[caption caption="Sumber : https://ariefnd.wordpress.com/2012/03/18/etika-menulis-di-internet/"][/caption]“sebelum membaca tulisan ini, mohon maaf jika ada kalimat yang tidak berkenang dihati atau terkesan berlebihan”.
Sering menulis di media warga seperti Kompasiana ini, ternyata ada dampaknya juga, beberapa kawan-kawan meminta saya menulis tentang kegiatan mereka padahal saya hanya menulis sekedar menyalurkan kesenangan, melatih diri, sekaligus ingin berbagi informasi kepada public saja, tapi saya senang karena mendapat kepercayaan, meski dalam hati sebenarnya kurang percaya diri maklum tulisan saya masih asal-asalan heheheh.
Parahnya, saya dikirain wartawan oleh masyarakat. Jadi kalau ditanya wartawan dari media mana, saya sich jawabnya bukan wartawan , cuma suka menulis saja, lalu kalau saya ditanya berkali-kali dengan nada memaksa gitu, Akhirnya, jawaban saya begini “saya bukan wartawan tapi mantan wartawan”, iya lima tahun yang lalu di salah satu media lokal Ambon, nama medianya Spektrum Maluku, saya mulai menempuh separuh perjalanan sebagai kuli tinta, namun tidak lama saya menyandang profesi jurnalis, rupanya saya jatuh cinta dengan tawaran lain yang bisa membuat saya bebas menemukan apa dan siapa saja untuk ditulis, tanpa harus bergantung pada atasan dan tidak mesti terburu-buru oleh deadline, tentunya juga saya bebas berekspresi dalam menulis.
Jatuh Cinta Pada Kompasiana…??
10 Mei 2011 lalu, saya mulai bergabung dengan Kompasiana, rupannya tidak membuat saya langsung tertarik untuk menulis disini, karena sebelumnya saya lebih suka menulis di blog pribadi http://roesda11.wordpress.com , Awal perkenalan dengan kompasiana pun bermula saat saya mengikuti acara Blogshop Kompasiana di Hotel Amans Ambon yang diselenggarakan oleh “Korang Ekspresi” dengan koordinatornya Caca Yusnita Tiakoly (sekarang menjadi salah satu admin Kompasianer Amboina).
Untuk menulis pun, saya lebih cenderung menulis puisi dan dipublikasikan melalui blog pribadi, hanya sesekali menulis artikel baru dimuat pada kompasiana, namun sejak saya menulis tentang Negeri EMA http://www.kompasiana.com/rusda/negeri-ema-yang-dilupakan-bangsa_5537e3c06ea834445bda42ce, Kebudayaan di Negeri Morella http://www.kompasiana.com/rusda/pesona-tradisi-morella-di-bulan-ramadhan_55a502374b7a6131186ec835 dan beberapa artikel tentang Maluku di Kompasiana, serasa seperti ada magnet yang menarik diri saya untuk selalu membuka akun di kompasiana. Beberapa teman-teman mulai menyukai tulisan saya, (dalam hati duh senang sekali, tidak sia-sia saya menulis, hehehe).
Bahkan yang bikin saya sedikit berbesar kepala adalah di salah satu pertemuan antar kawan-kawan aktivis #EmaBergerak dengan masyarakat Negeri Ema, oleh koordinatornya Yani Salampessy, saya diperkenalkan sebagai seorang penulis di kompasiana (aduh malunya minta ampun, meski sedikit berbunga-bunga juga hahhaha), Sebenarnya bukan menjadi kebanggaan atau kesombongan, tapi saya merasa ini masih bagian dari proses pembelajaran dan vitamin untuk terus semangat menulis.
[caption caption="Sumber : http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/13/01/09/mgcn8j-suka-menulis-tengok-gerakan-yang-satu-ini"]
Menurut saya,menulis itu tidak hanya sekedar untuk berbagi pengetahuan atau informasi, tidak juga sebagai aktivitas belajar saja, namun menulis bisa dijadikan sebagai obat hati, vitamin penambah semangat hidup dan terapi kesehatan. Seseorang yang kepribadiannya tertutup pada banyak orang justru merasa nyaman curhat pada buku diary, seorang penyair misalnya mengatakan rasa cinta pada alam melalui puisi, bahkan seorang pemarah yang tak bisa meluapkan emosinya, juga menulis pada media social, saya yakin semuanya itu akan menimbulkan kepuasan pada orang yang bersangkutan.
Sama halnya dengan saya, ada rasa legah setiap kali menyelesaikan tulisan, kemudian disusul dengan rasa puas, meskipun bukan penulis professional, tapi saya berkiblat pada prinsip saya sendiri bahwa dengan menulis, berarti saya sedang melatih otak dan hati.
Dipanggil sebagai Pewarta Warga
Suatu penghormatan, saat saya diundang sebagai salah satu narasumber di acara workshop, yang diselenggarakan oleh Paparisa Ambon Bergerak, Jumat (28/08/2015) lalu, dengan tawaran materi yang disampaikan pada saat itu adalah “Aplikasi Jurnalisme Warga Dalam Advokasi Sosial via sosmed”. Senang sekali dapat kepercayaan sebagai pembicara di acara workshop tersebut ,apalagi temanya tentang APLIKASI SOCIAL MEDIA UNTUK ADVOKASI SOSIAL DAN JURNALISME WARGA, tidak jauh-jauh dari aktivitas kita keseharian. Jadi, yang saya sampaikan pada saat itu, adalah menjelasakan secara umum Jurnalisme Warga, membagi pengalaman menjadi pewarta warga, alasan kenapa harus menulis, dan yang pastinya saya juga mempromosikan Kompasiana sebagai salah satu media warga yang tepat untuk mengekspresikan apa saja dalam bentuk tulisan,foto dll.
[caption caption="Foto Paparisa Ambon Bergerak"]
Sebelum menjadi narasumber di acara Workshop, Mei 2015 lalu, saya bersama teman-teman Kompasianer Amboina pernah di undang juga sebagai narasumber di RRI Pro Dua Ambon untuk berbagi pengalaman sebagai jurnalis warga dalam rangka Hari Pendidikan Nasional.
[caption caption="Foto Koleksi Kompasianer Amboina"]
Wah, tidak sia-sia menulis di Kompasiana, karena disini kita tidak hanya menulis tapi juga belajar, mendapat teman dan juga dikenal, bahkan sejak kita membentuk Komunitas Kompasianer di Ambon April 2015 lalu, teman-teman kompasianer mempercayakan saya sebagai salah satu admin Kompasianer Amboina , jadi sekali lagi saya ingin katakan tidak ada kata sia-sia bergabung di kompasiana, karena disini saya dipanggil dan terpanggil, pokoknya selalu ada hikmanya. (RS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H