Kesempatan bertugas di  Sidoarjo membuat saya punya kesempatan mengunjungi lumpur lapindo di wilayah porong.
Sebelum berangkat menuju Sidoarjo saya mendapat permintaan dari beberapa teman untuk mengunjungi sumber semburan lapindo. beberapa orang malah minta dibawakan serpihan lumpur dari lapindo sebagai kenang kenangan.
Saya meng-iyakan saja permintaan teman teman saya tersebut. Walau dalam hati saya juga sebenarnya sangat ingin melihat langsung apa yang terjadi di sidoarjo tersebut. Toh, perjalanan tugas ke sidoarjo belum tentu saya dapatkan lagi.
Namun mengingat tugas ke sidoarjo cukup penting dan memiliki beban kerja yang sangat padat. Saya harus mengatur waktu agar bisa mencuri waktu mengunjungi wilayah porong. Dan waktu yang memungkinkan adalah pagi pagi sekali sebelum jam kerja.
Maka sehabis sholat subuh saya langsung bergegas meninggalkan hotel . Sebelumnya saya sudah mencari tahu arah dan cara menuju porong. Maklum saya tak menggunakan kendaraan perusahaan karena tempat yang saya tuju bukan bagian dari pekerjaan. Tak elok menggunakan fasilitas perusahaan untuk kepentingan pribadi. Semua ongkos ke porong adalah uang pribadi.
Pagi pagi sekali saya sudah menyetop angkot. Hanya dua kali berganti angkot sampailah saya ke tempat yang dituju. Sebuah tempat yang sangat terkenal ke seantero negeri.
Kejadian semburan lumpur yang tak terkendali itu menenggelamkan beberapa desa dan merusak struktur bangunan disekitarnya.
Sesampainya di sisi tanggul yang tingginya hampir 10 meter. Tanggul yang menjulang itu tersusun dari batu batu cadas berupa undak undakan dengan jaring kawat baja sebagai pengikatnya.
Tanggul lumpur itu dibuat agar luapan lumpur tidak meluber menuju jalan raya porong dan jalur kereta api Surabaya- Malang yang berada disisi tanggul.Â
Sebelum naik tangga seorang lelaki segera menghampiri saya untuk meminta uang . Semacam harga tanda masuk (HTM) . Lelaki itu berdalih uang itu untuk perawatan tangga dan pengumpulan uang bagi para korban lumpur.
Ia sendiri mengaku sebagai korban lumpur lapindo. Karena tak mau pusing saya bayar saja jumlah uang yang diminta laki laki tersebut.
Toh, kalau saya tak mau bayar saya bisa dipastikan tidak dapat melihat lumpur lapindo yang kini sudah didepan mata.
Setelah membayar saya pun menaiki tangga kayu. Karena masih pagi dan hari kerja tak ada seorang pengunjung selain saya.
Padahal menurut info bila hari libur banyak orang dari sekitar sidoarjo bahkan dari daerah yang jauh datang berwisata di areal lumpur lapindo.
Untuk kepentingan pengendalian lumpur di atas tanggul dibuat jalan untuk memudahkan alat berat badan penanggulan lumpur sidoarjo (BPLS) bergerak. Ditengah danau lumpur terlihat beberapa alat berat milik BPLS teronggok.
Ketika saya mengunjungi lumpur lapindo memang sedang ada permasalahan terkait tuntutan korban lumpur lapindo yang belum dipenuhi pihak PT Minarak Lapindo dan pemerintah.
Korban lapindo memang tidak mengijinkan pihak BPLS melakukan kegiatan apapun. Coretan bernada protes di sebuah pos BPLS bisa saya lihat penuh emosi. Beberapa alat berat juga menjadi sasaran coretan .
Walau agak terganggu dengan tawaran kedua lelaki tersebut saya berhasil mengulur waktu dan memanfaatkan keduanya sebagai sumber berita.
Kedua lelaki itu juga mengaku sebagai korban lumpur lapindo. Bahkan mereka dengan sedikit emosi mengumpat pihak-pihak tertentu yang tak adil dan tidak peduli terhadap korban semburan lumpur.
Saya terus memancing keduanya bercerita tentang lumpur lapindo. Mereka juga menunjukkan dimana dulu rumah mereka dan beberapa kuburan orang tua dan orang orang yang mereka cintai.
Dengan cukup detail mereka bercerita tentang desa mereka. Termasuk kehidupan mereka saat ini yang harus menyewa sebuah rumah petak yang kurang layak.Â
Sayangnya saya tak bisa berlama lama mengunjungi lumpur lapindo. Saya harus kembali ke hotel untuk sarapan pagi. Jam 10:00 pagi adalah jam terakhir hotel memberikan layanan sarapan pagi kecuali saya akan mencari makan diluar hotel.
Selain Pekerjaan Stock Opname juga sudah menunggu di salah satu gerai Toko perusahaan kami yang beroperasi di kota Sidoarjo.
Dalam satu tahun, sesuai standar prosedur internal Perusahan  setiap gerai toko harus dilakukan dua kali stock take (stock opname).
Biasanya pada semester 1 diadakan pada bulan April dan semester 2 pada bulan Oktober. Â Maka setiap bulan April dan Oktober saya mendapat kesempatan keluar kota sebagai wakil Head Office untuk membantu dan memastikan gerai toko melakukan stock opname sesuai dengan prosedur.
Tentang Lumpur Lapindo
Lumpur lapindo pertama kali menyembur pada tanggal 29 Mei 2006 ketika diadakan pengeboran migas yang dilakukan perusahaan Lapindo Brantas. Lokasi pertama berada di dusun Balangnongo, Desa Renokenongo, Kecamatan Porong.
Kejadian ini sempat menggemparkan dan menjadi headline berita selama beberapa bulan. Berbagai ahli di dunia juga ikut membantu untuk menutup pusat semburan agar tidak meluas. tapi nampaknya usaha itu tidak berhasil. Tercatat 3 kecamatan disekitar semburan terkena dampak. Areal pemukiman, pertanian dan industri akhirnya terendam lumpur panas .
Lumpur lapindo membawa dampak sosial, ekonomi, lingkungan hidup dan mengancam beberapa jalur utama transportasi . Jalan utama seperti Surabaya- Malang, Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi, jalan tol Surabaya-Gempol hingga jalur kereta api Surabaya-Malang.Â
Ganti rugi korban lumpur Lapindo juga mengalami permasalahan. Pemerintah akhirnya ikut campur melalui dana talangan. Namun diluar itu semua kejadian semburan lumpur Lapindo menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak terutama perusahaan migas yang sedang melakukan pengeboran.
Kenangan melihat langsung lumpur Lapindo membawa sebuah perenungan. Dimana kekuatan teknologi manusia takkan mampu menandingi kuasa Tuhan. Maka bersyukur atas nikmat Tuhan menjadi pelajaran berharga pagi itu. Tidaklah pantas kita bersombong diri.
salam merdeka....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H