Tampilan modern Stasiun Maja, berubah total | Sumber : Rushan Novaly
Ada yang berbeda pada Sabtu (7/5) di Stasiun Palmerah. Tiga puluh blogger dari Komunitas TDB (Tau Dari Blogger) sudah berkumpul tepat waktu . Sementara  Joice beserta tim, KaHumas dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) sebagai fasilitator juga sudah merapat lebih dulu.
Berawal dari pengumuman di grup WA Komunitas TDB , Tawaran ikut berkunjung ke stasiun yang baru saja dibangun ulang (restorasi ulang) dari Direktorat Jenderal Perkerataapian (DJKA) langsung saja saya tanggapi dengan cepat.Asal tahu saja, penawaran seperti ini sangat cepat. Kuota yang tersedia juga terbatas. Dalam hitungan menit, kuota langsung ludes terisi. Kalau sudah begitu, ya harus rela jadi waiting list. Saya pun masuk dalam waiting list itupun nomor sembilan.
Kesempatan berharga ini akhirnya saya dapatkan karena kuota peserta ditambah jadi 30 blogger. Walau harus berangkat lebih pagi dan mengikuti rute bolak balik dari stasiun Tigaraksa ke Stasiun Palmerah sebagai meeting point. Tepat jam 08:15 KRL yang saya tumpangi sampai di Stasiun Palmerah.
Itu berarti saya datang sebelum jam yang ditentukan 08:30. Aman. Saya segera bergabung dengan teman blogger TDB yang sudah tiba lebih dulu. Termasuk ibu Joice selaku Kahumas DJKA yang sudah stand by. Wanita energik ini sudah diberondong beberapa pertanyaan. Namanya juga blogger, kalau tidak bertanya bisa pegel pegel.
Sebelum berangkat saya beserta teman blogger TDB mendapatkan penjelasan singkat, baik rundown maupun apa yang perlu dipatuhi selama perjalanan. Sebenarnya sih, kalau untuk saya pribadi jalur Tanah Abang- Maja bukan hal yang baru. Lha, setiap hari saya lewati. Namun karena cuma dilewati saya perlu ikut melihat lebih dekat.  Saya sendiri kagum melihat bangunan stasiun yang nampak gagah, modern dan menjulang tinggi. Tak berbayang sebelumnya, bila stasiun yang dulu nampak kumuh, kecil dan nampak tak terawat kini berubah wajah.
Selain bangunan, peron tinggi dengan  elevasi satu meter dari atas rel juga dibangun dengan panjang yang mencukupi hingga 10 rangkaian kereta.  Disekitar bangunan stasiun juga disteril dengan membuat pagar pembatas yang menghindari penumpang gelap tanpa tiket bisa masuk.
Bila lima tahun sebelumnya, keadaan stasiun lintas barat dari Tanah abang hingga Maja terlihat sederhana dan nampak kehilangan kemampuan dalam menampung para pengguna kereta. Bayangkan jumlah penumpang yang sudah mencapai ribuan hanya dipenuhi sebuah stasiun yang hanya bisa menampung ratusan penumpang.
Maka sejak elektrifikasi jalur lintas barat dari stasiun Tanah Abang hingga  stasiun Maja beroperasi  dan jalur ganda berhasil dibangun maka kenaikan jumlah penumpang tumbuh dengan signifikan. Seluruh stasiun lintas barat telah direnovasi , dari stasiun Palmerah, Kebayoran, Pondok Ranji, Jurang Mangu, Sudimara, Rawa Buntu, Serpong, Cisauk, Cicayur, Parung Panjang, Cilejit, Daru, Tenjo, Tigaraksa, Cikoya dan Stasiun Maja.
Dari 16 stasiun , progres pembangunan sudah rampung. Hanya tersisa pembangunan stasiun Tenjo yang belum selesai. Di beberapa stasiun seperti stasiun sudimara sedang diadakan penambahan panjang peron agar bisa melayani 10 rangkaian kereta.
Tiga Stasiun Modern Dengan Daya Tampung Besar
Sejatinya jalur lintas barat adalah jalur yang mempunyai sejarah tersendiri. Selain jalur bogor , lintas Tanah Abang – Merak sudah ada sejak zaman Belanda. Jauh sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, jalur lintas barat telah menjadi urat nadi transportasi yang menghubungkan Batavia dengan wilayah Banten. Perkebunan karet tumbuh di wilayah Daru, Tenjo hingga wilayah Maja.
Bahkan wilayah Rangkasbitung menjadi lumbung beras yang penting bagi wilayah banten . Adanya jalur kereta menjadi distribusi hasil perkebunan dan pertanian. Jadi, jalur lintas barat bukanlah jalur baru. Namun jalur yang telah memberikan kontribusi ekonomi  dan pergerakan manusia yang cukup penting.
Kini, setelah Indonesia merdeka dan tumbuh menjadi negara besar yang berdaulat. Jalur kereta lintas barat yang semula tidak mengalami perkembangan bahkan cenderung terlupakan mulai dibenahi. Dalam rentang sepuluh tahun terakhir ,perubahan terus dilakukan . Baik dari jalur ganda yang awalnya hanya sampai di Serpong lalu berlanjut hingga parung panjang dan terakhir sampailah di Stasiun Maja. Saat ini pembangunan jalur ganda terus dilaksanakan hingga stasiun Rangkasbitung.
Rencananya Rangkasbitung akan menjadi stasiun yang bisa melayani KRL dengan jalur ganda sebelum tahun 2019. Dengan begitu, kereta diesel hanya melayani jalur Rangkasbitung hingga Merak.
Hingga saat ini, jalur lintas barat sudah jauh berkembang. Bila melintas di jalur ini tak akan ditemui lagi penumpang diatas atap, kereta yang berisi hewan ternak, hasil pertanian dan para pedagang asongan yang mondar mandir. Sekitar stasiun juga sudah steril dari bangunan semipermanen yang biasa digunakan sebagai warung.
Sebagai komitmen dalam melayani penumpang dengan baik, maka Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) sebagai regulator moda berbasis rel  melakukan gawe besar. Dengan dana APBN sebesar Rp 113,77 Milyar dibagunlah tiga stasiun utama sejak pertengan tahun 2014.
Menggunakan anggaran multiyears (tahun jamak) , dibangunlah tiga stasiun utama. Setelah berhasil merampungkan stasiun Palmerah setahun yang lalu. DJKA menyasar Stasiun Kebayoran , Stasiun Parung Panjang dan Stasiun Maja. Pilihan tiga stasiun ini jelas punya alasan.
Bila dilihat dari lokasi dan jumlah pengguna kereta di tiga stasiun ini berkembang pesat. Stasiun Kebayoran berada di kawasan ekonomi dan pemukiman padat di  selatan Jakarta. Sebagai stasiun pengumpan dari moda darat lainnya. Pergerakan dari dan ke stasiun kebayoran  cukup tinggi.
Sedang stasiun Parung panjang dibangun karena kebutuhan pengguna kereta yang tumbuh dengan cepat. Parung Panjang walau termasuk wilayah Kabupaten Bogor namun lebih dekat dengan kabupaten Tangerang. Di wilayah ini tumbuh banyak hunian perumahan modern. Pergerakan pengguna kereta dari stasiun parung Panjang  cukup tinggi. Stasiun ini juga digunakan sebagai stasiun transit bagi KRL feeder dari  stasiun Maja.
Selain itu  stasiun Parung Panjang  juga akan direncanakan  menjadi  tempat ujicoba kereta baru yang akan disertifikasi sehingga layak beroperasi.
Bila sebelumnya , uji tes kereta dilakukan di jalur eksisting yang sering mengganggu jadwal kereta reguler. Maka kedepan, Stasiun Parung panjang akan dikembangkan untuk keperluan ujicoba.
Untuk stasiun Maja, pengembanagn stasiun ini terkait perluasan wilayah hunian dan ekonomi yang sedang berlangsung di kawasan ini. Pengembang besar seperti Citra raya dan Summarecon sedang menggarap pusat hunian modern dan dilanjutkan dengan pusat ekonomi dan jasa. Maja memang akan menjadi kota satelit yang akan berkembang pesat kedepannya.
Menjelang Siang  di Stasiun Maja yang Keren
KRL yang kami tumpangi tiba distasiun Maja sekitar pukul 10:30. Udara terik menyengat kepala. Serasa Matahari berada diubun ubun. Peluh langsung bercucuran. Namun terik matahari serasa tak punya pengaruh. Saya dan beberapa peserta lainnya sibuk mengambil gambar, baik selfie maupun mengambil gambar bangunan dan fasilitas baru yang ada di Stasiun Maja.
Cukup mencengangkan. Tak ada lagi bagunan lama yang dulu pernah saya saksikan. Semuanya berubah. Gedung jangkung dengan tinggi 15,2 meter. Berkelir hijau muda dengan aksen glossy. Luas lantai stasiun Maja mencapai 2.570 meter persegi (luas gedung plus luas peron).Â
Kaca kaca menempel disisi gedung , ada void udara agar pertukaran udara menjadi lancar.  Peron tinggi juga telah dibangun. Ada dua peron yang telah dibangun dengan elevasi 1 meter diatas rel. Sehingga memudahkan perpindahan orang  dari kereta ke peron atau sebaliknya.
Stasiun Maja terletak diantara Stasiun Rangkasbitung dan Stasiun Tigaraksa. Terletak pada KM 62 + 548. Bila dihitung dengan luas peron maka stasiun Maja dapat menampung pengguna kereta hingga 4.687 orang.
Dengan konsep modern, stasiun Maja juga dilengkapi 2Â lift untuk orang berkebutuhan khusus , seperti orang difabel, lansia, ibu hamil atau orang berkursi roda. Tersedia pula ruang menyusui atau ruang laktasi bagi wanita yang sedang menyusui .
Terdapat pula ruang kesehatan dan ruang Musholla yang layak digunakan . Selain tentunya memiliki tolilet yang cukup baik. Hal yang unik adalah dinding sisi selatan stasiun dibuat dengan kemiringan  sekitar 30 derajat.
Untuk mengontrol suhu panas, digunakan kipas angin dibeberapa titik. Tentu penggunakan void di sisi sisi gedung berdampingan dengan kaca membantu untuk mengurangi suhu panas didalam gedung.
Dua tangga utama yang disediakan untuk lalu lalang pengguna kereta dibuat dengan lebar yang cukup. Saya hitung lebar tangga utama sekitar 3 meter. Undak undakan dibuat dalam rentang yang tidak terlalu tinggi sehingga memudahkan langkah , baik naik maupun turun. Desain tangga utama cukup memenuhi  keselamatan dan kenyamanan pengguna kereta.
Sedang tangga penghubung peron terdapat di dua sisi menghadap timur dan barat. Ada empat tangga. Tiap peron dilayani dua tangga yang telah dilengkapi canopy . Sisi tangga juga dibatasi kaca transparan yang terlihat menarik.
Karena ukuran peron yang terbatas , ukuran lebar tangga juga harus mengikuti lebar peron. Memang terlihat lebih sempit bila dibanding tangga utama didalam gedung. Namun dengan dua tangga diharapkan pergerakan pengguna kereta bisa dipecah sehingga tidak terjadi penumpukan didalam tangga.
Penggunaan banyak kaca dilantai dua cukup mendapatkan cahaya sehingga tak diperlukan cahaya tenaga listrik. Selain digunakan void udara  sehingga memungkinkan pertukaran udara cukup lancar.
Untuk parkir kendaraan, stasiun Maja terbilang cukup baik. Luasan parkir tersedia di sisi utara , timur dan barat. Terutama pada sisi utara yang cukup luas.
Lingkungan sekitar stasiun Maja adalah pasar tradisional  yang nampak ramai. Akses menuju stasiun Maja memang harus diantisipasi, karena jalan penghubung harus melalui pasar yang cukup ramai. Titik ini bisa menjadi simpul kemacetan bila kendaran yang keluar dan masuk stasiun tidak diatur dengan rekayasa lalu lintas yang baik.
Bayangan saya, pergerakan kendaraan baik masuk dan keluar harus dilakukan pada jalan yang terpisah. Sehingga tak ada pertemuan kendaraan yang bisa membuat kemacetan.
Stasiun Parung Panjang , Stasiun Masa Depan
Setelah puas berkeliling melihat fasilitas stasiun Maja, kami bersiap melanjutkan perjalanan ke tujuan kedua, Stasiun Parung Panjang.  Kami bersiap di peron menunggu kereta yang akan segera masuk dari arah  timur (Tanah Abang) .
Tak perlu berebut, karena stasiun Maja adalah stasiun akhir perjalanan sehingga masih banyak kursi kosong yang bisa dipilih. Lagi pula waktu itu adalah tengah hari, dimana pengguna kereta tidak dalam beban puncak. Lagi pula hari itu adalah hari libur.
Perjalanan dari stasiun Maja ke stasiun Parung Panjang sekitar 30 menit. Melewati lima stasiun sejak meninggalkan stasiun Maja. Pemandangannya cukup indah. Hamparan hijau persawahan menjadi pemandangan yang dapat dinikmati dari dalam kereta.
Sekitar jam 12:40 KRL yang kami tumpangi merapat juga di stasiun Parung Panjang. Tak butuh waktu lama kami segera keluar dari KRL. Berbeda dengan di stasiun Maja yang peronnya belum memiliki canopy, stasiun Parung Panjang sudah dilengkapi canopy sehingga sinar matahari yang menyengat tak terasa.
Sepintas, bangunan stasiun Maja dan stasiun Parung Panjang mirip. Tangga dari peron ke lantai dua juga punya konstruksi yang mirip. Dan benar saja ketika naik ke lantai dua, suasananya juga mirip sekali dengan bangunan stasiun Maja. Hanya ada beberapa titik yang berbeda. Bila distasiun Maja terdapat void untuk lalu lintas udara, nampaknya hal itu tidak terdapat di stasiun Parung Panjang.
Ada tiga peron dengan tinggi elevasi 1 meter dari permukaan rel. Dari sisi luasan, Stasiun Parung Panjang memang lebih luas, peron yang telah dibangun sudah dapat memenuhi hingga 12 rangkaian kereta. Bahkan stasiun Parung Panjang bisa menampung kereta parkir (stand by).
Bangunan stasiun berkelir abu abu memanjang ke arah utara. Panjang bangunan  21 meter dengan lebar 36 meter dan tinggi mencapai 14,6 meter.  Jadi total luas bangunan 756 meter persegi .
Bila dihitung total  luasan lantai mencapai 2.400 meter persegi, diperkirakan dapat menampung pengguna kereta hingga 4.687 orang. Jadi daya tampungnya cukup besar sehingga dapat mengikuti kenaikan jumlah pengguna kereta hingga beberapa tahun kedepan.
Fasilitas yang tersedia juga lengkap, dilantai dua terdapat beberapa ruang yang nampaknya bisa digunakan untuk tenant , bisa sebagai toko cindremata, atau bisa pula berfungsi sebagai tempat layanan di area publik.
Dilantai atas juga terdapat satu musholla (praying room), Toilet dan satu dua unit lift. Sama seperti di stasiun Maja . dari lantai dua terdapat jendela kaca yang dapat melihat kearah utara, timur dan barat. Sedang sisi selatan tertutup dinding yang juga dibuat dengan konstruksi miring tigapuluh derajat.
Melihat koridor yang dibangun,seharusnya  pergerakan lalu lintas manusia tidak akan mengalami kendala, karena lebar koridor cukup luas.  Hanya sama dengan stasiun Maja, tangga menuju peron terlihat kecil karena mengikuti lebar peron. Bila terjadi bubaran kereta yang jumlahnya bisa ratusan orang , saya membayangkan akan terjadi perlambatan pergerakan yang  bisa mengganggu.
Selain itu , titik yang harus diwaspadai adalah antrian tapping keluar yang kadang terhambat. Begitu pengguna kereta naik ke lantai dua lalu men-tapping kartu akan terjadi antrian yang harus diatur dengan baik. Karena luasan lantai dua yang terbatas bisa menjadi titik  perlambatan pergerakan kedua. Karena menurut pengamatan saya, pengguna kereta sangat tidak sabaran ketika ingin kembali ke rumah masing masing.
Yang unik di stasiun Parung panjang adanya ‘hall’ di lantai dasar. Hall ini adalah bekas stasiun lama yang malah terlihat fungsional bila digunakan untuk tenant . Sayang bila DJKA atau operator PT KAI DAOP I  tidak memanfaatkan ‘hall’ yang ada. Bisa jadi hall ini malah digunakan fihak lain untuk dijadikan tempat berdagang  tanpa izin.
Saran saya, hall ini bisa digunakan untuk pemberdayaan ekonomi kelompok UMKM agar bisa difasilitasi menjual produknya. Pemberdayaan ini bisa melibatkan pihak Pemda baik kecamatan maupun pihak kelurahan.
Sayangnya, sekeliling stasiun Parung Panjang nampak kurang kondusif karena langsung berbatasan dengan pasar tradisional, jalan penghubungnya terlihat rusak parah. Kemacetan nampak mudah sekali terjadi karena banyak antrian angkot yang parkir di badan jalan. Maka, perlu dibuat sebuah terminal khusus untuk angkot dan minibus. Sebagai interkoneksi antar moda darat lainnya.
Setelah melihat fasilitas stasiun Parung Panjang , kami melanjutkan dengan acara makan siang bersama di sebuah restauran masakan Padang disekitaran stasiun. Udara terik, jalan berdebu dan hiruk pikuk lalu lintas malah  menambah nafsu makan kami. Semuanya lahap menghabiskan makanan yang dipilih. Sikat habis.
Selesai makan siang, kami kembali ke stasiun Parung Panjang  untuk bersiap melanjutkan tujuan terakhir stasiun Kebayoran. Kami pun segera bersiap di peron . Menunggu KRL yang akan membawa kami ke arah timur, KRL yang kami naiki juga tidak terlalu padat sehingga kami bisa duduk sejenak melepas penat.
Stasiun Kebayoran, Stasiun Besar di Selatan Jakarta
Tampilan gedung stasiun Kebayoran memang keren. Tinggi menjulang dengan panjang mencapai 120 meter dan  lebar 28,5 meter . Dibangun dengan konstruksi baja yang kokoh. Memiliki 3 peron yang memiliki panjang hingga 212 meter.
Terdapat dua eskalator yang sedang disiapkan, sehingga memudahkan pergerakan pengguna kereta. Selain tangga eskalator, terdapat dua tangga manual menuju peron . Lebarnya cukup sehingga mengurangi  perlambatan pergerakan.
Karena lantai dua stasiun kebayoran cukup tinggi sehingga tangga juga cukup menguras tenaga. Bahkan menurut saya , stasiun Kebayoran  adalah stasiun tertinggi saat ini. Termasuk luasan lantai yang mencapai 3.384 meter persegi. Saking luasnya lantai dua, saya menyarankan agar bisa digunakan sebagai hall atau ruang pamer. Bisa sebagai ruang pamer lukisan, patung atau seni lainnya.Bahkan fashion show, bisa digunalan dilantai dua stasiun Kebayoran.
Sisi sisi  lantai dua dibuat terbuka  , hanya digunakan pembatas setinggi 90 CM . Jadi seperti balkon yang sangat luas. Seluruh fasilitas yang tersedia  di stasiun juga lengkap.  Di lantai dua terdapat toilet, musholla, ruang menyusui dan ruang kesehatan.
Melihat ruang yang luas dilantai dua, saya membayangkan ada layanan perpustakaan publik yang bisa digunakan. Bahkan bukunya bisa di pinjam pengguna kereta, tinggal dibuatkan sistem yang baik. Adanya perpustakaan bisa menambah daya tarik dan turut mensukseskan program pemerintah untuk menaikkan minat membaca.
Banyak hal yang bisa dilakukan di lantai dua yang sangat luas. Sehingga luas stasiun Kebayoran bisa banyak bermanfaat . Bila berkaca dengan stasiun yang berada di Rusia, dimana stasiun merupakan simbol kebudayaan. Didalam stasiun terdapat karya karya seni tinggi, baik lukisan, patung hingga seni kontemporer lainnya.
Hal ini bisa dilakukan dengan menggandeng pihak BUMN maupun swasta yang bisa dilibatkan untuk membantu mengisi ruang lantai dua. Bisa juga apa yang dilakukan di bandara dikembangkan pula distasiun. Toko souvenir, lounge hingga restoran yang bisa melayani kebutuhan pengguna kereta.
Bisa jadi stasiun kereta menjadi pusat ekonomi,hiburan, edukasi  selain fungsi utamanya sebagai fungsi transportasi . Sarana yang dibangun DJKA memang diperuntukkan demi bangsa, demi masyarakat perkeretaapian.
Dalam penjelasannya, Joice menginginkan kereta bisa mengangkat harga diri dan martabat pengguna kereta ke level yang yang lebih tinggi. Kenyamanan dan keselamatan menjadi standar yang akan selalu diperhatikan.
Menjelang sore, berakhirlah acara ‘melihat lebih dekat’ tiga stasiun besar yang baru saja selesai dirampungkan. Saya, senang bisa menjadi saksi sebuah kemajuan yang ditorehkan DJKA, sebuah karya yang harus diapresiasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H