Mohon tunggu...
RuRy
RuRy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Demak Jawa Tengah

Orang biasa dari desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memaknai Hidup yang Tidak Sekedar "Hitam Putih"

15 April 2018   13:26 Diperbarui: 15 April 2018   20:53 1227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Universomaya.com

Teringat masa kecil menonton televisi milik tetangga dengan gambar yang hanya hitam dan putih. Saya tidak tahu apakah warna sesungguhnya yang saya lihat kala itu benar hitam atau putih. Pandangan saya hanya terbatas oleh dua warna pada televisi tempo dulu itu, pelangi yang sebenarnya indah warna-warni pun terlihat hanya hitam dan putih.

Merujuk dua warna "hitam putih" yang mempunyai arti yang sangat luas dan universal. saya pun berfikir bagaimana dalam menjalani kehidupan hanya berpandangan bahkan dipenjarakan oleh dua warna (pandangan terbatas) tersebut?

Bukan sebatas untuk dijalani, dinikmati, namun juga dimaknai. Setiap orang yang masih diberikan kesempatan bernafas tentu bisa menjalani, bagaimanapun kondisinya. Akan tetapi, untuk menikmati dan memaknai kelihatannya sederhana namun sangat sulit jika pandangan kita hanya dibatasi oleh dua warna dalam hidup ini.

Mengapa?

Pada umumnya kebanyakan kita melihat sesuatu hal yang bersifat "normatif", tentu wajar. Namun jangan sepenuhnya menjadikannya acuan, apalagi menganggapnya keniscayaan. Secara tidak langsung kita telah mengungkung dan membatasi diri kita sendiri untuk belajar berfikir lebih luas.

Begitu banyak warna-warni kehidupan yang terbungkus rahasia dalam wujud ragam peristiwa. Dan sebagai manusia yang dianugerahi organ untuk berfikir dan merasa sudah semestinya kita memanfaatkannya untuk mencari tahu akan warna-warni yang masih misteri.

Tidak sekedar menjalani, namun bagaimana caranya bisa menikmati dengan ragam kondisi

Untuk menyantap semangkuk mie akan lebih nikmat dan mudah bila kita menggunakan sumpit atau garpu, lain hal jika kita menggunakan sendok. Begitu juga kita akan kesulitan menjalani apalagi menikmati hidup jika pandangan terbatas pada dualisme hitam putih itu sendiri.

Sebelum kita bisa menikmati hidup terlebih dulu kita harus mampu melihat nikmat atau anugerah dalam hidup itu terlebih dulu. Sebab, pandangan kita sendiri sering kabur dalam melihatnya (nikmat/anugerah) itu yang mana dan seperti apa. Mungkin karena kecenderungan kita dalam melihat sesuatu hanya berdasarkan wujud dan normatif.

Baca juga: Memaknai Ungkapan "Bejo" yang Sebenarnya

Sebagai contoh, mengapa sesorang yang kehidupannya berkecukupan dari segi finansial namun tidak bahagia bahkan berpisah? Tentu kita akan bertanya dalam hati, kok bisa ya. Nah, inilah salah satu bukti bahwa radar kita hanya mampu menangkap informasi permasalahan dari permukaannya saja. Kita tidak tahu akar masalahnya apa yang sebenarnya terjadi pada mereka. Seperti gambar televisi zaman dulu yang hanya mampu memberikan hitam dan putih untuk kita tonton, tanpa tahu keaslian warna yang sebenarnya.

Meminimalisir kegiatan yang kontraproduktif

Salah satu kegiatan yang menghambat perkembangan pola pikir bahkan melemahnya nalar kritis adalah hal yang bersifat kontraproduktif. Sebagai contoh; ngobrol ngalor-ngidul tanpa manfaat yang cenderung banyak berpotensi membicarakan hal negatif orang lain, bercanda yang berlebihan, tidak ada waktu untuk berefleksi, malas belajar (banyak bertanya/membaca buku) dan sebagainya.

Kita sering kali membahas permukaan masalah bukan menggali mencari tahu akar masalah.

Jadi, untuk bisa memaknai dan menikmati hidup tidak bisa berpegang pada hal yang bersifat normatif atau hitam putih saja. Untuk itu, mengapa kita harus selalu mendisiplinkan bukan hanya bekerja, tapi juga untuk selalu belajar tanpa batas usia. Ingatlah, setiap fenomena dan peristiwa selalu membawakan pelajaran untuk kita pecahkan, agar hidup penuh warna dan makna.

Ahmad Rury

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun