Namun yang paling eye-catchy sudah pasti ampiteater mininya, karena posisinya berada di tengah-tengah SSAS. Ampiteater ini juga bisa diamati dari arah Kopi Selasar.
Dari kenalan saya itu pula saya tahu keunikan ampiteater ini. Menurutnya, ampiteater dibangun dengan simetris sempurna dengan mempertimbangkan keakustikan. Ini kata dia mengikuti teknologi kuno Colosseum; ampiteater raksasa di negeri para godfather, Italia. Sayangnya saya belum pernah ke Colosseum :D.
Untuk membuktikan kesimetrisan ampiteater ini, berdirilah tepat di tengah-tengah ampiteater, dan rasakan satu efek tertentu pada indra pendengaran. Saya menggambarkan efek ini bagaikan berada di dalam suatu ruangan tertutup, yang bagi pengidap claustrophobia mungkin akan mencemaskan. Mungkin tak seberlebihan itu juga.
Namun teknogi akustik pada ampiteater mini ini berguna saat di lokasi ini digelar konser musik kecil-kecilan --mengingat kapasitas duduk ampiteater hanya cukup untuk sekitar 200-300 orang.
Bagi yang sedang di Bandung, tak akan menyesal datang ke sini. Tak punya duit tak masalah, bahkan kalau mau bawa bekal sendiri pun tak apa-apa. Asal jangan sampai "ngampar samak".
Meskipun lokasinya nyingcet itu tadi, tapi ada angkot yang melalui jalur ini kok, yakni angkot jurusan Ciroyom- Ciburial. Jalur yang dilewatinya mulai Pajajaran, Wastukancana, dan Dago (Ir H Djuanda). Tapi angkot ini jarang sekali, sehingga agak menyulitkan terutama saat akan pulang ke Bandung kota, apalagi kalau hari mulai gelap. Ojek online mungkin bisa jadi solusi.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H