Mohon tunggu...
Ruri Prattycia
Ruri Prattycia Mohon Tunggu... Lainnya - baru memulai menulis

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masyarakat dan Pandemi Covid-19: PHK Massal Akibat Pandemi Covid-19

13 November 2020   18:30 Diperbarui: 14 November 2020   10:24 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ

Coronavirus disease-19 atau Covid-19 merupakan salah satu jenis virus yang masih satu keluarga dengan virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) dan MERS (Middle-East respiratory syndrome). Jenis virus ini diduga berasal dari hewan kelelawar yang kemudian bermutasi dan menginfeksi manusia. 

Coronavirus adalah virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak bersegmen dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini dapat menginfeksi saluran cerna berdasarkan hasil biopsi pada sel epitel gaster, duodenum, dan rektum. Virus dapat terdeteksi di feses, bahkan ada 23% pasien yang dilaporkan virusnya tetap terdeteksi dalam feses walaupun sudah tak terdeteksi pada sampel saluran napas. (Adityo Susilo, C. Martin Rumende, Ceva W Pitoyo, dkk. 2020. Coronavirus Disease 19: Tinjauan Literatur Terkini.).

Virus yang berasal dari China ini kemudian menyebar ke seluruh negara, termasuk Indonesia dan menjadi salah satu bencana nasional. Sedangkan WHO mengumumkan wabah ini sebagai wabah pandemi. 

Pandemi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai sebagai wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas. Karena adanya pandemi ini mengakibatkan dampak yang dirasakan untuk berbagai bidang seperti ekonomi, politik, pendidikan, agama, dll. Pada pembahasan kali ini akan berfokus pada bidang ekonomi, dimana pada bidang ekonomi sangat mempengaruhi pendapatan suatu negara yang dapat menurun.

Selain negara, pendapatan masyarakat pun menjadi berkurang. Seperti yang kita ketahui bahwa masyarakat merupakan orang yang menempati suatu wilayah baik langsung maupun tidak langsung saling berhubungan sebagai usaha pemenuhan kebutuhan, terkait sebagai satuan sosial melalui perasaan solidaritas karena latar belakang sejarah, politik ataupun kebudayaan yang sama (Dannerius Sinaga 1988: 143).

Pada pandemi covid-19 seperti sekarang ini banyak karyawan serta buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal akibat kurangnya pemasukan atau pendapatan suatu pabrik dan sebagai penghemqtan biaya operasional. Dikarenakan perusahaan atau pabrik tersebut tidak mendapatkan pemasukan yang seharusnya, sehingga terjadilah pengurangan karyawan atau buruh. PHK massal dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 5 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-150/MEN/2000 Tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja Dan Ganti Kerugian Di Perusahaan (Kepmenaker 150/2000) :

"PHK massal adalah PHK terhadap 10 orang pekerja atau lebih pada satu perusahaan dalam satu bulan atau terjadi rentetan Pemutusan Hubungan Kerja yang dapat menggambarkan suatu itikad pengusaha untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran."

Pemutusan   hubungan   kerja adalah  pengakhiran  hubungan  kerja karena    suatu    hal    tertentu    yang mengakibatkan  berakhirnya  hak  dan kewajiban  antara  pekerja/buruh  dan pengusaha/perusahaan  (Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

International Labour Organization (ILO) atau Organisasi Buruh Internasional sudah memperkirakan sekitar 25 juta pekerjaan di dunia dapat hilang disebabkan oleh pandemi COVID- 19 (ILO, 2020a). Sedangkan dilansir dari data Kemnaker per-20 April 2020, jumlah pekerja yang terdampak Covid-19 total sebanyak 2.084.593 pekerja dari sektor formal dan informal yang berasal dari 116.370 perusahaan. Rinciannya jumlah perusahaan dan pekerja formal yang dirumahkan adalah 1.304.777 dari 43.690 perusahaan. 

Sedangkan pekerja formal yang di-PHK sebanyak 241.431 orang pekerja dari 41.236 perusahaan (Kemnaker.go.id). Dari data tersebut terdapat sebagian masyarakat yang mendapatkan hak pesangonnya dari perusahaan tempai mereka bekerja dan adapula yang tidak mendapatkan hak pesangonnya. 15,6 persen yang terdiri dari 1,8 persen PHK dengan pesangon dan 13,8 persen PHK tanpa pesangon (Meilianna, Ngadi Ruth dan Yanti Astrelina Purba. 2020. Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap PHK dan Pendapatan Pekerja di Indonesia. Jurnal Kependudukan Indonesia).

Dari ada PHK massal tersebut, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaannya sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya baik itu kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Dengan adanya PHK massal akan menambahkan tingkat pengangguran dan kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Seperti data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 26,42 juta orang, meningkat 1,63 juta orang terhadap September 2019 dan meningkat 1,28 juta orang terhadap Maret 2019 (www.bps.go.id). sedangkan angka pengangguran yang ada di Indonesia pada tahun 2020 mengalami penaikan sekitar 3,7 juta orang akibat pandemi covid-19.

Dari adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal ini membuat banyak orang memiliki pekerjaan yang tida menentu (serabutan), karena mereka kebingungan untuk mendapatkan penghasilan, sehingga pekerjaan apapun mereka lakukan, pesangon yang mereka dapatkan juga tidak mampu menutup semua kebutuhan keluarga seperti bayar listrik, sekolah anak, bahkan memenuhi kebutuhan lainnya. Karyawan yang mendapatkan pesangon saja tidak bisa menutup kemungkinan kalau mereka membutuhkan uang untuk keperluannya, apalagi dengan karyawan yang telah di PHK tetapi tidak mendapatkan pesangon.

Jika dikaitkan dengan teori sosiologi modern, saya akan mengkaitkan dengan selayang pandang pemikirannya Talcott Parson yaitu Fungsionalisme Struktural dan juga pemikiran dari Georg Simmel yaitu salah satu buku yang terkenal The Philosophy of Money. Seperti yang kita ketahui bahwa asumsi dasar dari teori ini adalah anatomi tubuh manusia. mengapa anatomi tubuh manusia? karena masyarakat saling terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para anggotanya akan nilai-nilai tertentu untuk mengatasi perbedaan yang sifatnya ajeg, kemudian dari sini lah masyarakat dapat dipandang sebagai subsistem yang terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Sehingga kalau sudah dalam keseimbangan/equilibrium maka akan tercipta sosial order/keteraturan.

Pada teori ini Parsons berkonsentrasi pada struktur masyarakat dan hubungan satu sama lainnya. Karena dari adanya struktur ini mendukung dan cenderung mengarah kearah equilibrium dinamis. Dengan struktur juga, masyarakat dapat menjalankan perannya masing-masing. Sedangkan ketika masyarakat tidak menjalankan fungsinya dengan terstruktur maka akan terjadi disfungsi.

Disini, masyarakat juga dikatakan sebagai suatu kumpulan sistem yang saling ketergantungan antara sistem yang satu dengan yang lainnya. Selain itu, pada teori fungsionalisme struktural, terdapat sistem sosial yang terdiri dari faktor individu yang saling berinteraksi dengan yang lain dalam lingkungan sekitar. 

Dalam teori sistem sosial ini Parsons menyatakan bahwa konsep sistem menunjuk pada dua hal. Pertama, saling ketergantungan di antara bagian, komponen, dan proses-proses yang meliputi keteraturan keteraturan yang dapat dilihat. Kedua, sebuah tipe yang sama dari ketergantungan antara beberapa kompleks dan lingkungan-lingkungan yang mengelilinginya (Parsons, 1977: 177). Dan juga ada sistem tindakan sosial yang lebih khusus seperti sistem budaya (nilai, norma, adat istiadat, aturan dan tradisi) dan kepribadian.

Seperti yang terjadi pada saat ini yaitu PHK massal akibat pandemi covid-19 dimana banyak masyarakat baik itu kepala keluarga ataupun tulang pungggung keluarga yang kehilangan pekerjaannya. Dimana jika kita lihat dari perspektif sosiologi terutama teori fungsionalisme struktural yaitu ketika sesorang dalam keluarga tersebut tidak memenuhi atau menjalankan fungsinya seperti biasa, akan mengalami suatu kedisfungsian. Dan ketika tidak dapat diperbaiki maka akan menjadi disharmonis suatu hubungan keluarga dan dapat menciptakan konflik. Karena tidak berfungsinya peran dari kepala keluarga yang telah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Maka dari itu, Talcott Parsons membuat sebuah pola agar dapat mempertahankan keharmonisasian dan tetap stabil didalam masyarakat, pola ini dinamakan AGIL.

1. Adaption (Adaptasi)

Para karyawan atau buruh yang telah megalami PHK massal harus menjalankan atau beradaptasi dengan kenyataan yang baru ia terima. Terutama dalam hal memenuhi kebutuhannya mereka harus bisa memiliki fungsi adaptasi dalam sistem sosial masyarakat.

2. Goal Attainment (Pencapaian Tujuan)

Semua manusia memiliki keinginan atau tujuannya masing-masing. Dan untuk mencapai tujuannya tersebut, setidaknya ia harus memiliki alat dan sumber daya yang dibutuhkan agar keinginan atau tujuan tersebut dapat terpenuhi. Dalam konteks PHK massal ini, dimana karyawan atau buruh yang telah di PHK menginginkan memiliki pekerjaan yang layak, mendapatkan kesejahteraan dan dapat mempertahankan keharmonisan hubungannya.

3. Integration (Integrasi)

Pada fungsi integrasi ini harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponenya secara kooperatif dan terkoordinasi dalam sistem. Untuk meningkatkan integrasi dalam masyarakat ketika karyawan telah mengalami PHK dapat mengikuti gotong royong, kerja bakti, ronda malam, mengikuti PKK dan masih banyak lagi kegiatan yang dapat dilakuykan bersama masyarakat sekitar yang sekiranya tidak pernah dilakukan ketika masih bekerja. Pada hal ini dapat meningkatkan rasa integrasi dalam sebuah kelompok masyarakat tempat mereka tinggal.

4. Latency (Latensi)

Dimana sistem ini melengkapi, memelihara dan memperbaiki motivasi individual atau pola-pola kultural. fungsi ini yang menangani urusan nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam struktur masyarakat seperti keluarga, agama dan pendidikan. Ketika karyawan atau buruh menjadi koran PHK massal, hal ini dapat menjadikan motivasi atau dorongan yang kuat untuk mempertahankan keseimbangan hidup. Dan juga bahwa mereka mampu mempunyai pekerjaan yang jauh lebih baik dibandingkan pekerjaannya terlebih dahulu dengan kualitas dan kompetensi yang ia miliki. Hal itu tidak luput dari dukungan orang-orang sekitar mereka seperti keluarga, saudara dan kerabat karyawan atau buruh tersebut.

Penulis menggunakan pendekatan AGIL dikarenakan hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa untuk mengetahui implikasi dari Pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dapat dilihat dari bagaimana karyawan atau buruh tersebut melakukan adaptasi ketika tidak bekerja lagi di perusahaan tempat mereka bekerja dulu, dan bagaimana karyawan atau buruh tersebut memelihara pola dalam keluarga pasca PHK massal. dan semoga kedepannya para karyawan atau buruh yang di PHK dari tempat kerjanya mendapatkan pekerjaan yang baru sehingga dapat menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya dan tidak mengalami disfungsi dalamkeluarga karena tidakmenjalankan perannya masing-masing dalamkeluarga tersebut, terutama kepala keluarga dan tulang punggung keluarga yang mencari nafkah. 

sedangkan untuk pemikiran Georg Simmel mengenai The Philosophy of Money yang menjelaskan bagaimana uang bermain dan bekerja. Seperti yang kita ketahui juga bahwa uang merupakan bagian dari relasi interakasi yang ada dalam masyarakat sehingga uang menjadi bagian yang mengikat masyarakat agar membangun interaksi relasi yang mana nantinya uang akan menyatukan jarak dengan objek sehingga menciptakan relasi. jika kita memiliki uang maka apa yang kita inginkan (objek) akan mendekat, tetapi jika kita tidak memilikinya maka objek tersebut akan menjauh atau berjarak dengan kita. 

Seperti para karyawan atau buruh yang mengalami PHK massal ini, mereka membutuhkan uang untuk memenuhi kehidupannya yang sangat banyak. jika merek atidak memiliki uang, maka mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan yang sangat banyak itu, mereka akan tercipta dengan jarak yang begitu jauh dengan kebutuhannya, begitupun sebaliknya.

Ketika masyarakat yang di PHK massal ini tidak memiliki pekerjaan yang menetap, mereka akan bekerja apa saja asalkan mereka memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Meskipun masyarakat mendapatkan upah yang sangat sedikit. Hal ini berarti uang mendekatkan atau menyatukan masyarakat dengan objek yaitu kebutuhan sehari-hari. 

Jadi pada intinya adalah, uang sangat diperlukan oleh kita semua baik itu yang masih bekerja ataupun ang tidak bekerja. Hal ini dikarenakan banyaknya kebutuhan yang kita perlukan untuk menjalan kankehidupan sehari-hari.Dengan adanya uang tersebut, kita akan didekatkan dengan objek yang kita inginkan itu, sehingga kebutuhan yang dibutuhkan akan tercapai. 

DAFTAR PUSTAKA

Adityo Susilo, C. Martin Rumende, Ceva W Pitoyo, dkk. 2020. Coronavirus Disease 19: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 

 Meilianna, Ngadi Ruth dan Yanti Astrelina Purba. 2020. Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap PHK dan Pendapatan Pekerja di Indonesia. Jurnal Kependudukan Indonesia. 

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun