Pendidikan berbasis gaya bank jelas merugikan para kaum tertindas untuk mendapatkan yang seharusnya didapatkan. Ruang gerak dirampas, ruang kreativitas dibatasi, yang dilakukan hanya sekedar menerima, mencatat, dan menyimpan materi yang diberikan.
Freire menggambarkan pendidikan gaya bank dengan karakteristik domestika dan paternalistik, anti dialog, dehumanisasi, satu arah dan menindas intelektual (Sudrajat, 2021: 19).
Guru berperan mengendalikan secara penuh terkait bagaimana cara mengajarnya, bahan ajar yang digunakan, sedangkan murid diperuntukan dalam beradaptasi dengan apa yang diberi oleh guru, murid juga harus menghafal materi -- materi dari guru demi meningkatkan pengetahuannya.Â
Peserta didik akan dianggap atau disamaratakan menjadi "bodoh" maka harus diisi dengan pengetahuan (Jaelani, 2001: 54). Jadi, guru disini sebagai orang yang menabung dan peserta didik sebagai tempat yang ditabung.
Sebelum adanya kurikulum 2013 atau yang kita kenal dengan istilah kurtilas, kurikulum terdahulu cenderung lebih mengarah kepada sistem pengajaran satu arah dari guru, tetapi setelah adnaya kurtilas menjadi angin segar untuk pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik, diterapkan nya student centered menjadi solusi dari akibat kemunikasi satu arah dari guru.Â
Student centered sebagai model pembelajaran yang memfokuskan dan menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses pembelajaran, sehingga pembelajaran tersebut akan mengembangkan kreativitas, dan inovasi baru dalam diri peserta didik.
Peserta didik akan lebih aktif saat pembelajaran karena mereka yang dominan dalam pengajaran di kelas. Peran guru dan peserta didik menjadi sama, sebagai subjek dari pendidikan dan saling berkontribusi bersama.
Namun, memang masih banyak pendidikan yang berada di dalam pelosok tidak menerapkan kurtilas sebagai kurikulum belajar disana, karena masih banyak hambatan yang tidak mendukung jalannya pembelajaran, seperti halnya sarana dan prasarana yang ada.Â
Tetapi kendati demikian, kurtilas menjadi cara agar peserta didik dapat aktif mengeksplore dirinya untuk menemukan banyak ilmu dan mengembangkan keterampilan yang ada.
Hal ini dapat dikatakan bahwa sudah terdapat bentuk kesadaran dari pemiminpin negara untuk mengubah pendidikan Indonesia menjadi lebih baik, seperti halnya yang diinginkan oleh Freire dengan menggagas alternatif sebagai jalan keluar, demi mencapai pendidikan yang membebaskan.Â
Tidak ada lagi pendidikan yang membelenggu para kaum tertindas, yang ada adalah pendidikan yang menciptakan kualitas dan kompetensi yang sama rata dan saling memanusiakan manusia.