[caption caption="Pekerja di sebuah pabrik di daerah Balaraja | Sumber gambar : Arif Kamaludin ,Katadata"][/caption]Awal tahun 2016 adalah awal berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Itu artinya kawasan Asean akan menjadi pasar bebas ekonomi negara negara anggota Asean. Jadi , semua negara anggota ASEAN punya hak untuk masuk ke negara anggota Asean lainnya. Baik melakukan kerjasama perdagangan, membuka cabang perusahaan, cabang pemasaran, cabang lembaga keuangan hingga bekerja di hampir semua sektor pekerjaan di negara negara anggota Asean.
Artinya orang Indonesia boleh bekerja ke negara Malaysia atau Vietnam dengan lebih mudah.Begitu pun sebaliknya, orang Malaysia atau Thailand boleh mencari kerja di Indonesia. Pasar terbuka ini memungkinkan setiap orang mencari pekerjaan di semua negara anggota Asean. Bisa dibayangkan bila hal ini terjadi maka ratusan ribu orang akan berlomba mencari pekerjaan di Indonesia dari sembilan negara anggota ASEAN lainnya.
Kawasan Asean adalah kawasan yang sangat potensial. Dengan jumlah penduduk lebih dari setengah milyar orang. Pendapatan perkapita kawasan Asean juga sangat menggiurkan walau tidak seragam. Untuk sumber daya alam, kawasan Asean sangat menentukan harga dunia untuk beberapa komoditi , seperti CPO kelapa sawit, karet, bauksit, Teh, Kopi dan beberapa komoditas unggulan lainnya .
Indonesia sebagai negara anggota Asean menjadi negara penting dalam MEA. Dengan jumlah penduduk terbesar dan bentang luas wilayah yang hampir setengah dari kawasan Asean. Indonesia menjadi kunci penting dalam percaturan ekonomi kawasan regional ini. Walau secara sumber daya alam(SDA) dan jumlah sumber daya manusia (SDM) Indonesia menjadi yang terbesar tidak serta merta posisi Indonesia diuntungkan. Secara kuantitas Indonesia unggul tapi secara kualitas Indonesia belum tentu bisa bersaing .
Rendahnya Ketrampilan Pekerja Indonesia
Dalam menghadapi persaingan global dalam skala regional Asean, pekerja Indonesia masih kalah bersaing. Tingkat ketrampilan yang dimiliki masih dibawah pekerja asal negara negara Asean lainnya seperti para pekerja terampil asal Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Filipina. Lima negara ini memiliki tenaga kerja terampil yang akan ‘menggusur ‘ pekerja Indonesia. Hal ini menyebabkan tenaga kerja Indoensia hanya terpakai pada level paling bawah yang hanya menggunakan tenaga otot alias ketrampilan rendah.
Menghadapi hal ini pemerintah berupaya menyiapkan paket kebijakan ekonomi terkait peningkatan ketrampilan tenaga kerja dan pendalaman pasar atau financial deepening. Dengan paket kebijakan ini pemerintah berharap tingkat kesenjangan tenaga kerja Indonasia bisa dipersempit. Dengan waktu yang tinggal menunggu hari saja nampaknya paket kebijakan ini tidaklah efektif.
Bank Dunia melansir sebuah data yang membuat miris, ketimpangan tenaga kerja Indonesia dimulai sejak anak anak Indonesia lahir . Ini disebabkan karena tidak ada akses sanitasi, kesehatan dan pendidikan yang baik terutama di wilayah Indonesia timur.
Selain itu Bank Dunia mencatat , pemberi kerja mulai mencari tenaga kerja dengan tingkat ketrampilan tinggi , pekerja siap pakai yang memiliki dasar ketrampilan yang bisa langsung diterapkan di dunia kerja. Fakta yang sangat menyedihkan adalah hanya lima persen perusahaan yang mau memberikan pelatihan kerja bagi karyawannya. Sisanya sembilan puluh lima persen tak memberikan pelatihan artinya : Perusahaan hanya menerima tenaga kerja yang sudah memiliki ketrampilan yang mereka butuhkan.Â
Saat ini 54 % pekerja Indonesia bekerja pada sektor informal yang hanya mendapatkan upah rendah namun harus bekerja lebih keras. (Data Bank Dunia)
Tentu hal ini akan menjadi kendala bagi tenaga kerja Indonesia yang akan memasuki dunia kerja. Sementara pekerja asing yang datang dari negara tetangga sudah memiliki ketrampilan yang dibutuhkan . Bila hal itu terjadi bisa dibayangkan jumlah pengangguran akan naik secara signifikan.