[caption caption="Yang tersisa dari Keraton Kaibon | Foto : Rushan Novaly"][/caption]
Seperti juga pusat kerajaan di Nusantara , Kesultanan Banten memiliki hal yang serupa dimana pusat pemerintahan dibangun tak jauh dari pesisir laut. Kesultanan Banten merupakan pemerintahan yang sangat dipengaruhi oleh kerajaan Islam dipesisir utara pulau Jawa.
Pengaruh dari Kesultanan Demak dan Kesultanan Cirebon terasa sekali pada beberapa arsitek bangunan. Pemilihan lokasi bangunan yang dialiri sungai . Dimana sungai memiliki peran penting dalam transportasi, air baku minum, pendingin udara hingga sebagai landskap keiindahan keraton.
Maka akan selalu ditemui kolam kolam air dilingkungan kraton. Baik sebagai “sendang” atau sebagai kolam air yang berisi tumbuhan air.
Hal ini juga ditemui di Keraton Kaibon. Salah satu keraton yang dimiliki kesultanan Banten selain keraron Surosowan. Menjadi pertanyaan adanya dua kraton yang berdiri tak jauh diantara keduanya.
Bila menilik letak lokasi , Keraton Kaibon yang bila diartikan sebagai “Keibuan” karena didiami seorang Ratu yang sedang memerintah karena sang Sultan masih kanak kanak berada agak menjorok ke arah selatan. Didirikan disisi sungai yang bisa menghubungkan Keraton Kaibon menuju Keraton Surosowan dan pelabuhan Kramatwatu.
Keraton Kaibon didiriikan pada sekitar tahun 1809 sebagai tempat tinggal Ratu Aisyah yang menjadi Ibunda Sultan Syafiudin. Keraton Kaibon tak lama dipakai oleh Ratu Aisiyah karena menjelang tahun 1816 Kesultanan Banten yang memang telah dikuasai pemerintah kolonial Belanda membekukan pemerintahan Kesultanan Banten yang telah ada sejak tahun 1552 .
Perseteruan Kesultanan Banten dengan penjajah kolonial Belanda menghebat ketika Sultan Ageng Tirtayasa memimpin Kesultanan Banten. Belanda sendiri merasa terancam dan dirugikan karena pelabuhan Sundakelapa kalah pamor dengan pelabuhan Banten yang berada di Kramatwatu.
Masa keemasan kesultanan Banten dimana pelabuhan Banten menjadi pelabuhan internasional. Dan menjadi rute para saudagar nusantara. Di pelabuhan Banten pertama kali pula Cournelis de Houtman (Belanda) menginjakan kakinya pada tahun 1596 untuk berdagang dan mencari pusat penghasil rempah rempah.
Belanda yang licik akhirnya tak hanya berdagang tetapi bermaksud menjajah dengan kekuatan armada perangnya. Aksi licik Belanda ternyata tak bisa dibendung . Satu per satu kerajaan nusantara berhasil ditekuk lutut baik dengan jalan perang terbuka hingga jalan licik adu domba dengan siasat devida et impera.
[caption caption="Bangunan yang berfungsi sebagai Masjid | Foto : Rushan Novaly"]