Mohon tunggu...
Rusdi Tea
Rusdi Tea Mohon Tunggu... -

Seorang pekerja swasta dibidang jasa, pernah menempuh pendidikan pesantren di Tasikmalaya, pemerhati masalah politik dan sosial, penyuka pertandingan bola, mengabdikan diri untuk berdakwah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Belajar dari Bencana Sinabung

16 Januari 2014   14:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:46 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_316235" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption] Awal Januari 2014, tepatnya 6 Januari 2014 saya berkesempatan untuk pergi ke Medan, tepatnya ke Sinabung, daerah bencana yang kemarin Headline di MetroTV disebut "Sinabung Derita Tanpa Ujung" atau kalau waktu saya masih di sana para aktivis menyebut istilah "Sinabung Tanpa Ayah", hal ini tak lain karena kurangnya perhatian Bupati Karo terhadap para korban erupsi Gunung Sinabung, bahkan warga setempat sempat mendemo bupatinya agar mundur dan DPRD setempat diminta melakukan pemakzulan terhadap Sang Bupati. Oh iya, saya ke Sinabung dalam rangka menjalankan amanah Perusahaan saya bekerja, PT Elnusa Tbk, untuk menjalankan program CSR Perusahaan di sana, kenapa Sinabung yang kami pilih? Padahal saat itu Sinabung belum ditetapkan sebagai bencana nasional. Hal ini semata-mata kesadaran Manajemen kami, di samping beliau berasal dari daerah Karo, hal lainnya karena saat itu wilayah lain yang terkena bencana tidak ada yang lebih parah dari Sinabung, waktu itu Bojonegoro terkena banjir, tapi banjirnya adalah banjir langganan, setiap tahun pesisir Bojonegoro itu kena banjir, akhirnya Sinabunglah pilihan kami melakukan program CSR. Sebelum berangkat ke sana, kami berkoordinasi dengan Ketua PMI Kab. Karo, Dr. Irna, menanyakan hal-hal apa yang dibutuhkan oleh pengungsi dan belum tersedia, akhirnya kami sepakat untuk memberikan bantuan berupa perlengkapan bayi yang memang belum disentuh sama sekali di sana, kami menyiapkan segala, berkoordinasi dengan Project Manager kami di Garnicia - Medan untuk beli perlengkapan dan makanan bayi di kota Medan dan menghubungi anak perusahaan kami, PT. Petrofin untuk menyediakan kendaraan yang akan mengantar bantuan kami untuk warga Sinabung. Senin pagi, 7 Januari 2014, kami berangkat beriringan Dr. Irna dengan kendaraan sendiri sebagai pemandu jalan, Innova yang membawa kami dan kendaraan pengangkut sumbangan kami, jarak antara Medan - Kab. Karo kurang lebih ditempuh 3 jam perjalanan, menuju ke Karo kita akan melewati pemandangan yang cukup eksotis, terlebih kita melewati Berastagi, icon di Sumatera Utara, udara sejuk airnya dingin dan makanannya menggugah selera, walau untuk muslim, harus lebih waspada, karena banyak Babeka (ini bukan Bebek, tapi Babi Bakar, ciri khas makanan Karo). Menjelang siang kami sampai di pusat Kab. Karo, di Pos Pusat Penanggulangan Bencana Sinabung, lokasinya persis di samping kantor pemerintahan dan Kantor Bupati Karo, tidak banyak aktivitas di sana, karena sebagian besar relawan sudah tersebar di pos-pos pengungsian, termasuk para relawan PMI, kami langsung menyerahkan bantuan yang kami bawa secara simbolis ke perwakilan Pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Dr. Irna dan jajaran BNPB di sana. Setelah memberikan bantuan, kami langsung mengunjungi lokasi bencana yang jaraknya hanya 6 km dari pusat Gunung Sinabung, di mana sepanjang perjalanan secara perlahan lokasi yang kami lewati sudah tertutup abu vulkanis Sinabung, jeruk medan yang jadi ciri khas di sana sudah tertutup debu Sinabung, jalan-jalan sudah penuh dengan debu sehingga warga menaruh penghalang agar para pengendara tidak ngebut sehingga debu tidak menyebar ke udara, kondisi yang benar-benar mengenaskan, terlebih bau belerang tercium kuat di sekitar lokasi, saya secara pribadi mungkin tidak akan kuat jika harus mengalami kondisi seperti ini. Dari lokasi bencana kami mampir di salah satu pos pengungsian utama, disebut utama karena di dalamnya terdapat 3.542 jiwa dari total pengungsi yang ada pada saat itu sebanyak 22.345 jiwa yang tersebar di 32 lokasi pengungsian. Kami menyerahkan sebagian bantuan yang kami bawa di sana, wajah anak-anak tanpa dosa terlihat nampak riang, antri dan berlarian mengambil jatah makanan, orang-orang dewasa terlihat duduk sambil mengobrol, mungkin rasa jenuh mereka sudah memuncak 1 bulan lebih berada di pengungsian. Potret di atas memberikan pelajaran bagi saya, bahwa kita yang jauh dari bencana harus mensyukuri keadaan yang kita terima dengan melakukan aktivitas yang bernilai dan bermanfaat untuk sekitar, warga Sinabung mungkin sedang resah memikirkan nasib mereka kedepan, ketidakjelasanan program penanggulangan bencana dari pemerintah setempat menambah penderitaan mereka, hidup serba tidak pasti, tidak pasti apakah besok masih bisa bekerja, apakah masih bisa tinggal di rumah yang sama, apakah anak-anak masih bisa sekolah atau lebih ekstrimnya apakah kedepan mereka masih masih bisa makan atau malah jadi korban busung lapar? Terlalu dramatis mungkin, tapi seperti kita tahu, hidup dalam serba ketidakpastian akan membuat kita merasa menderita. Yang mereka butuhkan adalah perhatian, uluran tangan dan kejelasan masa depan, moga pemerintah bisa memberikan harapan dan memenuhi kebutuhan mereka, dan kita? InsyaAllah kita bisa berbuat untuk mereka. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun