Mohon tunggu...
Rusdi Gunawan
Rusdi Gunawan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Nasib Pertelevisian Indonesia

27 Oktober 2015   17:08 Diperbarui: 27 Oktober 2015   17:24 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya sudah cukup lama saya gerah dengan pertelevisian Indonesia, banyak faktor yang membuat pertelevisian Indonesia saat ini kurang bermutu. Bagaimana tidak, peran KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang seharusnya bertugas memantau pertelevisian Indonesia menjadi lebih berkualitas namun terkadang kebijakan mereka berperan memperburuk kualitas acara televisi kita saat ini. Bagaimana tidak ? sekarang kita sulit sekali kita mendapatkan tayangan yang berkualitas di televisi. Sebaliknya setiap hari kita di suguhkan tayangan lawakan garing dan tidak mendidik dari para artis.

Contoh pertama adalah ketika saya menonton film box office action di televisi, dalam film action tersebut di tv hampir seluruh tayangan action di cut semua dengan alasan mengandung kekerasan. Semua dari kita tau kalau film action tentunya banyak adengan action di dalamnya, jika semua adegan action di cut, tentu akan sulit bagi kita untuk menangkap jalan cerita tersebut.

Selanjutnya yang menjadi target sensor adalah adegan merokok. Saya cukup setuju dengan adengan merokok di sensor karena memang dari dulu memang tidak boleh di tayangkan adengan merokok di tv . Namun juga fungsinya sebenarnya kurang, karena di dunia nyata anak-anak bahkan dapat menemui orang merokok di mana saja.

Tayangan yang mengandung belahan dada juga menjadi target sensor, pasti akan di blur di layar kaca. Ini juga sebenarnya tidak perlu karena di mall-mall sebenarnya kita dapat menemukan wanita yang memamerkan belahan dada mereka. Saya setuju di sensor apabila adengannya sudah terlalu vulgar, jika hanya belahan dada sedikit saya rasa cukup berlebihan, lagi pula jika semua di sensor. Anak-anak pasti akan semakin penasaran kan kenapa di sensor dan bahkan di cari tau.

Selanjutnya adalah tayangan yang menampilkan darah, dengan dalih mengandung kekerasan. Yang sebenarnya perlu di sensor adalah adengan pembunuhan secara brutal seperti mutilasi, psycopat, dll. Jika hanya darah semata saya rasa itu cukup berlebihan untuk di sensor.

Itu hanya beberapa dari sekian banyak yang menjadi fokus sensor KPI. Sebenarnya tujuan dari KPI untuk sensor adalah bagus untuk menciptakan sifat dan mental yang bagus juga di masyarakat. Namun menurut saya perlu di kaji ulang lagi mana yang sebenarnya di perlukan dan mana yang berlebihan. Kasihan kami rakyat kecil jadi tidak bisa menikmati tayangan yang menarik lagi di layar kaca. Sebaliknya tayangan-tayangan berantem di sinetron-sinetron FTV justru di biarkan dan tidak menjadi target sensor. Banyak komedi garing yang menampilkan lawakan tidak mendidik juga di biarkan. Saya sangat berharap adanya pertimbangan kembali di pihak KPI dalam sensornya. Saya pikir masyarakat Indonesia sudah cukup pintar untuk menilai mana yang baik dan buruk.

 

Semoga kita dapat membangun pertelevisian kita lebih berkualitas.

 

Salam - Rudy.. :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun