Keraton Kaibon sebagai “Ratu Centris”
Keraton Kaibon sebagai pusat pemerintahan pasca diruntuhkannya Kraton Surosowan pada tahun 1680 ketika perang yang terjadi antara sultan Ageng Tirtayasa dengan pemerintahan kolonial Belanda. Kraton Kaibon berdiri diatas tanah seluas empat hektar. Pada zamannya bangunan kraton Kaibon merupakan bangunan paling megah yang dilewati aliran sungai.
Dibangun menggunakan batu bata yang dibuat dengan campuran batu karang dan tanah liat. Lantai yang terlihat dari sisa sisa bangunan sejenis lantai coklat . Dibagun dengan gerbang utama paduraksa yang punya nilai filosofi Islam. Dimana jumlahnya mengikuti jumlah rukun Islam .
Keraton Kaibon juga memiliki sebuah masjid . Berada di lantai paling tinggi. Mihrab untuk Imam sholat masih terlihat. Sisa sisa masjid masih nampak . Untuk menuju bangunan masjid terdapat undak undakan . Ukuran masjid memang tidaklah terlalu luas sekitar 8 X 8 meter persegi. Diperkirakan sebagai masjid Kraton , tempat sakral ini digunakan untuk perayaan atau upacara keagamaan para anggota kesultanan. Seperti khitan atau uapacara pemberian nama.
Keraton Kaibon masih memiliki pintu gerbang , gapura hingga bentuk beberapa bangunan yang masih bisa dilihat fungsi awalnya. Walau telah dibongkar pada tahun 1832 bangunan kraton masih menyisakan kemegahannya.
Keraton Kaibon merupakan sebuah kompleks keraton yanng berisi tempat kediaman Ratu Aisyah dan sang Sultan Syafiudin . Kamar pribadi Ratu juga masih terlihat walau tinggal sisa sisa bangunan. Di kamar pribadi Ratu terdapat lubang air yang digunakan sebagi upaya mendinginkan udara. Layaknya AC alami. Air yang dialiri melalui lubang khusus ini diyakini bisa menurunkan suhu hingga 2-3 derajat dari suhu ruang.
Didalam areal kraton juga terdapat “sendang” tempat mandi para putri kraton. Sebagai kraton yang dibangun pada abad ke-19 . Keraton Kaibon sudah mengadopsi beberapa kemajuan arsitektur. Dengan penggunaan batu bata dan lantai khusus diperkirakan keraton Kaibon sudah menuju bangunan pada zamannya. Seperti bangunan yang juga dibangun pada abad 19 yang menggunakan batu bata.
Dari ukurannya terlihat batu bata yang digunakan berukuran jauh lebih besar ketimbang batu bata zaman sekarang. Tembok sekeliling Kraton juga dibangun dengan ketebalan antara 0,2-1 meter . Dengan corak bentar yang menyerupai kraton yang ada di pulai Jawa.
Menurut sejarawan Antony Miller , Kesultanan Islam tumbuh dan berkembang dengan pola “raja sentris”. Dimana peran raja memilki pengaruh yang sangat besar dan kuat. Hal ini lazim terjadi di pulau Jawa dan beberapa tempat lainnya. Uniknya tidak setiap kerajaan atau kesultanan Islam menerapkan hal ini. Di beberapa daerah Kesultanan Islam hadir jauh lebih kompleks dengan mendukung pertumbuhan kota, pluralisme sosial dan batas batas kekuasaan yang terlembagakan.
Begitu pula apa yang terjadi pada kesultanan Banten , Peran Ratu Aisyah yang menjadi pengganti sementara hingga Sultan Syafiudin mencapai usia dewasa. Sayangnya , pemerintah kolonial Belanda sudah mengintervensi kekuasaan sultan Banten. Hingga peran kekuasaan sultan sangat dibatasi. Hal ini dapat dilihat bagaimana pihak kolonial Belanda bisa mengatur siapa orang yang akan diangkat menjadi Sultan.
Kawasan Banten Lama Saat ini