkusan. Saya tak tahu kenapa seorang remaja yang sedang bermain ding dong diperlakukan seperti itu. Sejak saat itu saya tak lagi mau diajak ke areal bermain ding dong di sekitar bioskop. Ngeri, bagaimana bila pistol yang dibawa meletus dan mengenai pemain ding dong yang tak tahu-menahu.

Saat ini permaian ding dong sudah tak ada lagi. Namun, bioskop masih sama seperti dulu. Hampir tak ada perubahan. Hanya mungkin, bila dulu di sekitar bioskop banyak wanita penghibur yang bisa diajak ikut nonton film saat ini sudah tidak terlihat lagi. Untuk masalah ini, jujur saya tak pernah menjajal. Lha, hanya sekali saya nonton di bioskop ini. Itu pun ketika saya sudah bekerja dan bersama seorang teman.

Kawasan Terminal Senen

Kawasan ini dulunya awut-awutan. Kotor, kumuh, dan menakutkan. Para penjahat jalanan sering beroperasi di kawasan ini. Dulu walau terhitung sering berada di kawasan ini saya bersyukur tak pernah mengalami tindak kriminal. Mungkin karena saya memiliki teman yang mempunyai warung makan di dalam terminal sehingga saya dikenali sebagai orang "dalam".

Dulu, bila sudah di atas pukul delapan malam, kawasan Terminal Senen sudah sangat rawan. Jangan lengah bila tak ingin jadi sasaran kejahatan. Saat ini Terminal Senen sudah jauh tertata lebih baik. Tak lagi seangker zaman dulu. Yang masih saya ingat, kawasan Terminal Senen menjadi sentra penjualan baju dan aksesoris yang cukup dicari. Tentu untuk orang berkantong terbatas. Penjualnya biasa dipanggil inang-inang. Bila tak ahli menawar dan tak tahu barang, pembeli sering kali kena harga yang tak wajar.

Barang yang ditawarkan memang terlihat asli dan keren, namun sejatinya barang KW alias barang tiruan. Biasanya disebut "barang kapal", barang ilegal hasil selundupan. Bagi penggila fashion yang ingin tampil keren tapi dompet tipis, ya berbelanja di inang-inang mungkin jadi pilihan.

Kawasan Terminal Senen juga memiliki kios buku. Biasanya buku diktat kuliah, kamus, termasuk buku stensilan yang ditawarkan. Menjelang awal kuliah, banyak mahasiswa yang datang untuk mencari buku diktat. Ada yang buku baru ada buku bekas. Tinggal sesuaikan dengan dana yang dimiliki.

Namun, kawasan ini punya sisi negatif, ada orang yang menawarkan buku stensilan porno dan beberapa kartu domino yang isinya gambar XXX. Saya memang pernah menemani seorang teman yang ingin membeli kartu domino XXX. Tawar-menawarnya luar biasa. Cara menjualnya sedikit memaksa sehingga saya cukup emosi. Tapi karena teman saya ini sudah tak sabar, akhirnya dibeli juga kartu domino tersebut, padahal harganya mahal.

Lucunya, setelah membeli kartu domino tersebut, teman saya ini tak berani membawa pulang ke rumah. Takut ketahuan orangtuanya. Tinggal saya yang jadi senewen karena disuruh menyimpan kartu. Seingat saya, kartu itu malah dihibahkan ke saya beberapa minggu kemudian. Saya akhirnya membakar seluruh kartu karena saya jijik melihat gambarnya.

Kawasan Senen yang semakin modern (dok:pri)
Kawasan Senen yang semakin modern (dok:pri)
 Kawasan Senen Saat Ini

Kawasan Senen beberapa kali terkena musibah kebakaran. Bangunan baru sudah dibangun. Tentu, sudah jauh lebih tertata dan lebih modern. Apalagi pengembang kawasan menyambungkan areal Senen Jaya dengan Atrium Mall menggunakan jembatan khusus yang juga berfungsi sebagai toko. Mirip jembatan di Pasar Baru dan Glodok.

Bangunan baru yang dikelola pengembang properti menjadikan kawasan Senen sebagai pusat grosir di mana barang yang dijual dalam partai besar. Produk jam, mainan, alat elekronik, tas, garmen dan berbagai barang asal negeri Tiongkok ada di kawasan Senen Jaya ini. Bagi yang ingin menjajal usaha reseller atau membuka lapak, kawasan Senen bisa menjadi pilihan. Tapi harus ditentukan dan pastikan mau berjualan apa. Jangan datang ke kawasan Senen sebelum yakin akan berjualan produk yang diinginkan. Bisa pusing melihat barang beraneka ragam yang menarik hati.

Kawasan Senen lebih sering didatangi orang luar kota, bahkan luar daerah. Bahkan pedagang asal Papua juga berbelanja di kawasan Senen ini. Keuntungan barang yang dijual di Papua sangatlah tinggi. Saya pernah berbincang secara langsung dengan seorang pedagang yang tinggal di Kota Manokwari. Pria asal Makassar ini berjualan jam tangan dan aksesoris handphone. Keuntungannya per bulan bisa tembus puluhan juta rupiah. Nah, siapa yang mau menjajal berjualan di Papua?

Kue Subuh Kawasan Senen

Tengah malam hingga menjelang subuh areal parkir di depan gedung lama Proyek Senen yang terbakar berubah menjadi sangat ramai. Para pedagang kue, baik kue kering dan basah sibuk menata barang dagangannya. Berbagai macam jenis kue, mulai tradisional hingga kue modern, dari yang manis, gurih, hingga yang pedas lengkap tersedia. Bisa dibeli secara eceran dan grosir. Tentu ada perbedaan harga. Bagi yang akan menjual kembali, akan datang pada subuh. Membeli dalam jumlah besar lalu membawanya segera ke posisi di mana mereka berjualan. Perputaran uang di pasar kue subuh ini tergolong cukup fantastis. Pemasoknya pun dari sekitaran Jabodetabek.

Saya beberapa kali berbelanja ke pasar kue subuh Senen ini. Biasanya bila ada acara. Kue-kue kecil yang biasa saya beli. Harganya cukup murah. Untuk urusan rasa boleh diadu. Disediakan juga kue tester. Jadi kalau belum sempat sarapan rasanya menjajal semua kue tester bisa membuat perut kenyang juga. Kudapan pagi hari memang harus segera dijual pagi itu juga. Ada juga kue yang bisa bertahan hingga sore hari. Jadi ketika membeli kue, tanyakan berapa lama kue bisa bertahan. Semakin lama bisa bertahan maka kue bisa digunakan untuk keperluan acara siang atau sore.

Tiap pedagang rupanya sudah memiliki pelanggannya masing-masing. Jangan heran bila hari sudah semakin siang, pedagang kue sudah bersiap meninggalkan tempat dengan sisa-sisa kue yang akan dijual dengan potongan harga. Karena biasanya para pedagang harus segera meninggalkan area parkir karena akan digunakan untuk kepentingan lainnya.

Jadi, bila ingin berbelanja kue subuh, jangan terlambat. Datang ketika Matahari belum terbit. Namun, ingat tetaplah waspada dengan barang berharga yang dimiliki jangan sampai berpindah tangan ke orang yang tidak bertanggung jawab. Ingat, keramaian merupakan tempat yang  harus diwaspadai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun