Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Akademi Menulis PLN: Mempertajam Lini Kehumasan dalam Ranah Layanan Informasi Publik

29 April 2016   11:18 Diperbarui: 30 April 2016   19:32 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembukaan acara Kompasiana Coverage Kompasiana-PLN | Sumber foto : Rushan Novaly

Awalnya, yang ada dalam benak saya,  Kompasiana Coverage “Akademi Menulis Kompasian–PLN” akan sama seperti acara coverage yang biasa saya ikuti. Ada peserta, ada narasumber lalu ada pengantar setelah itu sesi tanya jawab. Selesai dan acara ditutup.  Waktunya biasanya 3-4 jam.

Namun pagi itu dugaan saya meleset. Melihat susunan acara yang padat hingga memakan waktu hampir satu hari penuh. Inilah letak ‘beda’ yang malah memacu saya untuk hadir lebih awal.

Memasuki gedung Udiklat PLN yang berada di Jalan S. Parman, Slipi Jakarta Barat auranya sudah berbeda. Di bagian depan halaman gedung terdapat tulisan mencolok “PLN Corporate University, Leadership and Corporate Culture Academy”.

Memasuki lobby gedung ,saya disambut seorang wanita ramah yang menanyakan "Ada yang bisa saya bantu?” dengan senyumnya yang manis. Saya agak sedikit melambung beberapa milimeter dari lantai.

Selanjutnya saya pun diantar ke tempat acara. Sebuah ruangan serbaguna yang biasa digunakan sebagai ruang makan. Sebelum memasuki ruangan beberapa admin dan markom Kompasiana sudah stand by pada posisinya masing masing.

Ritual absensi menjadi hal yang wajib saya lakukan. Sambil menyapa dan berbicara ringan saya pun dipersilakan untuk sekedar minum kopi dan teh yang telah tersedia. Beberapa teman Kompasianer sudah ada yang datang lebih awal. Juga, peserta akademi menulis dari teman PLN juga sudah duduk di kursi yang telah disediakan.

img-5064-jpg-5723e26be122bd31048b4567.jpg
img-5064-jpg-5723e26be122bd31048b4567.jpg
Peserta Akademi Menulis PLN mendengarkan Kata Sambutan | Sumber Foto : Rushan Novaly

Ada pembagian meja antara peserta dari kompasiana dan peserta akademi menulis. Secarik kertas  diatas meja sebagai informasi. Saya mengambil posisi di meja Kompasianer, masih ada tiga puluh menit sebelum acara dimulai. 

Berbincang hangat dan saling jabat tangan dengan para peserta menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan. Sebagian kompasianer tentu sudah saya kenal sebelumnya. Namun sebagian yang lain nampaknya perlu berkenalan terlebih dahulu. Terutama teman dari PLN.

Tak terasa. Tepat pukul 09:00.  acara siap untuk dimulai. Sesuai rundown, acara pertama adalah: pembukaan dan kata sambutan .Tampil dua petinggi PLN dan Kang Pepih selaku COO Kompasiana memberikan kata sambutan.

Dalam kata sambutan, saya baru mengetahui bahwa acara Akademi Menulis sudah berjalan selama 4 hari sebelumnya. Ada pelajaran teori dan praktek mengenai dasar jurnalistik. Pelatihan menulis, fotografi dan membuat konten video.

img-5084-jpg-5722dfdcf49273f004c6edb4.jpg
img-5084-jpg-5722dfdcf49273f004c6edb4.jpg
Foto Bersama sebelum sesi pemaparan tiap kelompok | Sumber : Rushan Novaly

Pematerinya pun para pakar yang teruji punggawa Kompasiana Kang Pepih, Bung Isjet dan Mas Nurulloh. Sedang dari kompasianer ada Hilman Fajrian dan Gapey Sandy. Dua kompasiner yang teruji dan punya kemampuan menulis yang  tak diragukan lagi. Selain itu ada Fikria Hidayat dan Roderick Adrian Mozes  dari kelompok  Kompas.

Jujur saja, saya iri melihat kesempatan yang didapat teman PLN. Pelatihan intensip yang diberikan tentu sebuah kesempatan emas untuk mendapat ilmu berharga tentang materi penulisan dan materi pengambilan gambar baik berupa foto dan video.

Ada 20 peserta dari berbagai daerah penugasan. Memang tidak semuanya peserta . Karena ada yang bertugas sebagai fasilitator saja. Bila dihitung dari jumlah peserta yang telah di ’cuci otak’ (meminjam istilah peserta magang dari NTT, Soelistiyoadi Nikolaus) ada 16 orang. Bahkan ketika acara pembukaan hanya 14 orang yang benar benar peserta aktif sisanya 6 orang fasilitator.

Setelah kata sambutan dan laporan panitia, Widha yang pagi itu bertugas sebagai MC, menjalankan tugasnya dengan profesional. Saya agak kaget juga melihat kemampuan admin Kompasiana ini ber-MC ria. Widha membagi peserta kedalam tiga kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 4-5 peserta Akademi Menulis, tiga orang juri (dua dari Kompasiana dan satu dari PLN), dan 10 orang Kompasianer.

Tiap kelompok menempati satu ruangan khusus yang ada di lantai dua dan lantai tiga. Saya mendapat bagian kelompok ketiga , yang menempati ruang Imam Bonjol dilantai tiga. Adapun peserta di kelompok tiga ada empat orang : Muhammad R Qohar, Sumber A Utami (Dhini), Agus Yuswanta dan Mohammad Arief Fatchiudin. Sedang dari tim juri ada Nurulloh, Roderick dan satu dari PLN (mohon maaf saya lupa ).

Menghayati Presentasi Para Peserta Akademi Menulis

Memang agak mengejutkan juga. Empat orang peserta ini diminta mempresentasikan apa saja yang didapatkan selama empat hari magang di Kompasiana. Nuansanya mirip sidang skripsi. Ada dosen penguji. Malah ini lebih ‘horor’ karena ada sepuluh Kompasianer yang kadang  lebih ‘sadis’ dalam bertanya. Saya membayangkan, bisa habis  peserta "dikuliti" Kompasianer.

Pak Qohar yang disersi dari Accounting

Peserta pertama yang mendapat giliran adalah Muhammad R Qohar yang bertugas di Humas Disjaya. Uniknya, pak Qohar ini baru satu tahun bertugas, sebelumnya ia seorang accounting yang bertugas di bidang keuangan PLN.

img-5094-jpg-5722de79d4937355072aa64a.jpg
img-5094-jpg-5722de79d4937355072aa64a.jpg
Pak Qohar sedang tampil mempresentasikan hasil 4 hari magang di Kompasiana

Pak Qohar ternyata sudah kehilangan kecintaannya dengan dunia hitung-menghitung yang membosankan karena harus berkungkung di depan komputer. Panggilan jiwanya lebih berat ke dunia Humas yang lebih terbuka dan memiliki pekerjaan yang jauh lebih menantang. Petualang pak Qohar dimulailah di dunia kehumasan.

Dengan latar belakang  accounting, pak Qohar memang menghadapi kendala teknis pekerjaan. Namun sifat pembelajar yang kuat membuat pak Qohar terus mengejar ketertinggalannya dengan banyak menimba ilmu komunikasi dan kehumasan. Seperti pucuk dicinta, ulam pun tiba.Ketika terpilih sebagai peserta  program magang di Kompasiana disambutnya dengan gegap gempita.

Dalam testimoni dan presentasinya, pak Qohar mengungkapkan bahwa menulis adalah hal yang baru. Bahkan gadget  bukanlah  perangkat yang akrab ia gunakan.

Maka, tercetuslah cerita unik dari pak Qohar tentang sang Istri yang diam-diam mengecek seluruh isi smartphone miliknya  menggunakan aplikasi Macbook.  Rupanya sang istri curiga melihat pak Qohar tiba-tiba sibuk dengan smartphonenya. Jangan jangan....nah lho ?

Padahal ketika pak Qohar sibuk dengan smartphone, ia sedang mempelajari kembali pelajaran menulis yang baru saja diterimanya dari Kompasiana. Termasuk bagaimana menggunakan kamera smartphone untuk membuat konten video yang menarik.

img-5096-jpg-5723e3242b7a613f0dad7395.jpg
img-5096-jpg-5723e3242b7a613f0dad7395.jpg
Para Juri Menguji Presentasi Para Peserta Akademi Menulis PLN | Rushan Novaly

Pak Qohar sukses membuat tiga artikel di Kompasiana dan satu tayangan video.  Judul tulisannya  : Ada Apa di Pasar Palmerah”, “Listrik Token Cara PLN Disiplinkan Pelanggan untuk Penggunaan Listrik Lebih Teratur” dan “Menikmati Sensasi Grand Canyon di Green canyon”.

Dalam presentasinya Pak Qohar menjelaskan dengan cukup runtut, apa kendala dan apa pengalaman yang baru saja didapatnya selama ikut magang di Kompasiana. Termasuk pengalamannya ketika harus berburu materi menulis dan materi pembuatan video di sekitaran gedung Kompasiana.

Bahkan ketika, pak Qohar akan menuliskan sebuah ‘salon’ yang terdapat di lantai satu Pasar Palmerah. Di mana salon ini ternyata menyediakan satu kasur yang tertutup. Sayang, pak Qohar tidak meneruskan upayanya mencari tahu lebih lanjut tentang salon tersebut. Pak Qohar lebih memilih sebuah layanan bank didepan Salon untuk menjadi bahan materi menulis dan pembuatan konten video (lihat di ‘Ada apa di Pasar Palmerah’) .

Dalam menulis, saya memang melihat pak Qohar belum terbiasa. Pengolahan kata katanya masih terbatas. Namun , tulisan pak Qohar mengalir dan enak dibaca. Memang perlu latihan dan pembiasaan. Saya yakin pak Qohar akan menjadi penulis yang produktif asal terus mengasah kemampuannya.

Satu hal yang saya catat, baik dari penilaian juri maupun jawaban pak Qohar atas beberapa pertanyaan. Pak Qohar memiliki keinginan untuk belajar yang kuat. Hanya saja, pesan saya untuk pak Qohar, jangan merokok untuk mencari ide menulis. Biasakan mencari ide melalui hal yang positif dan menyehatkan. Saya rasa bisa kok mencari ide atau ilham atau mood dengan cara lain yang lebih keren . Misalnya sambil mengepel rumah, atau membersihkan kendaraan bermotor. Kalaupun ide tak kunjung datang minimal rumah dan kendaraan jadi bersih. Betul tidak ?

Ibu Dini yang Mampu 'Merasai' 

Peserta kedua, seorang ibu berhijab yang tampil percaya diri. Namanya Sumber A Utami biasa disapa ibu Dini. Bertugas di bagian humas Transmisi Jawa-Bali bagian barat di kantornya di wilayah Gandul.

img-5097-jpg-5722dec41293736910480e94.jpg
img-5097-jpg-5722dec41293736910480e94.jpg
Ibu Dini, mendengarkan pertanyaan dan masukan dari para juri | Sumber foto : Rushan Novaly

Selama magang ibu Dini berhasil membuat lima artikel yang menarik. Dari pemaparannya selama sepuluh menit. Ibu Dini menampilkan keterampilan berbicara yang cukup baik. Mungkin, memang sudah terbiasa di humas.

Untuk soal tulis menulis, ibu Dini sudah memiliki bekal yang cukup baik. Penggunaan kata dan kalimat cukup beragam dengan alur yang mengalir , enak dibaca. Story telling terasa sekali pada tulisan ‘Belajar & Berkarya di Akademi Menulis PLN –Kompasiana’.

Tiap paragraf saling mengisi seperti jalinan, sehingga satu paragraf tidak menumpuk. Ide pokok disebar dalam beberapa paragraf berikutnya. Sehingga tiap paragraf bisa saling menjelaskan dalam membangun satu tema tulisan.

Dalam tulisan feature berjudul Pantang Pulang sebelum Nyala’ . Ibu Dini mengungkap isi tulisan dari sisi manusiawi. Bagaimana ibu Dini ingin memberikan pesan, ada orang yang begitu berjasa, bekerja keras sehingga sebuah pekerjaan lapangan tuntas dikerjakan dengan baik.

Peristiwa terbakarnya, Gardu Induk Isolasi atau Gas Insulated Substation (GIS) Kembangan pada September 2015 . Tokoh yang ingin diangkat adalah sosok Fevri . Ibu Dini sukses menggambarkan bagaimana perjuangan Fevri yang harus menjadi penanggung jawab lapangan dan pengawas di GIS Kembangan. Fevri harus bertugas selama 24 jam penuh meninggalkan keluarga untuk menuntaskan keadaan darurat agar GIS kembangan bisa kembali berfungsi normal.

Kewajiban tugas yang ada di pundaknya menjadi taruhan. Keberhasilan pemulihan menjadi target yang tak boleh ditawar. Harus selesai, dengan waktu yang paling cepat. Apa yang ditulis Ibu Dini menceritakan bagaimana konflik batin seorang pekerja lapangan, di satu sisi ia dituntut untuk menyelesaikan tugas dan di satu sisi sang anak sakit keras di rumah. Mana yang harus didahulukan? Fevri lebih memilih terus bekerja untuk  menyelesaikan tugasnya.

Pengetahuan teknis yang dimiliki Ibu Dini juga terlihat mumpuni. Saya yang mencoba  menanyakan hal tentang peraturan menteri ESDM terbaru juga mampu dijawab dengan baik. Catatan saya, ibu Dini sudah memiliki bekal yang baik dalam dunia menulis, kepekaan dan kejeliannya cukup membantu tugas kehumasan yang dilakukannya sehari hari.

Namun, ketika mendengar ibu Dini bekerja single fighter alias seorang diri di humas tempatnya bertugas. Saya agak miris juga, sehebat apapun, seorang humas harus memiliki anggota tim yang bisa saling membantu dan melengkapi.

Ibu Dini mendapat pertanyaan serius ketika seorang juri dari kalangan internal (PLN) menanyakan bagaimana cara menaikkan positioning PLN yang saat ini dinilai kurang baik. Menurut juri, ada ketidak percayaan publik (masyarakat) mengadu ke call center:123.

Rupanya, jawaban ibu Dini dianggap belum memuaskan karena tidak menjawab akar pertanyaan yang diinginkan. Saya yang juga ikut mendengar pertanyaan tersebut punya jawaban lain: Positioning sebuah institusi memang bertalian dengan kinerja. Humas hanya bisa memberikan influent  terhadap opini yang berkembang dengan sebuah data fakta yang dimiliki. Membantu menyebarkan ke banyak pihak sehingga terdapat proporsional berita dan melansir hal hal yang telah dilakukan.

Humas memang bukan tukang sulap , pekerjaannya bukan membuat berita ‘bohong’ tapi menyampaikan sebuah informasi, solusi dan feedback terhadap permasalahan yang ditemui oleh pihak internal dan eksternal.  Menjaga agar hubungan institusi dan masyarakat (pihak eksternal) setara dan berimbang.

Bersambung ke tulisan selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun