Mohon tunggu...
KAVA
KAVA Mohon Tunggu... Freelancer - a reader

Pasukan hujan.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Artikel Utama

Dongeng | Kavaleri Hujan

21 Januari 2018   00:15 Diperbarui: 21 Januari 2018   22:48 1451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kava melihat punggung teman-temannya menjauh. Semua berlarian ke ujung awan dan berlomba saling adu kecepatan. Kava hanya diam. Kakinya gemetar. Beberapa teman berusaha meraih tangannya. Namun, reaksi Kava tetap sama. Ia tak bergerak. Kakinya terasa berat untuk diangkat. Berulang kali ia menarik napas panjang dan diembuskannya ke langit. Namun, tidak ada yang berubah. Ratusan punggung telah mengucap selamat tinggal padanya; ratusan kali ia menangkap keraguan.

"Ayo! Kamu tidak turun?" Tanya seorang teman padanya.

"Saya takut," jawab Kava sembari mundur beberapa langkah.

Pada hari itu, Iris yang bertugas memastikan semua pasukan turun ke Bumi.  Mereka disebut Kavaleri, pasukan khusus yang dididik untuk  menjadi penyampai pesan dari langit. Para Kavaleri bersembunyi  di balik awan saat mendung mulai datang. Pada saat mendung tak lagi sanggup dibendung, maka jutaan pesan akan berjatuhan dari langit, disampaikan Kavaleri untuk para penikmat Bumi. 

Rasa syukur, sedih atas kehilangan, bahagia atas keberhasilan, sikap merelakan, semua reaksi manusia lahir karena Kavaleri. Kavaleri akan mengubah hidup setiap orang ketika hujan. Seminggu yang lalu, Yanto si penggembala domba sedang bersedih karena memikirkan dombanya yang tak kunjung gemuk. Salah satu Kavaleri membawa peruntungan baik bagi Yanto. Pesan khusus yang diterima Yanto adalah kebahagiaan dan rasa syukur. Bersamaan pesan yang dirasakan langsung oleh Yanto, Kavaleri lain bertugas menyuburkan rumput dan ilalang, mengundang embun untuk datang, dan mengajak domba Yanto untuk menikmati makan siang. 

Di hari yang sama pada waktu dan tempat yang berbeda, Kavaleri membawa pesan kesedihan pada seorang anak SMA yang terciduk operasi zebra oleh polisi. Usianya yang membuat ia belum berhak mengendarai kendaraan bermotor, pada pagi itu, karena salah satu Kavaleri, ia harus mengikuti "sidang tilang" di pengadilan negeri di kotanya. 

Di antara ratusan juta kavaleri yang berlari, ada satu Kavaleri bernama Kava. Kava menjadi pasukan ke seratus yang hari ini membawa kesedihan. Pada rintik pertama saat hujan, Kavaleri akan menemukan tempat di mana mereka harus pulang menyampaikan pesan. Manusia, pohon, hewan, batu, dan segala hal yang kejatuhan rintik hujan pertama, sebuah peruntungan akan mengubah mereka. Dua peruntungan yang tersisa hanyalah baik atau kurang baik. Saat mendapat peruntungan baik, orang-orang akan dilimpahi kebahagiaan dan tertawa kegirangan. Sebaliknya, bila peruntungan yang didapat kurang baik, maka yang terjadi adalah kesedihan, hanum sehanum-hanumnya. 

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Kematian bagi sebagian orang menjadi peruntungan kurang baik. Namun, mereka kadang tak mengerti bahwa peruntungan itu merupakan peruntungan yang baik bagi seseorang yang telah lama menanggung beban kesakitan dan menantikan kematian. Sebuah peruntungan berkejaran dengan waktu. Dalam musim kemarau, banyak orang yang harus berjuang mengejar impian dan peruntungan mereka akan datang ketika hujan. 

Kava datang dari embun di ujung daun yang menguap ke langit. Ia tumbuh seorang diri bersama para dewa. Lingkungan tumbuh yang sangat damai membuatnya tidak bisa berbuat semaunya sendiri. Ia tumbuh dengan baik, tak bisa berbuat buruk atau berkata kasar, karena ia dididik untuk menjadi Kavaleri Hujan; sang penyampai pesan.

Selama ini, Kava mendapat peruntungan baik. Seperti teman yang lain, ia berlari sangat kencang ke ujung awan untuk turun ke bumi dan menyampaikan pesan. Ratusan orang berbahagia kejatuhan pesan yang Kava bawa. Seorang murid SMA yang berhasil lolos ujian masuk perguruan tinggi, seorang PNS yang berhasil naik gaji, kuncup kamboja yang akhirnya berbunga, sebuah keluarga yang kedatangan cucunya, dan banyak yang lain lagi. Namun, pernah sekali ia membawa peruntungan kurang baik. Pesan yang ia bawa adalah pesan kegagalan seorang anak SMA yang berjuang mati-matian untuk masuk pendidikan kedokteran. 

Hari itu adalah hari Senin, sebuah hari di mana pengumuman ujian menjadi topik hangat untuk dibicarakan. Musim hujan dua tahun lalu. Seorang gadis keluar dari toko buku untuk menunggu waktu. Pengumuman ujian akan keluar setelah jam dua. Butuh dua jam untuk mengetahui hasilnya. Langit Yogyakarta mendung, siang itu. Seorang gadis yang keluar dari toko buku, mengambil sepeda motor dan membawanya turut serta. Ia berpindah ke sebuah kafe modern yang kental dengan nuansa klasik. Bukan untuk bertemu seseorang, namun mengakses WiFi gratisan. Kali pertama dalam hidupnya mengetahui hasil ujian, pun dengan Kava; kali pertama baginya menyampaikan pesan dengan peruntungan kurang baik. 

Segelas kopi telah digenggamnya. Gadis itu keluar dan mulai duduk di kursi teras depan. Saat mendung mulai bergelantung, para Kavaleri keluar dan mencari jalan mereka sendiri-sendiri. Malangnya gadis bercangkir kopi yang menjulurkan tangannya untuk menengadah pada hujan. Rintik pertama yang ia rasa adalah Kava yang membawa pesan tak bahagia. 

Kava melihatnya membuka laptop dan menuntun jemari gadis itu mencari lama pengumuman. Kava pula yang membuat matanya terbelalak membaca pengumuman tidak diterima. Kava menyaksiskan air mata mengalir begitu deras. Kava mendengar belasan kali ponsel gadis itu bergetar memintanya mengangkat panggilan, tapi tak ia jamah. Kava melihat kehancuran seorang gadis yang pulang dengan tangisan. Kava juga mengikutinya hingga tuntas; gadis itu tidak pulang menuju rumah, tapi menemui sang Ayah.

Di sudut pemakaman, ia menangis di hadapan ayahnya. Ia katakan berulang kali bahwa ia tak berguna sebagai putri. Ia teriakkan berulang kali, bahwa yang ia inginkan adalah kebahagiaan untuk Ibuknya. Ia isakkan tangisnya pada nisan dan ilalang yang terdiam melihat gadis itu lebur dalam kehancuran. Kava menyaksikannya dengan penuh penyesalan. Kali pertama yang membuatnya trauma. 

Ketika langit mulai terang, Kava pulang meninggalkan kesedihan bagi gadis itu sendirian. Setiap malam, Kava teringat dengan kabar gawat yang sudah membuat gadis itu dilumuri rasa sedih. Ia berusaha mencari cara supaya peruntungan yang kurang baik tidak usah disampaikan pada para anak manusia yang tinggal di bumi. Kava takut melihat tangis seorang gadis. Kava berusaha sekuat yang ia bisa. Namun, yang terjadi tetaplah sama. Pada gadis yang sama, pada perasaan yang sama, ia membawa peruntungan kurang baik untuk ke dua kalinya. 

Kava masih berdiri gemetar dan menyimpan banyak keraguan. Ia tak berani berlari ke ujung awan. Di sisi lain, seorang gadis penikmat bumi sedang mengurus beberapa surat rujukan untuk pergi ke rumah sakit jiwa. Senin depan, ia berurusan dengan dokter. Apakah Kava akan pergi atau menyimpan pesannya sendiri? Hanya Iris yang akan menentukan kepergian Kava. Iris, sang pelangi penunggu hujan. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun