Padahal mayoritas jumlah pekerja di Indonesia adalah pekerja informal yang tidak mendapat upah. Seperti petani, nelayan, pedagang, pengepul, penyedia jasa, seniman, pekerja kreatif hingga pekerja profesional seperti dokter , arsitek, pengacara, guru dan lain lain. Jumlahnya juga tak tanggung tanggung mencapai lebih dari 60 persen jumlah pekerja Indonesia atau sekitar 74 juta orang sedang pekerja formal penerima upah hanya bertengger pada angka 43 juta orang.
Sesuai amanat undang undang tentang sistem jaminan sosial tenaga kerja. BPJS Ketenagakerjaan mempunyai tanggung jawab untuk merangkul para pekerja informal. Mensosialisaikan manfaat dan kegunaan jaminan sosial ketenagakerjaan. Pada tahun 2014 BPJS Ketenagakerjaan memasang target 1 juta peserta non formal. Sebuah target realistis yang dipatok. Bila dibanding jumlah pekerja informal target itu nampak seperti tanaman bonsay di antara pepohonan yang lebat.
Untuk mencapai jumlah kepersertaan yang lebih besar maka perlu dilakukan sosialisasi secara masif dan luas. Menembus semua lapisan masyarakat, mengunakan segala media yang ada baik konvensional maupun digital. Selain itu tentu terkait tingkat kepuasan pelayanan yang harus ditingkatkan.
Dengan jumlah pekerja saat ini nampaknya perlu dipikirkan untuk menambah jumlah unit layanan di wilayah industri yang memiliki jumlah pekerja cukup banyak seperti di Jabotabek. Terjadi load yang sangat tinggi .
Atau lebih dimasifkan pelayanan digital yang terintegrasi. Jadi orang tak perlu datang lagi ke cabang BPJS Ketenagakerjaan hanya untuk proses klaim . Memang saat ini sudah tersedia fitur e-klaim. Hanya saja belum tersosialisasi dengan baik.
Peran media baik cetak, elektronik dan digital perlu dilibatkan untuk mensosialisaikan kepada para pekerja informal agar mau dengan sukarela mendaftarkan diri. Bila dibanding BPJS Kesehatan jumlah peserta non formal BPJS Ketenagakerjaan kalah jauh. Penyebabnya adalah seperti yang saya dapatkan dari seorang tukang ojek yang tinggal di Tangerang.
“Untuk bayar iuran BPJS Kesehatan saja saya harus merogoh kocek lebih dari seratus ribu sebulan , apalagi kalau harus membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan. Waduh saya agak susah. Saya lebih memilih BPJS Kesehatan saja. “ ujarnya sambil duduk diatas motor lawasnya didepan stasiun Tigaraksa ketika saya tanya tentang BPJS Ketenagakerjaan.
[caption caption="Pekerja Informal yang menjadi mayoritas pekerja Indonesia | Sumber : e-magazine Bridge"]
Memang suara hati tukang ojek ini tidak bisa digenelisir. Tidak bisa diambil menjadi patokan umum. Walau pada kenyataannya hal itu menjadi jawaban banyak pekerja informal di Indonesia. Membayar dua jaminan sosial setiap bulan kadang membuat sebagian pekerja informal keberatan. Memang ini terkait dengan pola pikir yang masih terkendala. Tingkat kesadaran yang masih kurang menjadi persoalan yang harus segera diatasi melaui sosialisasi dan edukasi. Tak mudah memang tapi bukan hal yang mustahil.
Peran Pemerintah Daerah dalam Jaminan Sosial Tenaga kerja Informal
BPJS Ketenagakerjaan tidak bisa bekerja sendiri. Dalam mengimplementasikan amanat UU No 24 tahun 2011 tentang BPJS. Perlu dukungan dari pemangku kebijakan ditingkat daerah baik tingkat provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota.