Ia sendiri mengaku sebagai korban lumpur lapindo. Karena tak mau pusing saya bayar saja jumlah uang yang diminta laki laki tersebut.
Toh, kalau saya tak mau bayar saya bisa dipastikan tidak dapat melihat lumpur lapindo yang kini sudah didepan mata.
Setelah membayar saya pun menaiki tangga kayu. Karena masih pagi dan hari kerja tak ada seorang pengunjung selain saya.
Padahal menurut info bila hari libur banyak orang dari sekitar sidoarjo bahkan dari daerah yang jauh datang berwisata di areal lumpur lapindo.
Untuk kepentingan pengendalian lumpur di atas tanggul dibuat jalan untuk memudahkan alat berat badan penanggulan lumpur sidoarjo (BPLS) bergerak. Ditengah danau lumpur terlihat beberapa alat berat milik BPLS teronggok.
Ketika saya mengunjungi lumpur lapindo memang sedang ada permasalahan terkait tuntutan korban lumpur lapindo yang belum dipenuhi pihak PT Minarak Lapindo dan pemerintah.
Korban lapindo memang tidak mengijinkan pihak BPLS melakukan kegiatan apapun. Coretan bernada protes di sebuah pos BPLS bisa saya lihat penuh emosi. Beberapa alat berat juga menjadi sasaran coretan .
Walau agak terganggu dengan tawaran kedua lelaki tersebut saya berhasil mengulur waktu dan memanfaatkan keduanya sebagai sumber berita.
Kedua lelaki itu juga mengaku sebagai korban lumpur lapindo. Bahkan mereka dengan sedikit emosi mengumpat pihak-pihak tertentu yang tak adil dan tidak peduli terhadap korban semburan lumpur.