Siang itu saya menempuh perjalanan dari Pantai Gelagah Kulon progo dan akan kembali ke Kota Jogja. Terik matahari terasa begitu menyengat memaksa saya mencari warung untuk membeli minuman dan beristirahat. Dari kejauhan nampak ada kios kecil di pinggir jalan, dan saya memutuskan untuk menepi membeli minuman dingin.
Setelah beberapa saat istirahat. Tiba-tiba hati saya terhentak melihat seorang wanita jualan memikul keranjang. Bahkan sempat berhenti  menawarkan daganganya ke saya.
"Silakan kalau berminat kripik atau kopi sama jahe bubuk. Ini asli dari Temanggung, pak", tawarnya.
Karena tidak ada minat untuk membeli, mbaknya pun berlalu meneruskan perjalanan. Namun, belum ada dua puluh langkah berjalan, saya memanggilnya untuk berhenti lalu saya menghampiri untuk melihat lebih dekat dagangan apa saja yang dijual.
Selain kripik, kopi, juga jahe, ada gula aren dan lain-lain. Bahan-bahan mentah yang mungkin lebih pas dibeli oleh para ibu rumah tangga, karena harus melalui proses memasak sebelum bisa di konsumsi.
Karena penasaran dalam hati saya ingin tahu sembari bertanya-tanya sedikit tentang bahan olahan separuh jadi yang dijualnya. Setelah ditawarkan harganya saya tidak sampai hati untuk menawarnya, dengan rasa haru saya pun langsung menyerahkan uang untuk membeli kopi dan bubuk jahenya.
Batin saya terhenyak dan terperangah melihat seorang wanita yang memikul dan menjajakan dagangan berjalan kaki dibawah terik menyengat matahari, berjalan menyusuri jalan dan gang kampung demi mengais rezeki.Â
Pekerjaan yang boleh dikatakan lebih lazim dilakukan oleh laki-laki.
Perempuan asal daerah Temanggung ini merantau ke sini menjual bahan pangan setengah jadi khas dari asalnya. Bertahun-tahun dijalani untuk membantu suami demi mencukupi kebutuhan dan biaya sekolah anak di kampung halaman.