Sengaja aku membeli lonthong sayur berbungkus daun jati.
"Mbak, beli lonthong dua, kumplit dengan peyeknya", sapaku pada bakul di pinggir jalan sebelah rumah.
"Sayurnya pedes gak papa Bu"
"Wah, malah mantab, Gak papa"
Ahirnya kubeli dua lonthong sayur kumplit dengan peyek.
Segera kuambil ponsel dan kuhubungi seseorang yang bisa kuajak makan bersama. Bu Nar namanya.
"Bu, katanya ada gubuk di sawah jenengan ya"
"Nggih Bu",
"Yuuk, sekarang kita makan di sana", ajakku mendadak
"O gih, siap" jawab Bu Nar  keheranan, tidak biasanya saya mengajaknya makan di gubuk miliknya.
Entahlah, rasanya ingin suasana baru yang bisa merefres pikiran. Salah satunya ingin memandang pemandangan hijau nan asri dan alami. Salah satu yang saya tuju adalah di persawahan.
Bu Nar adalah tetangga yang kebetulan mempunyai gubuk di sawahnya. Ingin rasanya menikmati suasana yang bisa membuat pikiran rehat sejenak dari rutinitas kerja yang menyedot energi baik fisik maupun rohani.
Banyak kegiatan menantang yang akan datang, juga beberapa pekerjaan yang harus selesai sesuai dead line, penyusunan rapot, persiapan purna siswa kelas 6, agenda takbir keliling, panitia penyembelihan kurban, dan yang tak kalah penting adalah persiapan mantu.
Suasana hati dan raga harus dipersiapkan seimbang, harus focus, tapi tetap santai dan  melapang, he,,, he,,,.
Waktu makan siang tiba, saya bersama Bu Nar bergegas menuju sawah miliknya, saya ingin menikmati makan siang di  gubuk untuk menambah nafsu makan saya yang ahir-ahir ini kurang baik.
Setelah sampai di gubuk kunikmati lonthong sayur hingga habis, rasa pedas dan sejuknya suasana di pematang sawah menambah gairah makan siang bertambah. Alhamdulillah nikmat Allah yang seperti ini sudah jarang dirasakan oleh penduduk bumi yang berada di perkotaan.
Gubuk menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) adalah rumah kecil (biasanya kurang baik dan bersifat sementara).
Bahan pembuatan gubuk cukup sederhana, bisa dari bambu dan beratapkan ijuk. Namun, ada juga yang terbuat dari papan kayu jati dan beratapkan esbes. Mau dibuat seperti apa semua tergantung pemiliknya..
Berikut beberapa fungsi gubuk di sawah.
Sarana  istirahat di sela-sela bekerja di sawah.
Saat bekerja seperti mencangkul, membajak dan menanam padi di sawah membutuhkan istirahat. Apalagi suasana sawah tidak ada tempat berteduh. Seperti pohon atau bangunan lain. Maka salah satu tempat untuk beristirahat sejenak adalah gubuk.
Namun begitu tidak semua petani mendirikan gubuk di sawah, selain membutuhkan biaya dan  perlengkapannya, gubuk juga membutuhkan lahan yang terkadang para petani eman(menyayangkan) jika sedikit dari lahannya dikurangi untuk mendirikan gubuk.
Padahal salah satu fungsinya bisa untuk beristirahat atau berteduh setelah bekerja. Bila tidak ada gubuk mereka cukup duduk-duduk di penggiran lahan miliknya, orang Jawa menyebutnya galengan.
Ruang tunggu terbuka dari serangan hama
Selain untuk beristirahat fungsi gubuk yang kedua yaitu untuk sarana ruang tunggu dari serangan hama seperti tikus, burung ataupun walang. Saat padi mulai berisi biasanya burung-burung mancari makan dengan memakan  padi yang sudah mulai berisi.
Dengan adanya gubuk para petani bisa duduk sambil membunyikan terompet sebagai penghalang dari serangan burung. Atau bisa juga memberi tanda dengan mengayunkan tali yang disambungkan dengan orang-orangan di sawah.
Sehingga saat tali di tarik dari gubuk orang-orangan sawah akan bergerak dan menakut-nakuti burung yang akan hinggap di padi. Hal ini sudah banyak dilakukan para petani menjelang panen tiba. Termasuk Bu Nar, dia akan menunggu di gubug untuk menjalankan misinya sebagai penghalau hama saat di sawah.
Tempat berdiskusi para petani
Pemilik sawah pasti bermacam-macam latar belakang, ada yang berprofesi sebagai pedagang, pegawai, pengusaha, atau petani tulen. Dari berbagai macam profesi tersebut bisa menjadi ajang silatuirrahmi antar pemilik sawah. Salah satu tempat yang menunjang salah satunya adalah gubuk yang lokasinya ada di persawahan.
Bu Nar sendiri adalah seorang guru, sementara suaminya pegawai perhutani yang sudah purna dua tahun yang lalu. Aktifitasnya sekarang adalah menekuni di bidang pertanian.
Menurutnya bertani sebuah profesi sampingan sambil mengisi waktu luangnya setelah purna tugas sebagai pegawai.
Baginya hal yang menyenangkan saat mengetahui pertumbuhan padinya dari minggu ke-minggu. Tanaman padi yang menguning, menjadi pemandangan yang membahagiakan.
Gubuk adalah salah satu tempat bersilaturrahmi dan ajang diskusi bagi kami para petani, saling bertukar pikiran saat menemukan hasil tanamnya yang kurang bagus. Saling memberikan saran saat ada gulma yang menyerang. Demikian ungkap suami Bu Nar saat saya temui di gubuknya.
Tempat titik kumpul hasil panen sementara
Hasil panen yang melimpah memerlukan  tempat untuk sekedar menjadi titik kumpul. Gubuk adalah salah satu titik kumpulnya. Hal ini hanya beberapa saat seusai memanen. Karena biasanya tengkulak atau penebas gabah akan datang mengambil hasil panen beberapa jam setelah pekerjaan memanen selesai.Â
Bagi yang tidak memiliki gubuk hasil panen cukup ditumpuk dan dikumpulkan di tengah-tengah sawah. Pemilik sawah menungguinya di bawah terik matahari hingga gabah terangkut.Â
Berbeda jika mempunyai gubuk, hasil panen cukup ditumpuk di sebelahnya dan pemilik sawah dapat berteduh di bawah gubuk sampail menunggu tengkulak datang.
Gubuk sebagai penanda sawah miliknya
Tidak semua pemilik sawah mengetahui sawahnya sebelah ini atau sebelah itu. Pematang sawah yang luas tanpa ada penanda apapun, menjadikan pemilik sawah tidak mengetahui secara persis sawah miliknya. Karena rata-rata persawahan adalah lahan yang sama. Yang membedakan adalah luas dari sawah tersebut.
Sebagian pemilik sawah bukan penggarap. Ada yang diserahkan pada penggarap dengan ketentuan yang sudah disepakati. Pernah terjadi pada tetangga saya, karena tidak pernah tahu sawahnya sebelah mana, saat mengantarkan sarapan pada pekerja salah sasaran.
Pekerja milik tetangga dikirim sarapan, padahal pekerja miliknya  menunggu sarapannya belum datang.
Itulah salah satu fungsi gubuk berikutnya, yaitu sebagai penanda jika sawah itu miliknya. Apalagi jika gubuk itu dibuat unik dan tidak sama dengan gubuk-gubuk milik tetangga.
Demikian ulasan sederhana ini, sebagai pengalaman penulis saat berkunjung dan berteduh di gubuk
Salam sehat selalu, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H