Setelah empat hari mengikuti kegiatan workshop pendekar(penggerak Merdeka belajar), saatnya kami bertujuh kembali ke habit masing-masing. Tentu keluarga di rumah sangat menunggu, maklum kegiatan di awal puasa akan berbeda bagi kami. Salah satunya saat harus menyiapkan sajian berbuka puasa dan makan sahur.
Rindu bertemu anak, suami maupun istri setelah berjarak selama empat hari, yang ada saling menatap dan bercakap di dunia maya. Namun demikian semua terkondisikan karena kami dan keluarga saling mendukung dan berkomitmen.
Tibalah saya dan rombongan balik ke rumah, mula-mula kami bertujuh keluar dari lobi hotel, namun sebelumnya kami sempat bernyanyi bersama, satu diantara kami jago di bidang seni, sehingga alat apapun terkait music beliau kuasai.
Ada piano yang disiapkan pihak hotel di lobi. Raden Mohdi, guru kesenian itu  memainkan jari lincahnya di atas tuts.  Beliau mengiringi kami bernyanyi. Diajeng Lufin dengan suara emasnya, Srikandi  lilik, Gus Roni, Mr. Guntur dan tak lupa Mbah Syafi bersama-sama mendendangkan lagu munajat cinta bersama. Suasana harmoni yang luar biasa, tampak bahagia dari wajah-wajah mereka.
Dua lagu kami nyanyikan hingga selesai. Saatnya harus beranjak dari hotel. Kendaraan kamipun menunggu di depan pintu lobi, segera kami membawa barang bawaan menuju mbil dan meninggalkan  Atri Hotel Malang.
Sementara itu Mr. Guntur menjadi driver kami. Kendaraan melaju dengan santai, suasana di mobilpun tampak gayeng dengan cerita-cerita lucu nan mbanyol. Tampak bahagia, namun memendam  rindu tergambar di wajah mereka.
Rindu akan anak, suami maupun istri. Saat tiba di Surabaya Den Mohdi dan Srikandi Lilik turun, untuk beberapa urusan, sehingga tidak melanjutkan perjalanan bersama kami.
Raden Mohdi akan bertemu mantan kekasihnya yang sudah memberikan dua malaikat kecilnya yang lucu. Sedangkan Srikandi lilik akan menemani putrinya yang akan melakukan operasi ringan di salah satu inderanya yang bermasalah. Mereka pun turun di Rest Area Surabaya.
Kembali kami berlima melaju menyusuri jalan bebas hambatan menuju Kota Tuban. Mbah Syafii yang awalnya di kursi belakang pindah ke depan menemani Mr. Guntur. Sedangkan Gus Ronie tetap berada di jok belakang. Saya sendiri dan Diajeng Lufin tetap berada di kursi tengah.
 "Bu nanti setelah di Tuban drivernya ganti saya", ucap Mbah Syafi dengan hati-hati.
"Loo memang kenapa Mbah", tanyaku
"Kan Mr. Guntur turun di Tuban, sedang kita masih melanjutkan hingga ke Singgahan City",
Mbah syafii mengatakan demikian sekaligus memberitahukan kepada saya, bahwa sesungguhnya ia belum bisa mengendarai mobil manual, karena biasanya memakai mobil matik. Tampak ada kehawatiran di wajahnya.
Segera saya mengiyakan "Siap Mbah gak papa, saya mempercayakan, jenengan bisa pasti", ucapku meyakinkan Mbah Syafi.
Setelah dua jam perjalanan kami tiba di Lamongan. Waktu menunjukkan pukul 11.30 WIB, Â kendaraan melaju dengan pelan sambil mencari masjid untuk menunaikan ibadah salat jumat. Â Beberapa masjid kami lalui, namun kami memprediksi waktu supaya saat berhenti pas khutbah jum'at.
Saat perjalanan itulah Mbah Syafi  mencoba tukar driver dengan Mr. Guntur, tujuannya sambil belajar mumpung ada pendamping yang  mengarahkannya. Selama perjalananan Mr Guntur memandu  Mbah Syafi terkait kopling, masuk gerigi satu, dua dan seterusnya.
Saat dipandu Mr. Guntur semua teratasi, tak ada masalah dan saya pun menilai bisa lulus kemudi. Sepanjang perjalanan dari Lamongan hingga menemukan masjid, Mbah Syafi yang mengendalikan kemudi. Saat menemukan masjid kamipun berhenti untuk malaksanakan salat jum'at berjamaah.
Mr. Guntur, Mbah Syafi dan Gus Roni segera turun dan mempersiapkan diri melaksanakna salat jumat. Sedangkan saya dan Diajeng Lufin mencari tempat yang nyaman sambil menunggu selesainya salat jumat.
Pemandangan yang tak pernah saya lihat, ternyata banyak para jamaah dari santri pondok Langitan yang menggelar sajadah di sepanjang bahu jalan raya. karena masjid tidak muat, mereka salat di tepi jalan raya, bahu jalan kanan dan kiri. Â
Setelah menyelesaikan salat jumat kami pun segera melanjutkan perjalanan, kembali Mr Guntur yang mengemudikan kendaraan menuju ke rumahnya. Berikutnya kami menurunkan Diajeng Lufin. Sudah ada suami tercinta yang menunggunya dengan sabar. Beberapa menit kemudian Gus Roni turun di pos selanjutnya.Â
Kembali Mr. Guntur melajukan kendaraannya menuju pos terahir yaitu di kediamannya sendiri. Beliau pun turun.
Akhirnya tinggal saya dan Mbah Syafi. Sekarang Mbah Syafi yang mengendalikan kemudi. Tak ada pilihan lain, mbah Syafi-lah yang harus menjadi drivernya. Sebenarnya ada perasaan was-was, namun segera  saya hilangkan, saat mbah syafi mulai mengemudikan kendaraan dan beberapa kali mesin mati setelah dihidupkan.
Bismillah saya menguatkan beliau. 'Mbah Bismillah jenengan pasti bisa, sing penting tenang dan nyantai, pelan-pelan saja", ucapku kepada mbah Syafi.
Mula-mula kendaraan melaju dengan aman, setelah lima menit tiba-tiba kendaraan berhenti.
"Waduh", ucap Mbah Syafi panik. Kemudian beberapa kali beliau menghidupkan mobil, mobil melaju lagi. Saat tiba di lampu merah mobil yang niatnya di pelankan justru berhenti lagi. Kita pun menunggu lampu berubah hijau, saat hijau harusnya kendaraan melaju, namun Mbah Syafi lagi-lagi gagal menghidupkan mobil.
Ketika masuk gigi satu, saat gas dimainkan tiba-tiba mobil berhenti lagi. Demikian berulang-ulang hingga mobil dibelakangnya menyuarakan bel berkali-kali, dengan sigap sayapun menyalakan lampu penanda mobil bermasalah. Padahal yang bermasalah adalah drivernya, he he . "Tenang mbah syafi, jenengan pasti bisa", ucapku supaya beliau nyaman dan tidak grogi.
Setelah beberapa kali, ahirnya mobilpun bisa jalan, Bismillah dan Sholawat tak henti kulantunkan dalam hati, semoga Alloh mudahkan semuanya.
Mobilpun berjalan melaju dengan santai, "Pelan-pelan ya Bu", ucap mbah Syafi, menenangkan saya",
"Ya Mbah, yang penting jenengan tatag, gak papa",
Lagi-lagi mobil berhenti di lampu merah, yang dihawatirkan pun terjadi, mobil berhenti dan beberapa kali gagal menghidupkannya lagi, saat di Merakurak terdengar suara di pinggir jalan yang menyaksikan mobil kami belum jalan saat lampu hijau
"Sopirnya masih belajar",
Sebenarnya pengin juga saya menjawab, tapi kok gak tega dengan mbah Syafi ya, yo wis kudiamkan saja, sambil menenangkan Mbah Syafi, Â
"Untung Mbah, jenengan kok pendekar, saya yakin jenengan bisa", dan terbukti setelah melalui beberapa kendala di jalan ahirnya kamipun tiba di rumah dengan selamat. Alhamdulillah.
Bapak dan Ibu, ada hal menarik yang menjadi catatan kami, pertama, sebagai driver sikap tenang dan tidak grogi dalam berkendara perlu dimiliki. Kedua, penumpang harus memberikan semangat dan tidak nggugupi, sehingga saat terjadi kendala bisa meyakinkan bahwa semua baik-baik saja.
Salam sehat selalu semoga bermanfaat. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H