Mohon tunggu...
RuRy
RuRy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Demak Jawa Tengah

Orang biasa dari desa

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Lebaran, Saling Memaafkan, dan Nostalgia Kampung Halaman

13 Mei 2021   04:28 Diperbarui: 14 Mei 2021   17:22 3323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Betapapun hebatnya glamour kota besar namun tak bisa memupus kerinduan kampung halaman.

Siapa sih yang ingin hidup jauh dari keluarga, orang tua, dan orang-orang tercinta. Saya rasa pasti semua orang mendambakan kebersamaan. 

Namun, jika takdir berkehendak lain, masalah pekerjaan, ketemu jodoh, atau alasan lain yang memaksa kita harus berada dan tinggal jauh dari tanah kelahiran menjadi penyebab yang tak terelakkan.

Seiring berjalannya waktu rasa berat meninggalkan kampung halaman akan terkikis sedikit demi-sedikit dikalahkan oleh keadaan. Seperti masalah financial, jarak, kontrak kerja, rumah tangga, dan sebagainya.

Waktu terus berlalu, kesibukan demi kesibukan aktivitas harian seakan memalingkan kerinduan. Seiring itu kepingan-kepingan rindu makin lama semakin menumpuk bagai residu yang harus dibersihkan.

Ketika Ramadan tiba, sayup-sayup rindu itu mulai menggema, semakin lama kian jelas terdengar suaranya.

Budaya kebersamaan memang masih sangat kental untuk masyarakat Indonesia, terutama kebersamaan bersama keluarga. Sudah menjadi tradisi jika lebaran dijadikan momen untuk kembali ke kampung halaman dan berkumpul bersama keluarga besar.

Pulang kampung. Iya, momen yang sangat dinanti dan diimpikan bagi orang yang jauh dari tanah kelahiran. Rekreasi emosional menembus ke masa silam. Terngiang masa kecil, teringat ayah dan ibu, kangen teman sekolah, dan suasana pedesaan yang telah lama ditinggalkan.

Secara kultural mudik adalah momen kembalinya imajinasi masa lalu tentang kampung halaman, tentang napak tilas identitas kultural dan genealogis seorang manusia, serta menjadi sarana pelepas kerinduan kepada keluarga.

Selain itu, Sholat Idul Fitri  berjamaah di masjid menjadi kubangan rindu yang selalu ingin terulang di setiap tahun. Tak jarang kita bertemu dan bersalaman dengan teman bermain masa kecil, tetangga, dan sahabat yang selama ini terpisah jarang bertegur sapa.

Saat-saat kebersamaan indahnya saling memaafkan adalah sesuatu yang sangat istimewa, terlebih bagi yang selama ini hidup di perantauan. Berkumpulnya keluarga dan sanak family saat Idul Fitri adalah anugerah Tuhan yang tak terkira. 

Terlepas dari itu, silaturahmi untuk saling bermaafan dalam momen hari raya harus memiliki makna yang hakiki. Tidak seperti orang meneguk air dengan keranjang, atau hanya sebatas tradisi dan ritual semata. Perkara maaf dan memaafkan seyogyanya menjadi persoalan hati dibanding perkara fisik.

Salaman dan sungkeman menjadi tradisi banyak keluarga di Indonesia. Namun, esensi bersalaman akan hilang jika tidak didasari dengan niat tulus untuk meluruhkan kesalahan dan saling bermaafan.

Meski ada anggota keluarga atau kerabat yang tidak bisa pulang karena pembatasan perjalanan terkait masalah pandemic, itu tidak akan menjadi halangan untuk bermaafan. Jarak tidak akan menghalau ketulusan hati untuk saling memaafkan dan bersama meraih Kemenangan.

Meski saat ini tangan kita tidak leluasa saling berjabat, namun niat bermaafan tetap tulus terucap.

Selamat Hari Raya Idul Fitri, 1442 Hijriah.
Mohon maaf lahir dan batin.

Rury

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun