Alumina atau biasa di sebut aluminium oksida dengan kode kimia (Al203) adalah proses pemrosesan bijih bauksit yang digiling lalu dicampurkan dengan kapur dan soda kaustik. Campuran ini lalu dialirkan menuju ruang bertekanan dan bersuhu tinggi. Setelah itu diendapkan hingga mencapai suhu ruang. Pemrosesan selanjutnya adalah pencucian menggunakan air. Setelah pemrosesan pencucian guna menghilangkan kadar air dilakukan pemanasan kembali dengan suhu tertentu. Hasil yang didapat seperti bubuk gula putih . Inilah yang disebut dengan Alumina.
Giliran Faisal basri memberikan pendapatnya. Pria yang pernah dipercaya menjadi ketua tim tata kelola migas ini bersuara lantang dengan menunjuk hidung mantan Menko Perekonomian Hatta Rajasa sebagai orang yang harus bertanggung jawab dalam penerbitan Permen ESDM No.1 Tahun 2014. Pelarangan ekspor bijih bauksit ini menurut Faisal Basri punya hubungan dengan perusahaan aluminium terbesar asal Rusia, UC Rusal. Perusahan ini pernah datang pada tahun 2007 untuk menanamkan investasi membuat smelter alumina di kalimantan barat. Tapi nyatanya hingga saat ini perusahaan yang dijanjikan tak kunjung muncul.
Pelarangan ekspor bijih bauksit Indonesia ke pasar Internasional membuat supply bauksit menurun dan membuat harga bauksit dunia terus merangkak naik. Keadaan ini disinyalir Fasisal basri menguntungkan UC Rusal.Apalagi awal 2014 sedang dimulainya pertarungan perebutan kursi RI satu . Dimana Hatta Rajasa juga menjadi calon wapres. Maka Faisal Basri mempunyai pendangan tersendiri mengenai hal ini. Namun lepas dari pendapat dan opini pribadi Faisal Basri pelarangan ekspor bauksit punya dampak yang cukup besar bagi perekonomian beberapa daerah penghasil bijih bauksit.
Ery Sopyan yang ikut menjadi narasumber menceritakan kronologi keluarnya Permen ESDM No.1 tahun 2014 itu. Pria yang dipercaya menjadi ketua asosiasi pengusaha Bauksit ini mengaku kecewa dan tidak habis pikir dengan pemerintah yang dengan teganya memotong jalur hidup sebuah usaha perekonomian. Padahal sebelumnya sudah ada statement dari Menko Perekonomian Hatta Rajasa ketika itu agar negara tidak kehilangan devisa, pendapatan pajak dan terjadinya PHK. Namun sayang hasil terakhir malah berbeda. Keluarnya Permen ESDM No.1 tahun 2014 benar benar pukulan telak yang mematikan.
Hulu-Hilir yang tak berjalan Mulus
Bijih bauksit pertama kali ditemukan di Indonesia sejak tahun 1924 di Pulau Bintan, Riau. Penambangan bijih bauksit sendiri mulai dilakukan pada tahun 1935. Sejak zaman Belanda hingga zaman kemerdekaan bijih bauksit telah menjadi salah satu bahan tambang dan diekspor ke negara negara tetangga. Pada tahun 1968 , pemerintah menunjuk PN Aneka Tambang (ANTAM) untuk melakukan penambangan di pulau Bintan. Kualitas bijih bauksit dari pulau bintan juga disebut sebut bijih bauksit berkualitas baik. Penambangan bijih bauksit di pulau Bintan ditutup pada tahun 2009.
Pemrosesan hulu ke hilir bijih bauksit berjalan tidak semulus yang diharapkan. Walau pemerintah sudah berencana membangun proyek Chemical Grade Alumina di wilayah Tayan, kalimantan barat. Proyek ini direncanakan akan berproduksi hingga 300 ribu ton CGA dan menelan investasi sebesar US$ 490 juta. Proyek ini bekerja sama dengan konsorsium dari Jepang. dan dibiayai oleh konsorsium perbankan Jepang.
Proyek Smelter Grade Alumina juga direncanakan dibangun diwilayah Mempawah, masih di Kalimantan Barat. Proyek ini direncakan berproduksi dengan kapasitas 1,2 juta metrik ton SGA. Statusnya hingga saat ini masih dalam kajian internal terhadap hasil studi kelayakan. Estimasinya commising pada tahun 2017.
Pembangunan smelter alumina membutuhkan nilai investasi yang cukup mahal. Seperti investasi pada bidang pertambangan yang sarat akan teknologi dan padat modal. Smelter Alumina dalam proses hilirisasi berjalan lamban dan terkendala nilai investasi yang besar.