Mohon tunggu...
Roesda Leikawa
Roesda Leikawa Mohon Tunggu... Editor - Citizen Journalism, Editor, Penikmat Musik Instrumen dan Pecinta Pantai

"Menulis adalah terapi hati dan pikiran, Kopi adalah vitamin untuk berimajinasi dan Pantai adalah lumbung inspirasi" -Roesda Leikawa-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Negeri Ema yang Dilupakan Bangsa

23 April 2015   01:02 Diperbarui: 26 April 2016   10:58 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini untuk pertama kalinya saya berkunjung ke Negeri Ema, namun beberapa informasi yang pernah saya dengar tentang sejarah dan budayanya seakan membuat penasaran, tak mau membuang waktu saya pun mencoba untuk mencari tahu, beruntunglah ada teman yang merupakan warga Ema dengan senang hati memperlihatkan salah satu peninggalan benda bersejarah yakni Tombak Majapahit.

Konon katanya,  pada abad ke-14 putri Raja dan rombongan dari Kerajaan Majapahit diutus oleh Paduka Raja untuk bersekutu dengan para kapitan di bagian Timur wilayah Nusantara. Ada beberapa Kapitan di wilayah Timur (Maluku) saat itu, antara lain kapitan Tanahatu Meseng atau kapitan Kerajaan Hitu. Salah satu kapitan perkasa di Leitimor adalah kapitan negeri Ema Tanihatuila.

Putri Paduka Raja Majapahit secara khusus diutus untuk bersekutu dengan kapitan Tanihatuila dari negeri Ema. Dalam pelayarannya sang putri membawa sebuah peta, gendi emas sebagai tempat air minum, tombak dan seperangkat gending/gamelan (=toto buang). Pada pinggangnya terselip sebuah keris pusaka untuk menghadapi kesaktian kapitan negeri Ema (Sumber : ihuresy). Hingga saat ini peninggalan itu masih dijaga dengan baik.

 

14297246431180586911
14297246431180586911
Foto Tombak Majapahit. Dok: Maitimu Erween Leonardo

Menurut sejarah, Negeri Ema berasal dari Teluti Seram Utara, mayoritas masyarakat beragama Kristen Protestan, dan memiliki enam Soa yakni Soa Soalisa, Soa Sapariti, Soa Pelelatu, Soa Peilani, Soa Sama Sima, Soa Haulaki, Negeri Ema memiliki pranata adat yangg masih di pelihara baik, (Sumber : Elion Tupan, Badan Saniri Neger Ema). Menurut Elion Tupan  bahwa Negeri  Ema memiliki situs budaya yang sampai sekarang masih di jaga dan yang paling menonjol adalah Air Majapahit, namun sayang sekali pada petualangan saya di hari pertama tidak bisa berkunjung ke Air tersebut, selain Air Majapahit menurut warga setempat bahwa di Negeri Ema juga terdapat Air Islam yang sudah tidak mengalir lagi namun jika dikunjungi oleh warga Muslim air itu akan mengalir sendiri Waallahualam, informasi ini sangat membuat saya dan beberapa kawan-kawan penasaran, namun karena waktu kita sangat terbatas, jadi ditunda lagi untuk hari berikutnya. Negeri Ema  dengan segala peninggalan sejarahnya masih di rawat dengan baik.

Keluhan dan Kesedihan Masyarakat Ema

Setelah melihat beberapa peninggalan sejarah tersebut, tak lama kami di panggil oleh Pemerintah Desa untuk berkumpul di Aula Balai Pemerintahan yang sering disebut juga Rumah Negeri Ema oleh masyarakat setempat , kami bertemu dengan sekertaris Desa, Saniri (Badan Permusyawaratan Desa), dan beberapa perwakilan pemuda setelah memperkenalkan diri dengan maksud kedatangan, kami juga mendengar keluhan dan persoalaan yang dihadapi oleh Masyarakat, hal ini disampaikan oleh Sekertaris Negeri  Ema, M. Sariwating, bahwa Negeri Ema selama ini kurang diperhatikan oleh Pemerintah, mulai dari akses jalan yang sampai saat ini tidak selesai, tidak ada petugas Puskesmas, bahkan guru yang berkewajiban untuk mendidik siswa-siswa di Ema pun jarang hadir, hal ini karena jalan raya menuju Negeri Ema belum di aspal, dan kondisinya sangat memprihatinkan, apalagi jika turung hujan hampir semua aktivitas warga Ema yang ingin ke Kota harus berhenti.

Begitu amat dalam kesedihan yang saya rasakan saat suara yang tegas itu mulai terbata-bata, mata yang sudah berkaca, suasana forum begitu hening, dan satu persatu mulai mengeluhkan masalah mereka. Gustav Tanihatu yang merupakan Ketua Persatuan Pemuda Pelajar Ihuresi Ambon sangat berharap agar pemerintah bisa segera menyelesaikan proyek jalan raya, agar aktivitas warga tidak terganggu. Berbeda dengan Elion Tupan yang merasa seperti belum merdeka, dengan suara yang nyaring, tegas menyuarakan isi hatinya, namun matanya menggambarkan kesedihan warga Ema .

" Rasanya ingin melipat Bendera Merah Putih untuk dikembalikan pada Negara, karena kami seperti belum merasakan kemerdekaan, jalan menuju ke Ema seperti jalan politik, kami tidak mengerti dengan pikiran Pemerintah Kota".

Begitulah ungkapan Elion Tupan yang membuat saya merinding, terlalu miris, Negeri Ema yang melahirkan Pahlawan Bangsa kondisinya seperti ini. Dimana pemerintah yang sebenarnya? Masyarakat Ema juga bagian dari NKRI tapi nyatanya sampai saat ini seperti dilupakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun