Lembaga Bahtsul Masail Ikatan Alumni Annuqayah (LBM-IAA) yang ke-4, kali ini dilaksanakan di Kecamatan Gapura. Tepatnya di Gadu Barat, masjid Al-Mukhlisin. Bahtsul Masail kali ini membahas terkait dengan "Penceramah Mamasang Tarif dalam Berdakwah." Sebuah kajian fikih yang dapat menjadi pegangan dalam mengambil sebuah keputusan hukum. Dilaksanakan hari ini, Ahad, 20 November 2022, jam 08.00 WIB.
 Sebagaimana dijelaskan di dalam sambutannya, Ketua LBM-IAA, K. Khalqi KR menjelaskan bahwa kegiatan Bahtsul Masail tidak hanya terkait dan terikat dengan masalah keilmuan, akan tetapi juga berkenaan dengan tautan tali silaturrahmi. "Di dalam kegiatan Bahtsul Masail ini terdapat hikmah keilmuan dan semangat silaturrahmi di antara alumni Annuqayah dan di antara alumni dan pengasuh pondok Annuqayah," demikian K. Khalqi menjelaskan di antara kalimat sambutannya.
Berbeda dengan Kiai Khalqi, sambutan yang disampaikan oleh tuan rumah adalah ungkapan rasa terima kasih atas kesudian pengurus pusat IAA untuk menempatkan kegiatan BM di masjid Al-Mukhlisin. "Kami atas nama panitia pelaksana mengucapkan terima kasih karena telah mempercayakan tempat kepada kami untuk melaksanakan kegiatan ini." Demikian tuan rumah atau atas nama tuan rumah menyampaikan sambutannya.
Selanjutnya adalah pra acara BM, merupakan kegiatan pembacaan tahlil. Dalam hal ini dipimpin oleh Kiai Madani. Tahlil di sini dimaksudkan sebagai bentuk doa dan pengharapan kepada kita semua, khususnya para pengasuh pesantren Annuqayah, para mu'assis yayasan Annuqayah, semoga mereka semua dalam lindungan Allah swt.
Dan acara pokok atau inti adalah bahasan terkait masalah Pencermah Memasang Tarif, bagaimana hukumnya menurut Islam? Dalam acara ini bertindak sebagai moderator adalah KH. Ali Tsabit Habibi. Beliau adalah alumni senior Annuqayah serta seorang pencermah yang telah malang melintang di dunia dakwah. Diawali dengan penjelasan masalah, bahwa di dunia dakwah akhir-akhir ini ada sebagian dai yang memasang tarif dalam ceramahnya. Maka akan didapat istimbat hukum terkait dengan hal tersebut.
Dari beberapa mujawwib ada yang berpendapat ikhtilaf terkait dengan persoalan ini. Ada juga yang tidak membolehkan dan banyak yang membolehkan. Keputusan terakhir disepakati bahwa memasang tarif hukumnya boleh dengan syarat-syarat tertentu. Meski demikian perlu dipahami bahwa memasang tarif terkait dengan etis dan tidak etis, sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua IAA Pusat, Abd. Aziz N. Artinya, seorang pencermah yang memasang tarif dianggap kurang etis dan menyalahi etika dan akhlak sosial. Namun demikian agar terdapat kepastian hukum, maka harus dibedakan antara etika sosial dan kaidah hukum fikih.
Mengambil ujroh (upah) berbeda dengan memasang tarif. Menurut DR. Zakir Naik, hukum itu logika; logis dan ilmiah. Begitu juga di dalam memasang tarif, maka jika tidak disepakati tarif yang dimaksud, tidak akan terjadi yang namanya dakwah. Karena tidak ada kesepakatan dalam besaran tarif. Jika ini terjadi, akan menyalahi konsep dakwah itu sendiri bahwa berdakwah merupakan kewajiban, sesuai dengan QS. An-Nahl: 125:
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk."