Mohon tunggu...
RuRy
RuRy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Demak Jawa Tengah

Orang biasa dari desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mereka yang Harus Perang Melawan Dua Musuh Sekaligus, Pandemi dan Urusan Perut

3 Mei 2020   23:24 Diperbarui: 10 Juli 2021   20:02 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: cnnindonesia.com

Menahan rindu setelah sekian lama terpisah dengan keluarga karena bekerja di luar daerah mencari nafkah. Tak terbayangkan bagaimana keinginan untuk pulang kampung seakan tak terbendung.

Fenomena mudik di tengah pandemi dengan berbagai cara dilakukan yang penting bisa pulang dan berlebaran di kampung. Ada yang mengelabui petugas dengan menumpang truk barang, ada yang sembunyi di bagasi, dan banyak lagi cara-cara konyol lainya.

Siapa yang tidak ingin merayakan lebaran di kampung bersama keluarga dan family. Pada dasarnya sebagai perantau pasti mendambakan momen sekali setahun tersebut. Namun hendaknya sesekali kita harus berfikir luas agar mempunyai kesadaran tentang situasi dan keadaan saat ini.

Pemerintah mengeluarkan larangan untuk mudik atau pulang kampung. Lantas bagaimana dengan mereka yang mengadu nasib atau bekerja di perantauan yang sudah tak lagi bekerja?

Meski kebijakan larangan mudik dibuat pemerintah untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 seakan tidak menyurutkan niat bagi sebagian perantau untuk tetap pulang kampung. Keputusan yang membuat siapapun yang hidup di perantauan merasa keberatan.

Memang ada pengecualian dan kelonggaran bagi mereka yang dalam keadaan darurat. Namun tidak sedikit juga mereka yang sebenarnya 'hanya ingin pulang' dan tetap melakukan berbagai cara bagaimana bisa sampai di kampung asal mereka.

Berbeda bagi para buruh harian lepas yang tempat di mana mereka bekerja telah tutup atau kena PHK. Sebagian lainya pedagang kecil yang pendapatanya tak sebanding dengan kebutuhan harian yang mereka keluarkan hingga terpaksa ambil langkah untuk kembali ke daerah asal.

Saya tidak bisa membayangkan mereka yang sudah tak lagi mendaptkan penghasilan harus bertahan di perantauan. Terlebih mereka bersama keluarga dengan menyewa kontrakan, makan sehari-sehari, dan kebutuhan-kebutuhan lainya.

Mereka harus perang dengan dua musuh sekaligus, pandemi dan urusan perut. Dan, urusan perut inilah yang seakan lebih mereka takuti, karena menyangkut perut anak dan istri.

Meski ada bantuan bagi mereka yang tidak mudik, namun realisasi proses yang rumit sampai di tangan mereka, itupun mungkin tak menjamin mencukupi kebutuhan keluarganya.

Dana bantuan bagi mereka yang membutuhkan perlu pengawasan ketat. Meskipun pemberian BLT bukan hal yang baru di Indonesia, namun akurasi data masih saja dijumpai, sehingga membuat bantuan menjadi tidak tepat sasaran.

Pandemi memang harus di perangi, namun jangan sampai kehilangan empati bagi mereka-mereka yang tidak punya pekerjaan dan pendapatan pasti. Tidak sedikit mereka yang terdampak dengan situasi ini sampai kesusahan untuk makan serhari-hari.

Empati dan kesadaran sosial
Fenomena ini mengetuk siapa saja untuk menggugah kesadaran sosial den empati. Kita dukung aturan pemerintah untuk memutus mata rantai coronavirus. Salah satu caranya, dengan menjaga jarak aman dan menghindari tempat-tempat keramaian.

Mengikuti aturan sudah sepantasnya sebagai warga negara yang baik, apalagi masalah untuk kesahatan diri sendiri dan orang lain. Di sisi lain kita jangan menyampingkan mereka-mereka yang terjebak kondisi hingga kesulitan mencari sesuap nasi.

Kalau bicara masalah dampak dari pandemi Covid-19 siapa saja pasti merasakan. Namun kalau melihat siapa yang paling terkena dampaknya tentu saja masayarakat level paling bawah karena menyangkut urusan paling inti dari hidup manusia. Tidak lain adalah urusan perut.

Rury

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun