Siang itu matahari begitu terik, saya bersiap untuk berpergian ke wilayah Bali Utara dengan tujuan iseng-iseng melihat kondisi disana. Tak ada terlintas dipikiran saya seperti apa situasi destinasi yang terkenal dengan atraksi lumba-lumbanya yang disukai para wisatawan itu.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih setengah jam sampailah saya di sebuah jalan yang menuju tempat di mana hotel tempat saya menginap berada.
Masuk jalan itu baru saya merasa ada yang aneh. Kok terasa sepi banget, hanya berpapasan dengan beberapa kendaraan saja, padahal jalan yang saya lewati ini arah menuju Pantai Lovina objek wisata terkenal di wilayah Bali Utara.
Selain itu, deretan bangunan hotel, bar, dan restoran yang ada di kawasan itu tampak sepi, tak terlihat aktifitas sebagaimana laiknya tempat yang identik dengan keramaian, bahkan saya lihat beberapa ada yang berhenti operasi.
Sebelum memutuskan pergi dan memesan kamar via salah satu situs online travel agent, terlebih dulu saya menghubungi akomodasi untuk memastikan apakah masih operasi atau berhenti, mengingat saat itu gentingnya pandemi yang membombardir ekonomi Bali, khususnya di pariwisatanya.
Jujur, saat itu saya merasa ngeri melihat kondisi yang sunyi bagaikan kampung mati, apalagi menjadi solo trip.
Akhirnya sampai juga di hotel tempatku menginap. Namun suasana lobby hotel terasa lengang padahal baru sekitar jam tiga'an sore.Tak terlihat tamu lain, setelah beberapa saat di receptionis tiba-tiba ada yang menyapa dan saya sempat kaget, karena ketika itu bagian penerima tamu tidak terlihat entah lagi dimana.
Baca juga: Mengintip Keindahan Pulau Dewata dari Udara"Selamat siang, Pak Ahmad," kata mas receptionis.
Dalam hati heran karena masnya langsung menyapa dan menyebut nama saya. Suatu hal yang jarang terjadi, ternyata setelah tanya-tanya sedikit saya tambah kaget, bagaimana tidak, hari itu saya adalah tamu satu-satunya yang menginap. Wow, is it true!
Sungguh tak terpikirkan sebelumnya menjadi satu-satunya tamu hotel. Momen langka dan luar biasa yang mungkin tidak bisa terulang kembali. Perasaan heran bercampur ngeri  waktu itu saya rasakan.
Setelah sampai dikamar saya tertegun. Kalau tidur dikamar sendirian sudah biasa ya, tapi ini di satu bangunan hotel! "Benarkah saya akan menginap di penginapan berkonsep villa ini sendirian," dalam hati saya. Scary.
Bangunan konsep villa ini memiliki kamar tidur dan kamar mandi yang luas dan lengkap, ada puluhan kamar yang di desain terpisah-pisah antara kamar satu dan kamar lainya. Di depan dan sekeliling kamar di tanami bunga dan pepohonan yang memberi nuansa menenangkan.
Dibalik teduh karena rindangnya pepohonan justru menambah kesan ngeri karena saat itu saya adalah tamu tunggal, tak terdengar suara dan aktifitas tamu lain di lobby dan restoran. Di tambah kamar saya yang menghadap kolam renang dimana biasanya tamu asing suka berenang, hanya terlihat air yang tenang seakan mempertegas kesan menyeramkan.
Demi alasan privasi saya tidak menyebutkan nama akomodasi ini karena tidak ada niatan apa-apa hanya sekedar berbagi pengalaman. Menurut saya dari segi pelayanan dan fasilitas hotel ini sudah cukup sesuai ekspektasi. Meski menjadi satu-satunya tamu hotel, namun pegawai  menyambut dan melayani saya dengan sepenuh hati.
Pegawai yang waktu itu hanya ada satu orang pun menawarkan saya untuk menghubunginya jika ingin makan malam atau membutuhkan sesuatu.Â
Karena memang di luar tidak ada yang berjualan, siang hari saja lengang bagaimana malam hari. Saya memutuskan untuk memesan makan malam via aplikasi pesan antar online saja dan memilih untuk diam dikamar.
Malam itu rasanya begitu panjang, sempat duduk di kursi teras sebentar dan berniat mengambil gambar pada saat malam, tetapi saya merasa tidak enak karena tidak ada tamu lain. Selain itu, hawa dingin menusuk tulang juga lengang dari deretan kamar kosong memberi kesan horor hingga saya mengurungkan niat.
Sebelum pandemi hotel ini ramai tamu dari Tiongkok dan Eropa, menurut cerita dari pegawai hotel okupansi rata-rata sampai 80-90 persen. Saya kira wajar mengingat fasilitas dan pelayanan yang diberikan pihak hotel cukup memuaskan, di tambah penataan desain kamar yang apik bercorak khas Bali dengan halaman yang hijau rindang menjadi pertimbangan tamu.
Setelah melewati berjam-jam malam yang mencekam, tibalah pagi saatnya untuk sarapan dan masnya sebut saja namanya Andi sudah siap membuatkan nasi goreng dan segelas kopi. Ini buat saya pengalaman langka serasa sultan yang punya pelayan pribadi.
Kesan horor saat malam hari menginap sendiri memberi pengalaman tak terlupakan.
Di restoran lagi-lagi saya menjadi satu-satunya orang yang berada disana, tempat yang lazimnya ramai pengunjung saat pagi menikmati breakfast.Â
Experience is the teacher of life.
RuRy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H