Mohon tunggu...
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri)
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri) Mohon Tunggu... Guru - Guru SD, Penulis buku

Hidup bermanfaat lebih beruntung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Antara Mertua dan Menantu Harus Rukun

18 Mei 2024   17:23 Diperbarui: 18 Mei 2024   19:00 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar dari IStock

 

Banyak rumah tangga yang berahir dengan perpisahan karena campur tangan mertua. Saking sayangnya bapak/ibu mertua pada anaknya sehingga saat melihat anaknya yang kurang mendapat perhatian dari suami atau istri, mertua ahirnya ikut campur tangan bahkan memberikan nasehat yang melebar kemana-mana.

Tak jarang mertua ikut campur urusan anak menantunya, bahkan saat akan membeli ini dan itu, atau jangan membeli ini dan itu. Dari hal-hal sepele semacam itu lama-lama terjadilan percekcokan antara mertua dan menantu.

Contoh kasus yang saya temui, sebut saja namanya Pamela. Dia anak berkebutuhan khusus tuna daksa. Sebenarnya seperti orang pada umumnya namun dia mempunyai keterbatasan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari, tangannya tidak bisa terampil memegang sesuatu, demikian juga saat berjalan.

Suatu hari ada laki-laki yang jatuh cinta dan ingin mempersuntingnya, saat pertama si cowok melihat Pamela dia merasa kasihan, hati pun tertaut dan jadilah mereka sepasang kekasih yang berujung ke pelaminan.

Ilustrasi gambar dari IStock
Ilustrasi gambar dari IStock

Orang tua Pamela sangat bahagia, karena selama ini beranggapan bahwa kondisi Pamela dengan  keterbatasan tidak berharap ada laki-laki yang tertarik padanya.

Bahkan saat pihak laki-laki berkenalan dengan keluarga Pamela semua sudah dijelaskan keadaan Pamela yang sebenarnya, lamaran diterima dan akad nikah pun terlaksana dengan lancar.

Dua bulan menikah Pamela merasa kebahagian layaknya pengantin baru, kemesraan antara Pamela dan suami kerap terlihat saat pergi ke masjid berdua, runtang-runtung layaknya sejoli yang sedang kasmaran.

Ilustrasi gambar dari CNN Indonesia
Ilustrasi gambar dari CNN Indonesia

Menjelang bulan ketiga prahara rumah tangga Pamela mulai terjadi, kasih sayang ayah diluapkan pada keadaan yang bukan posisinya. Ayah Pamela lupa jika anaknya sudah milik orang lain, yaitu suaminya.

Semua  perilaku suami harus persetujuan dengan ayah Pamela. Pamela yang selama ini selalu menuruti kata sang ayah, tidak bisa bertutur apa-apa saat Ayah Pemela memberikan kata-kata yang tidak pantas pada suami Pamela, padahal bermula dari masalah kecil saja yang bisa diselesaikan oleh mereka berdua.

Namun berujung dengan penjemputan Pamela berada di rumah suami, sang ayah membawa pulang paksa ke rumah. Pamela yang sebenarnya mencintai suaminya terpaksa mengikuti apa kata ayahnya.

Dengan rasa takut, dan tunduk dengan nasehat ayah, Pamela pun pulang denga rasa berat berpisahkan dengan sumi tercintanya. Banyak perkataan yang tidak pantas diucapkan sang mertua, salah satunya menantu dituduh mengambil hasil panen di sawah.

Padahal menurut suami Pamela dia tidak melakukan, hanya saat panen kedelai di kebun mertua dia ambil yang masih hijau untuk direbus di rumahnya sendiri. memang tanpa sepengetahuan ayah Pamela, namun dari kejadian tersebut dia dituduh maling.

Itulah pemicu berpisahnya Pemela dengan suami tercinta. Setelah kejadian itu Pamela dibawa pulang ayahnya dengan paksa. Suamipun tidak punya daya untuk membela dirinya. Nasi telah menjadi bubur, menyesal memang dibelakang hari, dua minggu setelah kejadian ternyata Pamela hamil.

Sontak membuat ayah Pamela menyesal sudah membawanya pulang, tanpa mengetahui jika Pamela ternyata sudah hamil. Setelah pulangnya Pamela ke rumah orang tua, suaminya pun bekerja ke luar Jawa hingga saat ini tak ada kabar beritanya, kini Ayah Pamela yang menanggung kehidupan Pamela dan anaknya.

Saya dan mertua. Dokpri
Saya dan mertua. Dokpri

Inilah sepenggal cerita runtuhnya rumah tangga adanya campur tangan mertua terhadap menantu. Kehadiran mertua dalam rumah tangga takbisa dihindari, mereka telah menjadi bagian dari keluarga kita.

Senang atau tidak mereka adalah orang tua suami atau istri kita, sehingga apapun yang terjadi kita harus bisa menyamakan persepsi, mengerti mereka dan tetap menghormatinya.

Ada yang harus mengalah walaupun tidak kalah, itu karena mengedepankan tawadhu' kita terhadap mertua. 

Saya misalnya ada beberapa pendapat mertua yang tidak sejalan dengan saya, mertua pingin ini dan itu, saya cukup menyadari bahwa beliau jauh lebih tua dari kita.

Secara logika, mereka telah udzur dan umur pun jauh diatas kita, maka seyogyanya kita bisa mengerti keinginannya, saya lebih bisa mengalah dan diam terhadap keputusan mertua, selagi itu hanya masalah sepela seperti mengatur perabot rumah, menu masakan dan lain sebagainya.

Mungkin karena itulah mertua  paling cocok dengan saya, karena saya lebih banyak menjawab, "Gih Buk, dan tidak "ngeyel" saat mertua menasehati. Berbeda dengan menantu lain yang sering diam bila diajak ngomong atau malah ngeyel saat berbeda pendapat. 

Sudah hampir satu tahun ibu mertua meninggalkan kami, Allaohu yarham, semoga Allah mengampuninya. Saat ini saya baru bisa mengubah desain rumah sesuai dengan keinginan saya, mulai meletakkan meja kursi, almari atau perabot rumah tangga yang lain. 

Sebelumnya saya hanya manut kata mertua saja, walaupun sebenarnya rumah dan isinya kami yang beli, ini semua untuk berdamai dan mengurangi konflik. Apa saya baik-baik saja, Alhamdulillah Ketika kita bisa merendah maka dia tidak akan merendahkan kita, demikian sebaliknya.

Banyak kasus yang terjadi tidak rukunnya menantu dan mertua karena sama-sama tidak ada yang saling mengalah, semua ngeyel ingin menjadi pemenang dan merasa benar. Coba sedikit mengurangi ego pasti semua akan baik-baik saja.

Seperti kasus Pamela, ayahnya merasa benar karena menjemput putrinya adalah haknya, namun dia lupa kalau Pamela sudah mempunyai suami yang menjadi imam Pamela. Pamela yang kurang pengalaman hanya bisa pasrah atas keputusan ayahnya.

Suami Pamela pun tidak mau mengalah karena dia merasa direndahkan, saat semua mengedepankan ego dan tidak mau mengalah, maka yang terjadi keretakan rumah tangga yang berujung kata berpisah.

Wasana Kata

Kebahagiaan rumah tangga adalah saat semua anggota keluarga saling rukun, asah, asih dan asuh. Mertua adalah bagian dari keluarga mereka menjadi orang tua kita, jika cinta pada anaknya, maka harus menerima Bapak/ibu mertua.

Mengalah bukan berarti kalah dan menang pun bukan menjadi pemenang, saling menghormati dan menghargai adalah hal yang mutlak dibina supaya hubungan mertua dan menantu tetap harmonis.

Salam sehat selalu, semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun