Mohon tunggu...
Rusdi Ngarpan
Rusdi Ngarpan Mohon Tunggu... Guru - lulusan Bahasa Inggris UNNES Semarang, mengajar di SMP Negeri 1 Jaken Pati, tinggal di Rembang,dan menulis di beberapa media dalam bahasa Inggris, Jawa dan Indonesia.

lulusan Bahasa Inggris UNNES Semarang, mengajar di SMP Negeri 1 Jaken Pati, tinggal di Rembang,dan menulis di beberapa media dalam bahasa Inggris, Jawa dan Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ayo Sholat

6 Agustus 2011   01:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:03 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

oleh Aprilia Dyah Ayu Mustika Rini, alumnus SMP Negeri 1 Jaken Pati

”Isan, ayo main...!” teriak Egha sambil berlari menuju mushola.

Isan sendiri sedang mencari sendalnya di antara sendal-sendal di depan mushola.

”Kamu sholat dulu aja, baru kita main!”

”Tidak mau!”

”Nggak boleh begitu, tau!” kata Isan. ”Lihat itu!” lanjutnya sambil menunjuk pada papan bertuliskan Sholatlah Sebelum Kamu Disholati yang terpaku di mushola.

”Maksudnya apa?” tanya Egha.

”Maksudnya sebelum kamu disholati, kamu harus sholat dulu. Kalau tidak, kamu tidak akan disholati.”

”Oya? Memang apa hebatnya orang yang disholati?”

Isan menggaruk-garuk kepala. ”Apa ya? Aku juga bingung.”

”Ya kalau begitu ayo main saja!” ajak Egha seraya menarik tangan Isan.

”Eh, tunggu! Aku ingat! Dulu aku pernah melihat ayah disholati, terus Ibu mengajakku pergi bersama orang banyak, katanya mau mengantar ayah ke surga.”

”Oh, orang yang disholati akan masuk surga?”

”Iya berarti begitu,” ujar Isan dengan penuh keyakinan.

”Tapi aku tidak bisa sholat.” Egha mulai cemas.

”Aku mau mengajarimu.”

Egha senang sekali mendengarnya. Mereka segera pergi ke rumah Isan. Isan menunjukkan gambar-gambar gerakan sholat berikut bacaannya yang ditempelkan di dinding kamarnya. Melihat itu, Egha cukup takjub dan semakin bersemangat untuk belajar.

Bismillahir rohmanir rohim mengawali kegiatan mereka. Setelah itu, kamar Isan dipenuhi dengan bacaan sholat. Meski masih terputus-putus tapi bacaan sholat itu tetap terdengar merdu. Sekitar dua jam kemudian, Egha mulai putus asa. Ia lelah dan bosan. Lagipula waktu menunjukkan pukul empat sore. Ia pun pamit pulang.

Sejak hari itu, sepulang sekolah Egha selalu mampir ke kamar Isan untuk melanjutkan hafalannya. Sekitar dua minggu kemudian, Egha sudah bisa menghafal sampai bacaan sujud. Akan tetapi, semangat Egha mulai surut karena sudah beberapa hari ini Isan sakit dan tidak dapat membantunya menghafal.

”Itu buat kamu aja deh! Kamu menghafal di rumah sendiri saja ya!”

”Asyik...!” Egha segera mencopot gambar gerakan sholat itu dengan senang hati.

”Besok kalau aku sudah sembuh, kamu ke sini lagi ya!”

”Makasih ya! Besok waktu kamu sembuh aku pasti sudah hafal semuanya.”

Kesokkan harinya, Egha dilarang ibunya pergi ke sekolah. Ibunya justru mengajaknya pergi ke rumah Isan. Sesampainya di sana, Egha bingung melihat rumah Isan dipenuhi banyak orang.

”Tamunya banyak sekali, tapi Isan di mana?” gumamnya.

Egha tengak-tengok, mencari-cari di mana sahabat baiknya itu. Egha cemberut, “Tidak sopan,” celanya begitu melihat Isan tidur berselimut kain jarit di tengah ruangan.

Beberapa orang juga terlihat sibuk menggelar tikar. ”Ayo, gelar tikarnya untuk sholat!” perintah seseorang.

”Isan mau disholati?” tanya Egha dalam hati. Ia segera turun dari pangkuan ibunya untuk menyaksikan bagaimana Isan disholati. Isan disholati oleh kyai yang cukup terkenal di kampung itu diikuti oleh sejumlah laki-laki yang berbaris di belakang kyai tersebut. Egha sungguh merasa bangga melihat sahabatnya disholati banyak orang.

Egha memperhatikan bagaimana Isan disholati. Namun ia menjadi bingung karena gerakan sholat yang dilakukan orang-orang itu tidak seperti apa yang diajarkan Isan kepadanya. Setelah Isan selesai disholati, Egha dihampiri ibunya.

“Egha, ayo kita antar Isan!”

Egha menangis sambil menarik-narik baju ibunya dan berkata.

”Ibu, aku takut Isan tidak diizinkan masuk surga karena gerakan sholat orang-orang itu salah.”

”Salah?”

Ibunya tidak mengerti apa maksud Egha. Namun, beliau tidak terlalu peduli. Beliau segera menggendong Egha dan berjalan bersama warga kampung untuk mengantar Isan. Egha berdo’a sambil menangis di gendongan ibunya.

”Ya Allah, tolong biarin Isan masuk surga!”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun