Mohon tunggu...
Rusdianto Sudirman
Rusdianto Sudirman Mohon Tunggu... -

mahasiswa Program Magister Hukum Pasca Sarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mengkritisi Struktur Kabinet Jokowi-JK

19 September 2014   01:12 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:17 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Senin 15 september 2014 Presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla memutuskan kementerian dalam kabinetnya mendatang berjumlah 34 kementerian. Di antara 34 kementerian itu, 16 kementerian akan diisi oleh figur berlatar profesional dari partai politik, dan 18 kementerian dipimpin sosok dari kalangan profesional. Jokowi-JK juga mempertahankan tiga kementerian koordinator, serta menghapus posisi wakil menteri, kecuali pada Kementerian Luar Negeri. Dari 34 kementerian nantinya,  maka 19 kementerian tak diubah dan dipertahankan seperti sekarang. Akan ada enam kementerian yang dengan penamaan baru, enam kementerian digabung, dan ada tiga kementerian baru.

Banyak pihak yang memperkirakan struktur  Kabinet Jokowi-JK akan lebih ramping dan sangat berbeda dengan struktur kabinet pemerintahaan Susilo bambang Yudhoyono Kabinet Indonesia Bersatu II (2009-2014), namun ternyata perkiraan itu meleset.Karena Pemerinthaan Jokowi-JK mendatang tetap mempertahankan struktur Kabinet dengan rincian 34 Kementerian.

Sebagaimana kita ketahui, semenjak Jokowi – JK diusung PDIP mengikuti Pilpres 2014, struktur kabinetnya memancing rasa penasaran para penggiat dan pemerhati politik nasional. Jokowi sedari awal menekankan bahwa syarat bagi parpol yang ingin mendukungnya adalah tanpa syarat. Sehingga struktur kabinet nanti diprediksi akan banyak diisi oleh kalangan profesional  dibandingkan dari figur partai politik.

Selama ini masyarakat menyakini arti tanpa syarat adalah tidak ada 'balas jasa' bagi parpol pengusung berupa kursi kementerian dikabinet, tidak juga posisi di BUMN,  dan tidak jatah proyek. Sehingga Jokowi haruslah membentuk kabinet kerja, yang beranggotakan profesional yang berkualifikasi mumpungi untuk memimpin kementerian masing-masing.

Syarat tanpa syarat itu diamini oleh PDIP, NasDem, PKB, Hanura dan PKPI ketika meneken fakta dukungan terhadap Jokowi-JK. Padahal mereka pun tahu benar menteri adalah jabatan politis. Kebersamaan di dalam parlemen haruslah tercermin dalam wujud kebersamaan di pemerintahan,begitu pun sebaliknya.

Imbangnya komposisi antara menteri yang berasal dari profesional dan partai politik, menurut penulis sebenarnya cukup membuat khawatir.  Karena Tim relawan Jokowi-JK  juga  banyak dari kalangan akademisi /profesional sehingga  bisa saja orang yang diklaim berasal dari kalangan profesional  ternyata simpatisan partai politik. Maka dari itu figur Menteri dari kabinet Jokowi-JK diharapkan benar-benar mampu mewujudkan visi misi pemerintahan Jokowi-JK sesuai janji kampanye yang telah di sampaikan pada saat kampanye pilpres kemarin.

Penulis menilai, Struktur kabinet yang akan berjalan pada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla masih jauh dari harapan publik. Akan tetapi penulis  tidak bisa dipungkiri Jokowi berhadapan dengan realitas politik yang pelik, meskipun selalu dikatakan koalisi yang dibangun adalah koalisi tanpa syarat, akan tetapi alasan utama yang membuat Jokowi memberikan jatah 16 kementerian pada partai pendukung  merupakan kompensasi politik pada partai pendukungnya. Kompensasi ini adalah sebagai pengikat soliditas partai pendukung, khususnya untuk menjaga dukungan di parlemen. Koalisi dalam sistem presidensial dengan sistem kepartaian yang multypartai akan terus membelenggu siapapun Presiden terpilih. Sehingga Jokowi-JK sulit mewujudkan format kabinet yang diinginkan masyarakat.

Sebenarnya masyarakat  berharap kabinet pemerintahan Jokowi banyak diisi oleh kalangan profesional. Komposisi yang diumumkan tim Jokowi kemarin ternyata tak sesuai dengan harapan.  Karena 16 kementerian  akan diisi oleh figur yang berasal dari parpol. Maka dari itu masyarakat masih menunggu nama-nama yang akan ditetapkan untuk mengisi pos-pos di kementerian. Menteri yang berasal dari profesional dan partai politik nantinya, perlu dilihat siapa orangnya, dari partai apa, serta bagaimana integritas, kemampuan, kecakapan, kredibilitas, profesionalitas, kompetensi dan kapasitas yang dimiliki dalam mengelola kementerian yang dipimpinnya.

Selain itu  pimpinan partai politik yang diangkat menjadi menteri harus rela melepas jabatan struktural partai yang dipimpinnya. Ini sesuai dengan janji politik Jokowi yang tidak ingin melakukan politik transaksional untuk jabatan di kabinetnya kelak. revolusi mental yang ingin dibangun oleh Jokowi, harus dimulai dengan tidak memberikan peluang bagi para pimpinan parpol untuk merangkap jabatan. Pimpinan parpol harus menentukan pilihan, apakah ingin tetap berada di struktural partai, atau melepas atribut partai dan bekerja sepenuh hati untuk kepentingan rakyat Indonesia sebagai menteri.

Pengangkatan Menteri memang merupakan hak konstitusional Presiden yang dijamin dalam Pasal 17 UUD NRI 1945, dan secara yuridis formal, struktur kabinet dan pengangkatan menteri-menteri di atur secara jelas dalam UU No.39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara. Hal ini merupakan wujud penguatan sistem presidensial dan untuk memperkuat  sistem chenk and balances antara lembaga-lembaga negara.  Amanat yang termuat  dalam Pasal 7 UU Kementerian Negara yang menyatakan bahwa Kementerian mempunyai tugas tertentu dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Oleh karena itu Keberadaan Menteri dalam kabinet pemerintahan Jokowi-JK diharapkan mampu membantu penyelenggaraan pemerintahan dengan melakukan sinkronisasi antara visi misi Presiden dan Wakil Presiden dengan struktur organisasi kementerian yang dipimpinya. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam proses penyelenggaraan pemerintahan nantinya. Visi misi Jokowi-JK harus tergambar dari struktur kabinet yang bentuknya, sehingga siapapun person (orang) yang menduduki jabatan Menteri harus mempunyai visi misi yang sama dengan Presiden. Dengan begitu proses mewujudkan kesejahteraan masyarakat akan mudah terlaksana dengan baik.

(tulisan ini juga dimuat di Koran FAJAR halaman 4 edisi Kamis 18 september 2014)

Oleh:

Rusdianto Sudirman
Mahasiswa Prodi Magister Hukum Tata Negara
Pasca Sarjana UMI Makassar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun