Alam Bandung dan sekitarnya tak habis-habis digali. Ketika saya pikir semua pergunungan di sekitar kota saya ini sudah pernah saya kunjungi, minimal bagian terluarnya, ada saja yang masih belum tersentuh.
Belum lama ini, saya dan dua teman saya yang sama-sama suka hiking ringan ke alam di akhir pekan, bagai terjebak di alam liar dan di satu rencana grup teman lainnya yang di luar rencana kami bertiga. Semula kami menduga hanya akan mengunjungi curug (air terjun) yang lokasinya tak terlalu tinggi, sekadar untuk refreshing sambil foto-fotoan.
Siapa sangka grup lainnya ini yang memang sudah janjian bertemu di lokasi wisata Curug Cilengkrang, "menggiring" kami masuk dan masuk terus lebih dalam ke hutan. Mengerikannya, mereka hanya berbekal pengalaman ke lokasi yang sama beberapa tahun lalu. Ajegile!
Dengan membayar tiket masuk Rp 3.000 atau Rp 5.000 (saya lupa), kami masuk ke wanawisata Curug Cilengkrang. Lokasinya hanya sekitar 3 km dari Lapas Sukamiskin yang berada di Jalan A.H. Nasution, Ujungberung, Bandung Timur. Tempat wisata ini tepatnya berada di kaki Gunung Manglayang.
Akan tetapi memang, begitu mobil membelok ke kiri dari Jalan A.H. Nasution, jalanan tak henti menanjak, dengan lebar jalan hanya cukup untuk dua kendaraan ukuran biasa. Gunung Manglayang memang terkenal curam.
Memasuki lokasi wisata yang dikelola Perhutani ini, awalnya curug-curug masih berserakan di posisi landai. Keciil! Kami pun masih bisa hiking sambil cengengesan.
Curug Cilengkrang sebenarnya merupakan paket enam curug di aliran Sungai Cihampelas. Keenam  curug ini, berurutan dari hilir, adalah Curug Batupeti, Curug Papak, Curug Panganten, Curug Kacapi, Curug Dampit, dan Curug Legok Leknan.
Curug-curug ini dinamai sesuai karakteristik yang melekat padanya. Curug Batupeti misalnya, dinamai demikian karena tak jauh dari curug ada batu berbentuk seperti peti. Atau Curug Kacapi yang menurut warga setempat kadang di lokasi curug ini seperti terdengar suara alat musik kecapi.
Di curug-curug terbawah, kami masih bertemu bocah-bocah yang antara lain main perosotan di curug yang memang seperti perosotan ala waterboom, Curug Papak. Hingga kemudian... suara tawa anak-anak pun mulai terdengar menjauh, dan lalu hilang. Senyap. Kecuali tinggal suara desah keluh kesah kami bertiga. Â
Kami tak berencana hiking sejauh ini. Beda dengan grup teman lainnya yang berjumlah lima orang, yang tampaknya memang sudah berniat hiking serius.
Satu dua rintangan curug yang cukup curam dan berbahaya karena berbatu-batu dan licin, pun kami lalui. Tak bisa bohong, wajah mulai tertekuk. Hingga kemudian sampai di satu lapangan semak berkontur menanjak, yang menandai mulai makin beratnya gerak langkah.