Selanjutnya, pemateri II pada diskusi publik kali ini, Muzanni, S. Fil. I, memaparkan kesejahteraan terkait dengan kemahasiswaan dan generasi muda. Menukil dari pidato Presiden Joko Widodo, "Generasi muda harus berani berubah, kemudian mengubah," demikian Muzanni menjelaskan. Artinya, sebagai mahasiswa dan generasi muda kita harus melakukan perubahan terhadap diri sendiri. Tentu seja perubahan kepada kebaikan demi tercapaianya nilai sejahtera baik secara individu maupun masyarakat secara luas.
Masih manurut Muzanni, "Hidup yang tidak pernah direnungkan adalah hidup yang tidak perlu dijalani," demikian menurut Wakli Ketua Ansor Sumenep ini menukil ungkapan dari Socrates. Artinya bahwa kehidupan itu sendiri harus dipikirkan dan diupayakan untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan secara komprehensif. Sebagai mahasiswa, masih menurut Muzanni, harus berbenah diri dalam segala aspek menuju kebahagiaan. Lebih jauh dikatakan, bahwa mahasiswa harus memiliki kecerdasan akademik, kecerdasan kolektif agar mampu membaca peradaban untuk mencapai kesuksesan (kesejahteraan).
Terkahir, Muzanni yang dasar akademiknya filsafat Islam ini mengutip ungkapan Ali bin Abu Thalib, "Kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir." Sehingga sebagai generasi muda harus berdaya upaya untuk mengalahkan kebatilan dengan organisasi yang terarah kepada nilai-nilai kebaikan.
Terakhir adalah pemaparan penyanyi III yang dalam hal ini disampaikan oleh Dr. Bahrur Rozi, M. Hum. Dalam penjelasannya, Bahrur Rozi yang merupakan dosen tetap di STITA ini menjelaskan terkait makna atau arti sejahtera itu sendiri. "Sejahtera, sebagaimana dijelaskan di dalam KBBI adalah aman sentosa, makmur, dan selamat dari berbagai gangguan." Tidak terpaku pada wacana konsep, Bahrur Rozi menjelaskan bahwa sejahtera itu sendiri meliputi berbagai aspek. "Sejahtera dapat meliputi kebahagiaan ekonomi, beribadah, beragama, dan kebahagiaan spiritual lainnya."
Lebih lanjut, Bahrur Rozi mengatakan bahwa untuk merumuskan sejahtera dalam ranah konkrit memerlukan bahasan yang lebih mendalam. Ada banyak variabel yang harus diusung sebagai bahasan untuk mencari rumusan yang sesuai dengan kearifan lokal Sumenep. Kemudian sosok yang tegas ini mengatakan, "Seharusnya pemerintah mendatangkan apa yang diinginkan masyarakat, bukan menghadirkan apa yang diinginkan pemerintah." Jadi untuk mencapai sejahtera harus melihat apa yang dikehendaki oleh masyarakat khususnya di Sumenep.
Selanjutnya, Bahrur Rozi menjelaskan bahwa untuk mencapai sejahtera secara individu maupun kelompok harus berdiri di atas pondasi kemandirian diri sendiri. Selam masih bergantung kepada orang lain, maka kesejahteraan itu hanya omong kosong dan tidak mencerminkan kesejahteraan. Oleh karena itu berdikari dalam segala aspek merupakan modal utama untuk mencapai kesejahteraan.
Demikian jalannya acara pelantikan Badan Eksekutif Mahasiswa STITA dan diskusi publik dengan tema Menuju Sumenep Sejahtera. Dalam kanal diskusi yang dikomandoi (moderator) oleh Khairur Rasyidi, S. Pd. dari PKC PMII Jawa Timur ini, berjalan sangat baik. Antusiasme peserta dari awal hingga akhir diskusi cukup apresiatif.
Sebagai bagian dari nilai akademik, acara diskusi semacam ini perlu diagendakan untuk mendorong semangat dialogis di sebuah kampus. Diskusi ini pun diakhiri dengan tanya jawab dari peserta dan terjadi dialog yang begitu hidup dan bersemangat. Puncaknya, kami merasa mendapat pengetahuan bagaimana seharusnya managemen sejahtera untuk diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Wallahu A'lam!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H