Mohon tunggu...
Roesda Leikawa
Roesda Leikawa Mohon Tunggu... Editor - Citizen Journalism, Editor, Penikmat Musik Instrumen dan Pecinta Pantai

"Menulis adalah terapi hati dan pikiran, Kopi adalah vitamin untuk berimajinasi dan Pantai adalah lumbung inspirasi" -Roesda Leikawa-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Enam Kali Diserang Teroris, Turki Harus Belajar dari Indonesia

2 Juli 2016   12:50 Diperbarui: 2 Juli 2016   20:17 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah Satu Penulis Puisi MAT sedang membacakan puisinya-Foto; Ade Riyan Purnama

Dunia kembali dikagetkan dengan aksi terorisme di terminal keberangkatan internasional Bandara Ataturk, Istanbul (28/6/2016), penyerangan yang terjadi pada Selasa malam waktu setempat, berawal dengan aksi penembakan. Tiga laki-laki tiba di areal bandara dengan menggunakan taksi, kemudian melakukan penembakan membabi-buta sebelum meledakkan diri.

Tiga pria bersenjata itu melakukan teror skala besar dan terkoordinasi. Dengan cara meledakkan diri dengan bom yang ditaruh di badan mereka. Hingga Sedikitnya puluhan orang tewas dan ratusan orang terluka.

Dikutip dari Tempo.co, bahwa di sepanjang tahun 2016, sudah tercatat enam kali kejadian aksi bom dengan total korban tewas lebih dari seratus orang. Berikut ini insiden teror bom yang terjadi di Turki sepanjang 2016.

Korban Bom di Istanambul- foto sumber : mirror.co.uk
Korban Bom di Istanambul- foto sumber : mirror.co.uk
12 Januari 2016.

Aksi bom bunuh diri terjadi di Alun-alun Sultanahmet, Istanbul, Turki. Alun-alun ini merupakan tempat salah satu distrik pariwisata yang terkenal di Kota Istanbul. Sedikitnya sepuluh orang tewas dan 15 orang luka-luka. Sebanyak sembilan orang tewas, di antaranya turis Jerman. Pelaku diketahui anggota ISIS bernama Nabil Fadli, 28 tahun, warga Suriah kelahiran Saudi.

14 Januari 2016

Bom mobil bunuh diri meledak menghantam markas Kepolisian Provinsi Diyarbakir, Turki. Sedikitnya enam orang tewas, di antaranya menewaskan seorang ibu beserta bayinya. lebih dari 20 orang terluka. Ledakan juga menghancurkan bangunan-bangunan di dekat lokasi.

17 Februari 2016

Ledakan besar menghantam lima bus yang mengangkut personel militer yang sedang berhenti di sebuah lampu merah, di pusat kota Ankara. Ledakan tersebut menewaskan 28 orang dan lebih dari 60 orang terluka. Pemerintah menuding milisi Kurdi sebagai pelaku insiden bom tersebut.

18 Februari 2016

Sebuah bom rakitan yang di kendalikan dengan pengendali jarak jauh (remote control) meledak dan menghantam konvoi militer Turki. Sedikitnya enam orang dilaporkan tewas.
Saat ledakan terjadi, kendaraan militer tersebut tengah mencari ranjau di jalan raya yang menghubungkan Diyarbakit, kota terbesar di sebelah tenggara wilayah Kurdi, dengan Distrik Kutu.

13 Maret 2016

Sebuah bom mobil mengguncang ibu kota Turki, Ankara, yang menewaskan sedikitnya 44 orang dan lebih dari ratusan orang terluka. Ledakan tersebut terjadi di pusat kota Ankara, Ataturk Bulvari, dekat dengan Alun-alun Ankara, Kizilay.

28 Juni 2016

Tiga pria bersenjata melakukan teror skala besar dan terkoordinasi di terminal keberangkatan internasional Bandara Ataturk, Istanbul. Tiga pelaku tewas dengan cara meledakkan diri dengan bom yang ditaruh di badan mereka. Diperkirakan jumlah korban tewas mencapai 50 orang dan melukai lebih dari 100 orang. Mereka yang menjadi korban ada yang berasal dari sejumlah negara. 


Indonesia Harus Jadi Contoh

Melihat kasus tersebut, mestinya Turki bahkan Dunia sekalipun harus belajar dari Indonesia, karena aparat kita cukup kuat, berani dan cepat dalam mengatasi aksi teror di Indonesia, bahkan bukan cuma aparat Kepolisian dan TNI saja namun para penyair pun turut melakukan aksi perlawanannya dengan kata-kata melalui puisi.

AKBP.Ir. A. Untung Sangaji : Polisi Indonesia Yang Patut Dicontohi Dalam Kesigapanya Menjalankan Tugas Kenegaraan

Seperti yang kita ketahui kasus terorisme yang terjadi di Sarinah. Jln.MH. Thamrin Jakarta pada 14 Januari 2016 lalu, hanya dalam hitungan beberapa detik saja pelaku teror bisa dilumpuhkan. Hebatnya lagi para teroris itu langsung ditembak mati oleh salah seorang Perwira Menengah AKBP.Ir. A. Untung Sangaji, yang hanya dengan peralatan seadanya dia mampu melumpuhkan dua dari lima pelaku teror.

AKBP. Ir. A. Untung Sangaji yang kebetulan saat itu sedang berada disalah satu Gerai Kopi di sisi kiri Sarinah bersama rekan-rekannya juga sedang ditugaskan untuk menjaga-jaga diluar ring istana, setelah mendengar dentuman bom untuk pertama kalinya dia langsung bertindak cepat dan menghampiri sumber ledakan tersebut. Saat itu dia tak berpikir keselamatan nyawanya, namun yang ada dalam benaknya adalah bagaimana mengejar dan melumpuhkan teroris itu sehingga korban tidak lagi berjatuhan.

Aksi AKBP. Ir. Untung Sangaji dalam melumpuhkan terorisme di Sarinah
Aksi AKBP. Ir. Untung Sangaji dalam melumpuhkan terorisme di Sarinah
Ada satu kutipannya yang masih saya ingat, saat diwawancarai oleh salah satu TV swasta yakni,“ Kita harus mati untuk banyak orang, bukan orang banyak mati untuk kita”, ini ungkapan yang dahsyat bagi seorang aparat keamanan.

AKBP. Ir. A. Untung Sangaji adalah contoh kesigapan aparat kita dalam menjaga keselamatan masyarakat dan menjalankan tugas-tugas kenegaraan

Penyair Indonesia Tidak Diam, Mereka Ikut Melakukan Perlawanan Terhadap Terorisme.

Cara lain perlawanan terhadap terorisme di Negeri ini yang patut dicontoh oleh dunia adalah yang dilakukan oleh para penyair Indonesia. Usai kejadian kasus Bom disarinah. Sosiawan Leak sang Presiden Penyair Nusantara langsung mengumumkan di salah satu group Facebook, isi pengumuman tersebut adalah ajakan kepada para penyair nusantara untuk bersama melakukan perlawan terhadap terorisme dengan kata-kata puitis.

Selang tiga hari sejak aksi teroris tersebut, tepatnya tanggal 17 Januari 2016 gagasan untuk menerbitkan Buku Antologi Puisi “Memo Anti Terorisme” oleh Sosiawan Leak di sambut positif penyair nusantara, dan saya pun turut berpartisipasi pada projek itu.

Mencermati kondisi yang dilakukan oleh terorisme tersebut, saya kutip kembali dari gagasan penerbitan Antologi Puisi “Memo Anti Terorisme” oleh Sosiawan Leak yakni penyair bersama warga masyarakat yang rentang menjadi sasaran ‘antara’ tidak boleh tinggal diam. 

Mereka harus mampu merubah posisi dari hanya pasrah sebagai obyek (alat pengirim pesan) terorisme, menjadi kekuatan yang berani bersikap, tegas menolak serta lebih berdaya dihadapan terorisme. Disamping aktif melacak jejak klaim-klaim subyek lantas mengkonternya dengan gagasan bernilai argumentative dan berkekuatan analitis, penyair juga mesti kian gencar menyuarakan nilai-nilai unggul kemanusiaan dengan jujur serta tanpa kekerasan lewat ekspresi estetis yang senapas dengan kebudayaan dan peradaban jaman.

Jika teroris adalah puncak dari aksi kekerasan, maka puisi harus menjadi dasar dari kelembutan dan akal budi yang tak memberi kesempatan kepada kekerasan itu lahir apalagi mendaki hingga kepuncak kehidupan tertinggi. Jika teroris adalah penebar dan kebencian lewat rupa ketakutan dan kecemasan, maka penyair adalah penyebar cinta dan kasih sayang dengan wajah. Begitulah sekilas gagasan yang saya kutip dari kalimat-kalimatnya Sosiawan Leak yang juga bertindak sebagai kurator buku puisi tersebut.

Hingga pada tanggal 27 Mei 2016 lalu, sudah dilakukannya peluncuran perdana Buku Antologi Puisi “Memo Anti Terorisme” yang kemudian disingkat MAT, terdiri dari 250 penyair dari berbagai daerah di Indonesia. Acara peluncuran yang dilakukan di Gedung Sarinah juga menghadirkan AKBP. Ir. Untung Sangaji dan Mayjen TNI (Purn) Supiadin AS. Anggota DPR RI Komisi I.

Salah Satu Penulis Puisi MAT sedang membacakan puisinya-Foto; Ade Riyan Purnama
Salah Satu Penulis Puisi MAT sedang membacakan puisinya-Foto; Ade Riyan Purnama
Untung Sangaji, yang hadir pada saat itu menuturkan bahwa dirinya tidak pernah memikirkan berapa sisa butir peluru yang ada, tidak juga memikirkain kekasih, akan tetapi dia ingin menjadi patriot bangsa.

Menurut salah satu penulis puisi Buku Antologi MAT, Navys Amhad bahwa Kerja sama penyair dengan polisi hendaknya terus ditingkatkan karena mempunyai visi yang sama dalam menumpas terorisme. Penyair berjuang lewat kata-kata, polisi bergerak lewat tindak sergap di TKP.

Bersama AKBP. Ir. Untung Sangaji dan Mayjen TNI (Purn) Supiadin AS dalam Peluncuran Buku Antologi MAT-foto Navys Ahmad
Bersama AKBP. Ir. Untung Sangaji dan Mayjen TNI (Purn) Supiadin AS dalam Peluncuran Buku Antologi MAT-foto Navys Ahmad
Jangan Takut dan Terus Katakan Bahwa Kita Tidak Takut

Wujud teroris itu tidak perlu ditakuti, sifat kepengecutan mereka bisanya menebar kecemasan pada masyarakat atau kelompok tertentu, memberi ancaman dengan mengorbankan masyarakat pada daerah yang sudah menjadi targetnya.

Maka sebagai warga Negara yang baik sudah mestinya kita bekerjasama dengan aparat keamanan dalam menjaga stabilitas Negara ini dengan penuh tanggung jawab. Satu contoh yang baik sudah dilakukan oleh penyair Indonesia yang hanya dengan ujung pena mereka mampu dan tegas menyatakan perlawanan pada setiap jejak dan aksi terorisme di negeri ini.

Bagaimana dengan anda? Ayo nyatakan terus bahwa kita tidak takut, maka mantra ini akan menguatkan kita untuk tidak menjadi lemah dan disegani.

Salam

R. Leikawa – Kompasianer Amboina

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun