Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Paris dan Konstelasi Dunia Barat

16 November 2015   15:45 Diperbarui: 16 November 2015   17:14 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam waktu hampir bersamaan. Di akhir pekan yang seharusnya penuh kegembiraan teror itu datang. Teror yang dialamatkan langsung dipusat kota mode dunia. Paris terguncang malam itu (13/11) . Pertadingan persahabatan Prancis dan Jerman yang dihadiri Presiden Prancis Francois Hollande itu berubah mencekam.

Ribuan orang tertahan di stadion Stade de France, Tiga bom meledak diluar stadion. Empat orang tewas. Horor malam itu juga melanda Restoran Le Petit Cambodge . Dua orang bersenjata kalasnikov menembaki pengunjung restoran secara membabi buta. Pengunjung berhamburan , rasa takut dan ngeri menghantui pengunjung restoran malam itu. Korban tewas dan luka berjatuhan.
Aksi koboy para teroris ternyata juga terjadi dibeberapa ruas jalan di Paris. Rue de Charonne di luar bar La Belle Equipe menjadi titik serangan para teroris yang lain. Korban tewas dan luka jatuh di ruas ini. Serangan juga dilaporkan terjadi di Les Halles di ruas Rue de la Fointaine.

Aksi yang paling mencekam terjadi di konser musik di Teater Bataclan . Empat teroris masuk ke dalam teater sambil membawa senjata otomatis dengan badan terikat bahan peledak. Suasana mencekam itu berubah menjadi ladang penembakan secara acak. Teroris yang menyandera menjadi sangat brutal. Tiga orang meledakkan diri dan satu orang tertebak petugas keamanan Prancis yang meyerbu masuk ke dalam Teater Bataclan. Korban terbanyak jatuh di tempat ini.

Dalam laporan terakhir 152 orang tewas pada malam mencekam itu. Ratusan orang terluka dan dilarikan ke rumah sakit terdekat. Keadaan benar benar kacau. Paris benar benar lumpuh. Kota penuh cinta itu berubah menjadi kota penuh horor. Menara Eiffel menjadi saksi atas keberutalan aksi biadab orang orang yang tak memiliki hati nurani.

Kenapa Paris ?

Lalu pertanyaan itu menyeruak. Kenapa Paris ? kenapa tidak London, Washington, New York ,Berlin, Canberra atau Toronto. Atau kota besar lainnya di Eropa atau di Kota besar di Rusia. Tentu jawaban ini akan sulit dijawab. Kecuali dijawab langsung oleh si peneror sendiri.

Prancis memang bukan pertama kali diserang teroris. Negara Eropa ini kerap menjadi sasaran serangan teror. Pada tahun 2015 ini saja ada dua serangan teroris yang paling mematikan terjadi. Pada 7 Januari 2015 kantor redaksi majalah satir “Charlie Hebdo” di serang tiga orang bersenjata. Rapat redaksi yang harusnya berjalan damai berubah menjadi ajang pembantaian. Dua belas orang tewas pada kejadian itu. Lalu pada 9 Januari sepasang suami istri Amedy Coulibaly dan Hayat Boumeddiene menyandera 30 orang disebuah swalayan khusus Yahudi. Empat pengunjung tewas ketika itu.

Penyerangan kantor redaksi “Charlie Hebdo” ini terkait penghinaan kartun mirip Nabi Muhammad . Majalah kontroversi ini sebenarnya pernah di lempari bom molotov pada November 2011 pada kasus yang hampir serupa.

Prancis memang punya sejarah kelam pada koloni jajahannya di Afrika utara. Ingatan masalalu yang kelam ini seakan menjadi warisan hitam yang selalu dikenang . Marginalisasi warga pendatang dari negara negara Afrika utara memang menjadi bara dalam sekam yang akan terus mengusik negara yang menganut Liberte, Egalite, Fraternite. Pandangan miring terhadap wajah pendatang ini dirasakan ketika Prancis menjuarai piala eropa dan piala dunia pada tahun 1998. Saat itu sebagian warga Prancis tidak merasa bangga negaranya memperoleh tropi paling tinggi di ajang sepakbola. Apa pasalnya ? karena mayoritas pemain timnas Prancis dihuni para warga yang berasal dari negara negara Afrika Utara.

Prancis juga punya sejarah kelam ketika Revolusi Prancis . Ribuan orang yang berbeda pandangan politik disingkirkan dalam upaya mengamankan jalannya Revolusi. Adalah Maximilien Francois Marie Isidore de Robespiere (1758-1794) yang membenarkan kekerasan, kekejaman boleh dilakukan demi tercapainya sebuah tatanan pemerintahan yang baik. Maka fase 1793-1794 menjadi tahun regime de la terreur . Pada rezim ini banyak lawan politik atau orang dicurigai menemui ajalnya di pisau guillotine dengan kepala terpenggal. Raja Louise XVI menenui kematiannya di pisau guilotine juga Ratu Marie Antoinette yang menenui nasib yang serupa.

Tentu sejarah kelam zaman Revolusi Prancis tidak serta merta menjadi alasan para teroris pada serangan Jum’at malam kemarin. Ada hal lain yang menjadi alasan kenapa para teroris yang diduga berasal dari negara ISIS ini mau terbang jauh jauh hanya untuk membuat ulah tak beradab . Alasannya tentu serangan balasan atas apa yang dilakukan pemerintahan Prancis dalam serangan ke wilayah mereka di Irak dan Suriah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun