[caption caption="ilustrasi ( sumber : family.fimela.com)"][/caption]
Ini adalah situasi yang saya hadapi saat ini. Situasi yang mungkin juga dialami banyak orangtua. Memilih sekolah. Sebuah pilihan yang tidak boleh main main. Salah memilih, masalah yang akan dipetik. Saya sendiri (tentu bersama istri tercinta) sudah mengambil beberapa pilihan sekolah.
Pilihan saya tentu punya alasan yang kuat. Sebagai orang tua tentu saya berusaha mencari sekolah terbaik yang ’memungkinkan’ untuk anak saya. Kata ‘memungkinkan’ perlu saya jelaskan agar tidak salah kaprah. Sekolah berkualitas biasanya cenderung berbiaya mahal (high cost) walau tidak semuanya. Sekolah berbiaya mahal menurut saya hal yang lumrah, apalagi sekolah swasta. Biaya pengembangan sekolah bukan perkara mudah, mulai membangun fisik sekolah hingga membangun non fisik seperti SDM, kurikulum , organisasi hingga aspek legal sekolah.
Biaya sekolah menjadi salah satu perhatian. Mengingat saya bukan termasuk orangtua dengan uang yang ‘mengalir deras’ . Saya harus mengukur kemampuan keuangan agar tidak timbul masalah. Hal yang hampir sama yang saya hadapi ketika saya bersekolah. Orang tua saya memang memilih sekolah yang masih dapat dijangkau biayanya. Saya masih ingat betul ketika saya memilih SMA dibilangan jalan Salemba, Jakarta. Kedua orangtua saya memberikan alasan agar saya mencoba memilih sekolah lain. Saya menurut saja ketika itu dan memilih sekolah di wilayah cempaka putih. Setelah saya bersekolah beberapa bulan baru saya ketahui SMA di jalan Salemba itu sekolah elit yang didominasi anak anak orang kaya.
Biaya sekolah saat ini memang luar biasa. Saya tak perlu menuliskan di artikel ini karena ini termasuk dalam kategori ‘rahasia umum’. Semua orangtua pernah mengalami atau mungkin akan mengalaminya kelak.
Sejatinya biaya sekolah sudah disiapkan sebelumnya. Ada perangkat keuangan yang membantu menyiapkan hal tersebut, ada yang berbentuk asuransi, tabungan atau mekanisme lain.
Saya sendiri menyiapkan dalam bentuk tabungan pendidikan. Sebuah rekening yang disiapkan untuk biaya pendidikan. Tapi biar sudah disiapkan, jumlahnya tentu terbatas. Maka dengan bijak saya harus mengkomunikasikan kepada anak saya berapa biaya yang disiapkan. Patokan saya memang dimulai dengan biaya pendidikan yang tersedia. Saya tidak ingin berbohong tentang kemampuan keuangan yang saya miliki. Saya juga tidak ingin mematikan apa yang dicita citakan anak saya. Bila biaya pendidikannya tidak cukup namun pilihan sekolah yang diinginkan memang sudah bulat ingin dipilih maka saya akan mengajak anak untuk berdiskusi memecahkan masalahnya.
[caption caption="Ilustrasi (sumber : theasianparent.com )"]
Diskusi Tentang Pilihan Profesi yang akan Dipilih
Memilih sekolah anak harus mengikuti apa profesi (baca : cita cita) yang akan dipilih anak. Untuk hal ini saya selalu memantau apa yang jadi profesi keinginan anak. Biasanya anak sudah memiliki profesi sejak duduk di bangku TK. Saya membiasakan anak untuk punya profesi pilihan sejak kecil. Bukan sekedar bertanya iseng lalu menganggap pilhan anak sebagai angin lalu saja. Saya selalu berusaha mendekatkan profesi yang dipilih dengan apa yang harus disiapkan sejak kecil.
Anak bungsu saya memilih menjadi seorang polisi wanita (polwan). Maka sejak kecil saya sudah mengajak anak mengenal apa tugas tugas seorang polisi. Lalu apa yang harus disiapkan sejak kecil. Maka anak bungsu saya sudah memilih belajar karate . Olahraga fisik yang mengajari kekuatan, keberanian dan ketangkasan. Anak bungsu saya juga menyukai olahraga fisik lainnya seperti renang . Sesuatu yang dibutuhkan untuk menjadi polwan.
Anak sulung saya memilih profesi sebagai ekonom. Saat ini anak sulung saya duduk dibangku SMP kelas tiga . Saya juga sudah menjelaskan ranah pekerjaan seorang ekonom. Pekerjaan apa yang bisa dilakukan seorang ekonom. Tentu saya menjelaskan apa yang harus disiapkan. Mata pelajaran apa yang harus dikuasai dengan baik. Termasuk meraih nilai maksimal untuk memudahkan masuk ke jenjang SMA.
Saya menggambarkan alur yang harus dilalui anak untuk meraih profesi pilihannya. Dengan menggambarkan alur , anak akan mengerti proses meraih profesi . Tahapan tersebut sudah harus disiapkan sejak anak duduk dibangku SD.
Profesi atau cita-cita bukanlah hal yang mengawang awang. Ketika anak sudah memiliki pilihan profesi maka saya sebagai orangtua akan terus mengingatkan profesinya kelak. Kalaupun ada perubahan saya akan mengikuti pilihan profesi barunya. Anak bungsu saya dulunya ingin menjadi guru lalu berubah ingin menjadi polwan. Saya tak pernah mempengaruhi pilihan profesinya. Semuanya mengalir seperti apa yang dipilikirkan anak saja.
Setelah alur meraih profesi dibuat, saya dan anak lalu menetapkan pilihan sekolah yang cocok untuk meraih profesi tersebut. Anak punya pilihan penuh untuk memilih sekolah . Saya hanya memberikan pilihan pilihan yang bisa diambil.
Dari jauh hari anak sudah dapat membayangkan profesi yang ia pilih.Tentu saya melakukan ini dengan suasana yang menyenangkan. Tanpa tekanan dengan target yang mengekang. Jangan sampai anak menjadi tertekan oleh pilihannya seperti punya hutang untuk di lunasi .
Untuk memilih sekolah saya hanya memberikan masukan dan pandangan. Maka saya akan mengajak anak berkeliling melihat secara langsung dan bertanya kepada pihak sekolah dan beberapa murid . Harapannya anak lebih yakin dimana ia akan bersekolah. Lakukan ini satu tahun sebelum anak lulus. Minimal enam bulan sebelum anak akan menentukan pilihan. Ingat yang akan merasakan langsung adalah anak bukan orangtuanya. Jadi jangan pernah karena alasan gengsi atau alasan yang tidak meyakinkan orangtua memaksa anak untuk bersekolah disebuah tempat yang tidak disenangi anak. Apalagi tidak sesuai dengan profesi yang diinginkan anak.
Jenjang Perguruan Tinggi yang Dipilih
Hal yang penting untuk meraih profesi adalah jenjang perguruan tinggi. Atau jenjang setelah SMA. Pendidikan tinggilah yang menjadi acuan pendidikan seseorang. Cobalah tengok biografi atau data diri seseorang yang biasanya hanya mencantumkan pendidikan tingginya saja.
Saya sendiri menganggap pendidikan perguruan tinggi sebagai titik krusial dalam jenjang pendidikan seseorang. Berhasil atau tidaknya seseorang dalam pendidikan formal lihatlah hasil akhir pendidikan tingginya. Nilai IPK menentukan dan menjadi prasyarat didunia kerja. Suka atau tidak nilai IPK menjadi angka keramat bagi seseorang. Bila dibawah angka 3 , akan terbatas mencari kerja . Dunia kerja profesional akan melihat latar belakang perguruan tinggi lalu nilai IPK baru setelah itu dipanggil untuk mengikuti serangkaian tes.
Memilih perguruan tinggi sudah dipersiapkan sejak hari pertama anak bersekolah dijenjang SMA. Bila ingin melanjutkan perguruan tinggi negeri papan atas maka nilai matapelajaran harus mencapai angka aman. Selama enam semester angka dalam posisi aman terkendali.
Untuk memilih perguruan tinggi, biarkan anak menentukannya sendiri. Orangtua hanya mengarahkannya saja. Teknologi informasi saat ini sudah sangat cepat dan akurat. Hanya diperlukan analisa dan komparasi antar data perguruan tinggi. Walau begitu perlu juga untuk mengunjungi kampus yang dipilih untuk bertanya dan melihat langsung fisik dan kelengkapan kampus .
Persiapkan Profesi Alternatif
DI era ini banyak profesi yang dulunya sama sekali tidak ada dan tak terpikirkan oleh orang. Kelak , semakin banyak profesi yang baru ada seiring perkembangan teknologi dan zaman. Termasuk profesi yang akan hilang tergerus zaman.
Menjadi orang sukses ada banyak jalan. Tak bisa lagi orang mengklaim bahwa profesinya yang paling mentereng. Profesi berkilau ketika orang tersebut punya kapabilitas yang mumpuni dibidangnya.
Keberhasilan dimungkinkan lahir dari berbagai bidang. Parameternya juga tidak semuanya sama. Seorang ilmuan, peneliti yang terkungkung dibalik ruangan laboratorium mungkin tak terkenal. Namanya terkubur karena tidak mengkilap seperti profesi artis atau pemain film layar lebar. Tapi kemanfaatan seorang ilmuan dan peneliti sangat dibutuhkan banyak orang. Bagaimana menemukan sebuah varietas unggul tanaman padi yang tahan hama dan tahan kekeringan.Ini hanya sebuah contoh saja. Banyak penemuan yang dapat memudahkan banyak orang dimuka bumi ini padahal kita tak tahu siapa penemunya.
Profesi adalah jalan hidup seseorang. Karena kita sesungguhnya akan memilih sebuah profesi . Bermanfaat dalam profesi yang kita pilih. Alangkah mulianya kita bila kita membantu anak untuk menemukan dan meraih profesi mereka jauh sebelum mereka benar benar merasakan profesinya kelak. Semoga saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H