Mohon tunggu...
Rusdi Ahmad
Rusdi Ahmad Mohon Tunggu... wiraswasta -

Sebagian orang mengganggap aku adalah Misteri

Selanjutnya

Tutup

Politik

Misteri Teh Panas

12 April 2013   00:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:20 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Suatu sore menjelang maghrib di bulan Ramadhan Irfan Murdianto ditengah perjalanan pulang , lalu lintas yang macet membuatnya telat sampai ke rumah. Dari persimpangan lampu merah Kali Malang sayup - sayup terdengar suara adzan maghrib, ia pun meminggirkan motornya berniat mau membatalkan puasanya. Ia menuju ke sebuah restoran yang tak jauh dari persimpangan, memarkirkan kendaraannya, masuk dan duduk di dalam restoran. Pelayan restoran menghampirinya dan menawarkan makanan dan minuman kepadanya.
"Mau pesan apa ya Mas ?" tanya si mbak pelayan sambil tersenyum manis sedikit menggoda Irfan, maklumlah si Irfan ini adalah lelaki yang berwajah cemerlang. Senyum godaan gadis2 seperti mbak pelayan itu sudah biasa di hadapinya, namun setiap kali ia menerima godaan para gadis, ia selalu teringat akan senyum istrinya. Irfan sangat sayang dan setia pada istrinya, kali ini ia buktikan dengan menanggapi biasa saja godaan si mbak pelayan.

"Saya pesan nasi rames, ikan mas goreng , tahu sama tempe, minumnya jus melon sama air putih ya mbak".
"Baik mas, tunggu sebentar ya". Jawab si mbak pelayan yang langsung menuju meja order. Sambil menunggu pesanan datang, irfan kembali teringat wajah istrinya, sekedar untuk memuaskan hatinya ia merogoh kantong belakang celananya hendak mengambil dompet yang di dalamnya terselip foto istrinya, pemuas rasa rindunya. Mendadak bukan wajah gembira yang terlukis, Irfan malah menunjukkan rasa cemas, ada apa gerangan dengan dirinya ?. Ternyata ia tidak membawa dompet, APESSSS..... sudah tidak membawa HP Ia juga tidak membawa dompet. Tak terbayang lagi senyum sang istri, saat itu ia hanya memikirkan uang yang ada di dompetnya, di saku celananya hanya tersisa uang dua ribu rupiah kembalian parkir motor. Lantas dengan apa ia akan membayar pesanannya ? Irfan berjalan menuju meja order menghampiri si mbak pelayan.
"Maaf mbak pesanan saya batal, pokoknya nggak jadi ya mbak". Aneehhh si mbak pelayan malah girang Irfan membatalkan pesanannya. Rupanya sewaktu hendak menggoreng Ikan Mas gas di restoran itu habis, untuk membeli gas di daerah itu butuh waktu yang lama karena cukup jauh dan jalan yang macet.
"Iya nggak apa Mas, tapi bukan karena gak punya uang kan ?". si mbak Pelayan menutup - nutupi ketiadaan gas di restorannya dengan pertanyaan yang menyudutkan Irfan. Irfan tidak menjawab, ia berjalan keluar restoran, namun dalam hatinya ia bergumam, "Gilaaaa ...ini pelayan kok bisa baca pikiran gue ya ?". Di tarik gas motornya ke arah sebuah warteg. mungkin di warteg ini ia bisa membatalkan puasanya dengan segelas teh manis, pikir Irfan.
"Mangan mas ? ". tanya ibu warteg.
"ndak...saya ndak mangan, minum wae bu". Irfan berhati - hati sekali dalam menjawab pertanyaan ibu warteg, ia tunjukkan rasa berwibawanya, meski cuma minum ia tidak ingin ibu warteg itu tahu kalau ia tidak punya uang, mungkin Irfan menjaga gengsinya malu kalau ketahuan tak punya uang.
"Minumnya apa mas ?". "Teh manis aja bu". Jawab Irfan.
"Panas apa dingin mas ?". Tanya Ibu warteg lagi.
"Kalau yang panas berapa, yang dingin berapa harganya bu ?"
"Dingin 3000, panas 2000 mas".
"Kalau gitu yang panas aja ya bu". Irfan sedikit lega, akhirnya dengan 2000 rupiah ia bisa membatalkan puasanya dengan segelas teh manis panas. Ibu warteg segera membuatkan teh manis panas dan menyuguhkannya ke hadapan Irfan. Sambil membaca do'a puasa Irfan menenggak teh manis panasnya yang masih ngebul, Ibu warteg terkejut melihatnya, ibu warteg merasa air panas yang digunakan itu memang masih panas sekali, ia berteriak kepada Irfan,
"Mas, mas itukan airnya masih panas mas".
"Nggak apa - apa bu, kalau nunggu DINGIN kan saya harus bayar 3000, uang saya cuma 2000". Ibu warteg diam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun