Pekerjaan saya sebagai penyelia mitra tani (PMT) yang harus blusukan di desa desa menemui petani untuk memberikan pencerahan dan pembinaan. Saya biasanya menemui pengurus Gabungan kelompok tani (gapoktan) sebagai fasilitator bagi tersedianya modal kerja petani. Pekerjaan saya tentu akan banyak menemui banyak orang selain petani saya juga bertemu dengan penyuluh pertanian lapangan hingga aparat desa terkait.
Menemui petani dipelosok desa denagn areal kerja satu kabupaten bukan pekerjaan ringan. Saya dan lima teman lainnya harus mengunjungi 29 kecamatan dengan rentang jarak yang cukup jauh. Belum lagi medan jalan di kabupaten kami masih banyak dalam kondisi rusak parah. Selain jalan rusak, kemacetan juga menjadi tantangan sendiri. Pabrik pabrik dengan karyawan ribuan menjadi biang kemacetan di kabupaten kami.
Pertemuan dan kunjungan ke petani biasanya dijadwalkan satu kali dalam sebulan untuk satu gapoktan. Dengan 167 gapoktan saya dan lima teman lainnya harus membagi jadwal dan jumlah gapoktan yang harus dikunjungi dan dibina. Bertemu petani yang akan kita temui menjadi suatu keberhasilan tersendiri, karena tidak mudah menemui mereka. Seringkali kami datang tanpa bisa menemui si petani. Rupanya petani zaman sekarang bayak pekerjaan sampingan, atau banyak bisnis lain yang digeluti.
Gratifikasi Yang Terpaksa Kami Terima
Saya dan lima teman lainnya bekerja dalam tim yang solid. Kami berenam melakukan pekerjaan secara profesional, jujur dan bersih. Kami berkomitmen tidak akan melakukan pemotongan , manipulasi atau meminta dana modal kerja petani walau hanya satu rupiah. Kami juga menolak uang 'tanda terima kasih' , 'uang bensin' dan sejenisnya dari petani. Komitmen itu kami jaga sekali. Kami ingin memberikan contoh yang baik dalam hal pembinaan petani
Usaha keras dan pendirian yang teguh agar kami tidak menerima uang dari petani cukup berhasil dan menjadi contoh yang baik. Namun petani rupanya tak kalah akal, mereka tetap saja berusaha memberikan sesuatu kepada kami dalam bentuk lain yaitu sebagian hasil tani mereka. Kami pun terus menolak, dengan cara yang baik tentunya. Namun terkadang petani dengan semangat dan rasa berterima kasih atas kunjungan kami tetap memaksa . Maka terkadang kami harus menerima satu sisir pisang, satu buah nangka, beberapa kilogram beras, satu kilo telur ayam, beberapa kilogram kumbili dan beberapa jenis hasil tanaman lainnya.
Maka setelah selesai membina dan kami pamit pulang, biasanya petani sudah menaruh hasil tani mereka dimotor kami. Walau kami berusaha menolak mereka tetap saja memaksa. melihat ketulusan mereka rasanya kami tak sampai hati juga terus menolak. Kami akhirnya menerima dengan terpaksa. Kami harus memastikan juga bahwa barang yang kami terima bukan sesuatu yang bisa merubah penilaian dan standar pembinaan kami. walau bila dinilai dengan uang jumlah barang yang kami terima relatif kecil kami menganggap ini sudah masuk dalam ranah gratifikasi.
Dalam penjelasan KPK tentang gratifikasi, maka pemberian barang yang kami terima harus dilaporkan kepada pihak KPK untuk dilakukan penilaian. Bila pemberian itu masih bisa ditolerir sebagai hadiah maka akan diijinkan namun bila tidak maka akan disita untuk negara.
Ternyata sulit juga mendidik masyarakat agar tidak memberikan gratifikasi kepada petugas dan aparat pemerintahan. Dan jauh lebih sulit lagi mendidik pejabat dan aparat pemerintahan yang sengaja minta diberi gratifikasi agar menghentikan prilakunya.
Ternyata budaya memberikan 'sesuatu' kepada pejabat dan aparat sudah menjadi kebiasaan yang mengakar dan mengurat pada sistem pelayanan publik. Juga sebaliknya meminta sesuatu kepada masyarakat oleh pejabat dan aparat pemerintahan atas layanan dan bantuan yang sudah diberikan juga lebih mengakar dan mengurat sulit untuk diberantas. Tapi sulit bukan berarti mustahil. Dibeberapa daerah sudah berhasil ditekan , penerapan tansparansi, penggunan teknologi internet untuk lelang pekerjaan diharapkan bisa menekan dan membuang prilaku gratifikasi ini. Pekerjaan penghapusan gratifikasi masih dalam tahap perjalanan yang panjang, maka gunakan kejujuran bila hidup tak ingin hancur...
Salam hancur lebur...Selamat Pagi Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H