Salah-kaprah bisa dikatakan beda sedikit dengan "amburadul". Sesuatu yang tidak semestinya atau tidak pada tempatnya, kurang pas, tidak proporsional atau asal-asalan. Misalnya; penempatan, penyampaian, pemakaian, dan sebagainya.
Jika kita sedikit kepo menelisik jauh, semua yang berbau "salah-kaprah" tidak selalu identik dilakukan oleh orang yang kurang berpendidikan, nyatanya justru aksi dan tindakan nyeleneh ini sering dilatarbelakangi atau malah digawangi oleh orang yang bukan hanya pintar namun punya peranan penting dibidang yang spesifik, baik yang ada di lembaga swasta maupun negara.
Sedikit-sedikit viral. Dari hal yang remeh-temeh yang sama sekali tidak bermanfaat untuk dibahas dan diperdebatkan, sampai yang masalah cadar belum lama ini.
Kembali ke tema
Kita hidup di Indonesia dengan ragam suku, budaya, ras, dan agama. Indonesia adalah suku bangsa seperti halnya Arab. Orang Arab belum tentu Islam, dan orang Islam juga belum tentu orang Arab. Budaya antara Arab dan budaya Indonesia tentu berbeda, seperti halnya cara berpakaian. Kita sering mendengar ungkapan kebarat-baratan atau ketimur-timuran yang biasanya berorientasi cara berpakaian atau bahasanya.
Sebenarnya tidak usah jauh-jauh mendefinisikan ungkapan "salah-kaprah" tersebut. Sebagai contoh, kita hidup bermasyarakat namun tidak bisa menyesuaikan/adaptasi dengan lingkungan dimana kita berada, mungkin sebagian masyarakat akan menganggap kita salah kaprah. Mengapa demikian? Karena manusia adalah makhluk sosial, untuk berkembang dan bertahan hidup kita selalu membutuhkan bahkan bergantung pada orang lain. Tidak harus seperti mereka, namun bagaimana menempatkan diri kita berada sebagaimana mestinya.
"Dalam hidup sejatinya kita selalu diberi materi untuk belajar terus-menerus. Apakah kita mampu dan tidaknya mencerna materi pelajaran komprehensif tersebut kembali pada individu masing-masing".
Salah kaprah membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang mudharat.
Masyarakat kita sebagian belum bisa membedakan mana yang opini, mana yang hoax, dan mana yang realitasnya. Apapun yang mereka dengar dan mereka lihat seolah dianggap suatu kebenaran tanpa menelisik sumbernya. Tidak heran sedikit-sedikit viral dan heboh, kebanyakan masyarkat kita belum bisa memilah sumber berita apakah bermanfaat atau hanya mudharat.
Sebenarnya tidak ada sesuatu yang diciptakan-Nya tidak bermanfaat atau sia-sia. Begitu juga alat yang diciptakan manusia, seperti halnya internet. Namun tidak sedikit dari kita menyalahgunakan fasilitas alat tersebut tidak semestinya. Misalnya; arus informasi yang punya peranan besar membentuk persepsi masyarakat, bagi yang biasa berfikir rasional tentu akan mencerna, hati-hati,dan menganalisa sumber dan kebenaranya. Lalu bagaimana bila penerima informasi itu menelan mentah-mentah tanpa ada filter pilah-pilah. Maka munculah istilah "salah- kaprah" tentang persepsi itu sendiri, endingnya pihak yang dirugikan adalah masyarakat pada umumnya.
Memahami secara mendalam entitas "iqra" (bacalah)
Jika boleh jujur, ini adalah kekurangan dan kelemahan kita selama ini. Memahami entitas "iqra" (bacalah/membaca), dimana membaca bukan hanya yang tersurat. Lantas bagaimana membaca yang tersurat saja kita malas, bagaiman membaca yang tersirat?
Kekurangan yang semestinya kita benahi, karena sudah menjadi emergency reading di zaman yang makin pesat dan tentu mengkhawatirkan. Mungkin bagi sebagian mereka yang beruntung mengenyam pendidikan sampai jenjang tinggi jangan menganggap hal ini sepele, dan selalu memberikan sumbangsih menularkan virus literasi kepada masyarakat agar budaya "salah-kaprah" bisa diredam. Coba Anda membayangkan bagaimana menjadi seseorang yang hanya "lulusan SD" yang merangkak dan berdarah-darah berperang melawan ketertinggalan informasi, bukan dilatarbelakangi kemalasan belajar tapi keterbatasan ekonomi keluarga yang morat-marit. Dan orang itu adalah saya sendiri.
Untuk memerangi wabah "salah-kaprah" dalam mencerna informasi memang perlu belajar yang terus-menerus tanpa henti, karena seiring berkembangnya tekhnologi sudah pasti akan mengalami perubahan dan pembaharuan, termasuk dalam penyampaian informasi itu sendiri. Meski diputar-putar balik, namun jika kita berpegang pada sumber dan aturan yang jelas kita akan terhindar dari kegagapan.Â
Ahmad Rury
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H