Mohon tunggu...
RuRy
RuRy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Demak Jawa Tengah

Orang biasa dari desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tahun Baru dan Berkurangnya Waktuku

27 Desember 2017   19:57 Diperbarui: 1 Januari 2020   08:14 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebentar lagi kita akan meninggalkan tahun ini dan memasuki tahun yang baru. Ibarat alarm yang setiap tahun selalu berbunyi untuk mengingatkan kita, dan tentunya tidak sekedar mengingatkan akan pergantian tahun semata.

Setiap kita memasuki tahun baru, seiring itu sebenarnya kita telah kehilangan sesuatu. Kita kehilangan anugerah terbesar yang bernama waktu, meski waktu selalu berkurang tiap menit bahkan detik. Namun momen pergantian tahun yang populer dirayakan meriah di seluruh pelosok dunia ini pastinya kita sambut dengan happy dan tentunya kita jangan lupa merefleksi dan berkontemplasi akan makna sebuah momen.  Karena betapapun indahnya sebuah momen sekarang, namun setelah kita memasuki tahun baru momen itu akan menjadi sebuah memori. Namun sekali lagi,  yang sering tidak di sadari oleh kita adalah kehilangan waktu. Umur boleh bertambah namun waktu akan semakin berkurang.

Perlunya menyisihkan waktu untuk merenung dan berkaca dari tahun yang sebentar lagi akan berlalu.

Jika kita sering membaca maka akan menambah perbendaharaan kata kita. Namun, satu tahun yang berlalu mampukah kita menagkap dan menambah perbendaharaan hikmah kita? Banyak lakon, kesan dan pesan lalu lalang dalam setiap langkah hidup kita, mampukah kita menangkapnya sebagai materi renungan untuk pembelajaran. Ibarat sebuah pisau bila rutin diasah akan tetap tajam, namun bila tidak pernah diasah sudah pasti akan tumpul. Begitu juga dengan ilmu dan mata hati nurani kita.

Kecanggihan teknologi tahun ke tahun kian pesat tanpa diimbangi sumber daya manusianya yang up to datetentu tidak sejalan bahkan bisa jomplang karna tidak seimbang. Seperti sebuah aplikasi yang selalu meminta diupdate. Begitu juga dengan ilmu yang harus up to date agar selalu bisa merespon perkembangan zaman.

Lalu-lintas persangkaan datang silih berganti tiap menit dalam bentuk informasi. Jika informasi yang disampaikan itu benar tentu sangat bermanfaat dan mencerahkan. Namun, masih banyak masyarakat yang menelan mentah-mentah sebuah informasi tanpa telaah dan mengoreksi sumbernya. Budaya instan dalam menerima informasi tentunya sangat membahayakan diri sendiri bahkan orang lain, pemicunya karena  kemalasan diri tidak mau menggali ilmu dan mencari tau ilmu dari berbagai sumber dan menelaah serta merangkum.

Dan, dari sinilah akar ketidaktahuan yang berujung budaya ikut-ikutan hingga kita tidak lagi bisa membedakan antara label dan identitas.

Kekosongan makna terhadap setiap momen disebabkan cara pandang kita yang mungkin keliru. Sangat pantas bagi kita menangisi diri kita sendiri apabila sekian lama waktu berlalu tetapi belum bisa memahami hikmah-hikmah yang berseliweran disekitar kita.

Semoga tulisan sederhana ini bisa bermanfaat.

Ahmad Rury

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun