Mohon tunggu...
RuRy
RuRy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Demak Jawa Tengah

Orang biasa dari desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bukan Kekurangan Angka, Namun Minimnya Etika

28 Februari 2018   00:04 Diperbarui: 28 Februari 2018   06:36 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara harfiah, etika yang berasal dari bahasa Yunani yaitu "ethos", yang mana memiliki makna watak kesusilaan atau adat kebiasan. Lazimnya, etika berkaitan dengan moral yang dalam bahasa Latinnya yaitu "mos" dan bentuk jamaknya "mores" yang maknanya ialah adat kebiasaan atau cara hidup sesorang dengan melakukan perbuatan baik dan menghindari hal yang buruk.

Sepintas kalau diamati, pendidikan di sebagian sekolah di negeri kita saat ini sepertinya kurang pendidikan untuk hal-hal seperti budi pekerti, etika, dan sopan santun. Sangat berbeda dengan dulu yang sangat memperhatikan itu.

Kemungkinan berkurang atau erosi budi pekerti dan etika pada anak-anak dari waktu ke waktu bisa juga akibat pengaruh globalisasi dan arus informasi yang tidak terbatas. Perkembangan informasi dan budaya yang diterima anak cenderung tidak sesuai dengan bangsa ini. Begitu pula, kian bertambahnya kecanggihan teknologi belum diiringi dengan perkembangan daya tahan bangsa terhadap pengaruh yang berasal dari luar yang mungkin kurang baik.

Saya bukan seorang guru atau pemerhati pendidikan, keprihatinan pribadi saya rasakan ketika melihat anak-anak yang menghabiskan waktunya untuk bermain gadget atau menonton sinetron televisi yang notabene belum waktunya mereka menonton itu.

Situasi seperti ini tentunya para orang tua yang mesti peka dan teliti dan bisa memfilter program televisi mana yang layak atau patut anak-anak tonton. Bagaimanapun para orang tua adalah Madarasah atau kurikulum utama untuk anak-anaknya, jangan hanya pasrah bongkokan menyerahkan proses pendidikan kepada sekolah. Tentu saja dalam hal ini tidak bisa ujug-ujug melainkan dari sejak dini.

Dibutuhkan peran aktif kedua pihak. Sekolah dan para orang tua, dan peran orang tualah yang sangat dominan.

Lain dulu lain sekarang

Pitutur lisan dari para orangtua kepada anak-anaknya memiliki perbedaan yang beragam, namun subtansinya sama. Dulu, di mana nenjelang tidur, ibu saya selalu mendongengkan kisah-kisah dan sejarah Nabi dan Wali Songo (Wali Sembilan). Bila dikaji lebih dalam, pitutur tentang sejarah Nabi dan Wali bukan cuma menceritakan kisah-kisahnya, namun juga sarat akan gambaran pesan moral dan etika. Walau zaman telah berganti, pitutur lisan dikemas dalam dongeng untuk anak-anak sepertinya masih relevan untuk diterapkan.

Selain itu tidak kalah penting pitutur (nasehat) akan rasa Nasionalisme krusial ditanamkan sedini mungkin. Anak-anak harus tau sejak dini makna "bhineka tunggal ika" yang nantinya bisa memberikan spirit dan stimulus nasionalisme di wilayah yang dihuni oleh umat dari berbagai suku, agama, dan ras.

Tidak ada kehidupan yang mulia di dunia ini tanpa ditebus dengan laku prihatin. Suatu laku yang saya maksud ditujukan untuk mendapatkan ilmu, pengetahuan, dan pengalaman empirik. Keprihatinan saya  yang saat mencermati fenomena-fenomena sekitar yang mana kebanyakan para orangtua merasa sudah menyerahkan pendidikan anak-anak sepenuhnya kepada sekolah. Lalu saya berfikir,  bagaimana saya menjadi nakhoda keluarga dan mendidik anak-anak jika pengetahuan hanya mandek tanpa melakukan update?

Derajat bukan dinilai dari angka, namun lebih pada bagaimana kita beretika kepada sesama. Saya rasa etika prioritas utama untuk megajarkan anak-anak sejak dini, bukan berkompetisi mengejar sebuah angka. Kita hidup dalam wilayah dengan ragam suku, budaya, bahasa, agama, karena itu membutuhkan etika untuk saling menghargai dan bertoleransi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun