Mohon tunggu...
Roesda Leikawa
Roesda Leikawa Mohon Tunggu... Editor - Citizen Journalism, Editor, Penikmat Musik Instrumen dan Pecinta Pantai

"Menulis adalah terapi hati dan pikiran, Kopi adalah vitamin untuk berimajinasi dan Pantai adalah lumbung inspirasi" -Roesda Leikawa-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Soal Jalan Trans Seram Ambon yang Rusak, Pemerintah Masih Saling Lempar Tanggung Jawab

26 Juli 2016   22:05 Diperbarui: 27 Juli 2016   20:44 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan antara Allang Asaude dan pelabuhan fery. Foto Dok MC

Menurut Undang-Undang No 38 tahun 2004 Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Dalam UU tersebut dijelaskan pula bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi yang merupakan urat nadi kehidupan masyarakat mempunyai peranan penting dalam usaha perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam kerangka tersebut, jalan mempunyai peranan untuk mewujudkan sasaran pembangunan seperti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jalan Menuju Allang Asaude-Waesala. Foto Dok MC
Jalan Menuju Allang Asaude-Waesala. Foto Dok MC
Namun realita yang terjadi, selama ini sebagian masyarakat Seram Bagian Barat (SBB) khususnya masyarakat Kecamatan Waesala tidak merasakan pembangunan seperti yang dimaksudkan dalam UU tersebut.

“Perasaan ya kecewa, marah juga merasa kasihan buat masyarakat Waesala dan sekitarnya, jika membandingkan dengan daerah lain di sbb...”

Pernyataan yang sengaja saya beri tanda italic di atas merupakan ungkapan kekecewaan salah satu warga Waesala yang berinisial MC. Menurutnya jalan yang rusak itu di jalur Hanunu-Allang Asaude dan Allang Asaude-Waesala. Jalan yang rusak parah sekitar 5 Km, dan yang belum diaspal kurang lebih sekitar 30 Km.

Untuk diketahui bahwa jarak antara Ibu Kota Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) dengan Kecamatan Waesala sekitar 50 Km. Jika jalan yang belum diaspal kurang lebih sepanjang 30 Km, itu artinya sejak Kabupaten SBB dimekarkan dari Kabupaten Maluku Tengah tahun 2003 hingga 2016 ini baru 20 Km yang diaspal. Waktu yang ditempuh dengan mobil adalah 3 jam lebih, sementara untuk kendaraan roda dua membutuhkan waktu setidaknya 2,5 jam.

Biaya tranportasi untuk mobil penumpang Rp.50.000/orang, dan jasa ojek sepeda motor sebesar Rp. 125.000. Biaya ini sangatlah mahal, namun jika dilihat kondisi jalan Trans Seram Piru-Waesala, maka biayanya sangatlah seimbang.

Pasalnya hingga saat ini kondisi jalan tersebut rusak parah, apa lagi jika didatangi musim hujan, bis angkutan dan kendaraan lainnya sering mengalami mogok akibat melesak pada tanah basah yang sudah berbentuk kolam/lubang dan becek.

Menurut MC yang dihubungi Senin (25/07) lalu, dia menuturkan bahwa kondisi jalan seperti ini sudah lama rusak dan tidak mengalami perubahan sejak dirinya menetap di Waesala selama 11 tahun lamanya, bahkan kerusakan itu semakin hari semakin parah dari sebelumnya.

MC melanjutkan bahwa, Pemerintah Kabupaten sesekali melakukan perbaikan ringan dengan sirtu, namun setiap kali musim hujan jalan itu rusak lagi, ada juga yang sudah di aspal tapi tidak sepanjang jalan, hanya beberapa titik saja. Dia juga mengatakan bahwa keluhan warga sudah disampaikan melalui forum musrembang namun jawaban dari Pemerintah Kabupaten bahwa itu merupakan statusnya jalan provinsi dan jadi tanggung jawab penuh pemerintah Provinsi atau APBN.

Padahal dalam Undang-Undang No 38 tahun 2004 pasal 9, dijelaskan bahwa:

  1. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.
  2. Jalan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibu kota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.
  3. Jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibu kota provinsi dengan ibu kota kabupaten/ kota, atau antar ibu kota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
  4. Jalan kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk pada ayat (2) dan ayat (3), yang menghubungkan ibu kota kabupaten dengan ibu kota kecamatan, antar ibu kota kecamatan, ibu kota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

Mengacu pada pasal 9 ayat 4 dalam UU N0 38 tahun 2004 tersebut, sudah jelas bahwa, jalan Trans Seram Piru-Waesala yang menghubungkan ibu kota kabupaten dan kecamatan juga jadi tanggung jawab pemerintah kabupaten, minimal melakukan perbaikan-perbaikan atas kerusakan tersebut secara totalitas bukan perbaikan ringan saja, sehingga tidak cepat rusak akibat faktor alam. Dengan demikian implementasi dari UU No 38 2004 benar-benar dirasakan oleh masyarakat.

Jalan antara Allang Asaude dan pelabuhan fery. Foto Dok MC
Jalan antara Allang Asaude dan pelabuhan fery. Foto Dok MC
Harapan Warga Waesala

Melihat kondisi jalan tersebut, MC mengungkapkan harapannya agar Pemerintah Kabupaten dapat mengadvokasi ke tingkat Provinsi dan Pusat.

“Semoga Pemda bisa mengadvokasi ke tingkat provinsi atau pusat untuk pembangunan jalan trans Seram, Piru-Waesala dalam waktu dekat, jangan sampai timbul korban jiwa baru ada perhatian,” tegas MC.

Dia menegaskan agar pembangunan jalan tersebut harus cepat diselesaikan, jangan sampai ada korban jiwa baru diperhatikan oleh pemerintah.

Seiring dengan itu, dirinya juga berharap pada para calon Bupati SBB yang akan bertarung di tahun 2017 mendatang, bahwa:

“Bupati yang terpilih semoga memperhatikan SBB secara adil dan merata, SBB bukan cuma Piru dan Kairatu,” ungkapnya.

Dia berharap, ke depannya jika sudah terpilih Bupati SBB baru agar dapat lebih memperhatikan pembangunan di SBB secara keseluruhan, adil dan merata tanpa berpihak pada daerah-daerah tertentu saja.

Kondisi Jalan antara allang asaude dan pelabuhan fery saat tidak tergenang air. Foto Dok MC
Kondisi Jalan antara allang asaude dan pelabuhan fery saat tidak tergenang air. Foto Dok MC
Kabupaten Seram Bagian Barat, yang Luas wilayahnya sebesar 12,82 persen dari total luas Provinsi Maluku hingga sampai tahun 2016 ini, tidak ada perubahan pada Pembangunan Infrastruktur, bahkan masyarakat sendiri merasa adanya ketidakmerataan pembangunan di Kabupaten SBB.

Ini bisa dilihat dengan kondisi jalan penghubung Piru-Waesala yang rusak sejak lama tidak mengalami perubahan jika dibandingkan dengan daerah lain seperti Piru, Kecamatan Kairatu dan Taniwel.

Hal ini harusnya menjadi perhatian pemerintah kabupaten, provinsi bahkan pemerintah pusat supaya adil dalam menciptakan pembangunan di semua daerah, anggaran yang didapat pun harus dimaksimalkan penggunaannya sebaik mungkin bagi kesejahteraan masyarakat. (RL)

Salam

Kompasianer Amboina

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun