Mohon tunggu...
Rusdi Mathari
Rusdi Mathari Mohon Tunggu... -

Seperti halnya kebenaran, ketidakbenaran juga bukan monopoli siapa pun.\r\n\r\nRusdi Mathari, \r\nwartawan tinggal di Jakarta,\r\nEMAIL: rusdi_man@yahoo.com & rusdimathari@gmail.com,\r\nTWITTER: @rusdirusdi\r\nBLOG: http://www.rusdimathari.wordpress.com,\r\nCELL: 62+8128480754

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pembunuhan Itu, Setelah 34 Tahun

3 Desember 2009   06:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:05 1697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam penyelidikan dan persidangan Glebe Coroner Court di Sydney 6 Februari 1997, seorang saksi kunci yang adalah orang Timor Timur menyatakan pasukan Indonesia telah menembak kelima wartawan tersebut. Dia juga mengaku melihat para pasukan lainnya menembaki rumah yang dihuni para wartawan selama dua hingga tiga menit. Saksi yang diberi kode “Glebe 1” itu mengaku melihat dua warga kulit putih dengan tangan mereka di atas kepala tapi tembakan terus dilakukan. Setelah dibunuh mayat kelima wartawan lalu dibakar di dalam rumah selama dua hari.

Setahun sebelumnya, sebuah penyelidikan yang dilakukan oleh PBB menyimpulkan bahwa para wartawan tersebut secara sengaja dibunuh oleh pasukan Indonesia. Penyelidikan PBB atas sejumlah saksi itu dibuat dalam laporan setebal 2.500 halaman. PBB antara lain merekomendasikan agar “perlu diadakan penyelidikan lanjut atas fakta (kebenaran) yang sulit dari peristiwa tersebut”. Namun hingga lebih 10 tahun, penyelidikan PBB dan persidangan di pengadilan Australia tak menghasilkan keputusan apa pun karena beberapa orang Indonesia yang disebut-sebut terlibat dalam kasus itu tak pernah bisa dihadirkan dalam persidangan.

Sebelum pasukan Indonesia menyerbu Timor Timur 15 Desember 1975 dengan sandi Operasi Seroja, Jakarta memang menggelar operasi khusus. Operasi pertama dengan sandi Operasi Komodo digelar sejak awal Januari 1975 dengan melibatkan satuan tugas dari unsur tentara di bawah komando Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin). Operasi itu lalu dilanjutkan dengan Operasi Flamboyan hingga masuknya pasukan Indonesia ke Timor Timur. Selain untuk memantau perkembangan yang terjadi, target dari operasi penyusupan adalah menjalin kontak dengan para warga Timor Portugal yang bermaksud berintegrasi dengan Indonesia.

Karena bersifat tertutup, dalam penugasan itu seluruh pasukan tidak mengenakan seragam tentara resmi. Sebagai gantinya mereka mengenakan pakaian sipil agar tidak menarik perhatian: celana jins, kaus oblong dan sebagainya. Beberapa komandan lapangan ditugaskan untuk menyamar sebagai mahasiswa yang sedang kuliah kerja nyata. Senjata dan amunisi dimasukkan ke dalam karung yang dibubuhi dengan tulisan alat pertanian.

Tugas awal mereka adalah melatih para simpatisan pemuda Timor Portugal yang menghendaki wilayahnya menjadi bagian dari Indonesia. Saat satu regu unit operasi dari pasukan Indonesia berada di Balibo, lima wartawan itu juga berada di kota kecamatan itu.

Itu mirip dengan operasi yang sama yang dilakukan oleh pasukan Green Baret Amerika, sebelum tentara Amerika terlibat dalam perang Korea, menyerbu Vietnam, dan belakangan menginvasi Irak dan Afghanistan. Pasukan khusus itu datang terlebih dulu, menyusup sebagai penduduk sipil, melatih penduduk setempat dan mengondisikan sasaran untuk kedatangan tentara yang lebih masif.

Lalu sebelum Pinch menyampaikan kesimpulan di pengadilan tinggi New South Wales, pemerintah Australia dan Indonesia sebetulnya telah sepakat menyebutkan kelima wartawan tewas secara tak sengaja dan menyatakan kasus itu telah selesai. Namun  Pinch mengaku menemukan fakta yang bertentangan soal kasus tersebut. Menurut Pinch, ada bukti-bukti bahwa Yunus Yosfiah, Christoforus da Silva, L.B. Moerdani dan Dading Kalbuadi terlibat dalam kematian lima wartawan tersebut.

Perintah pembunuhan diberikan oleh Moerdani selaku komandan intelijen kepada Dading Kalbuadi atasan Yunus dan Christoforus. Setelah Timor Timur masuk menjadi wilayah Indonesia, Moerdani dan Dading mendirikan PT Denok Hernandes Indonesia yang memonopoli pembelian dan ekspor kopi dari Timor Timur. Mereka dibantu oleh dua bersaudara, Robby dan Hendro Sumampouw yang ikut membiayai operasi militer pasukan Indonesia ke Timor Timur saat itu.

Lalu siapa pembunuh kelima wartawan itu? Film Balibo Five yang akan diputar Kamis malam ini di Teater Utan Kayu, Jakarta mencoba mencari jawaban atas teka-teki yang tertutup selama 34 tahun meski mungkin tidak akan memuaskan semua pihak. Satu hal yang pasti,  Jakarta dan Canberra, mestinya bisa belajar untuk lebih serius dan jujur mengungkap apa yang sebenarnya terjadi saat itu. Itu termasuk tentang kesepakatan yang terjadi antara kedua negara sehingga tentara Indonesia bisa diterjunkan ke Timor Timur sejak Desember 1975, dua bulan sebelum kelima wartawan nahas itu dibunuh.

Judul semula artikel ini Balibo Setelah 34 Tahun.

Tulisan ini juga bisa dibaca di Rusdi GoBlog.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun