Mohon tunggu...
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri)
Khuriyatul Ainiyah (Bude Ruri) Mohon Tunggu... Guru - Guru SD, Penulis buku

Hidup bermanfaat lebih beruntung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Bagaimanakah Membangun Budaya Posistif di Sekolah?

5 Februari 2024   14:15 Diperbarui: 9 Februari 2024   11:02 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar malaksanakan salat dhuha berjamaah. Gambar : KOPMPAS.com 

Bersalaman dengan baoak dan ibu guru saat datang di sekolah. Gambar : SMK Gombong
Bersalaman dengan baoak dan ibu guru saat datang di sekolah. Gambar : SMK Gombong

Satu, berjabat tangan dengan guru saat datang di sekolah

Berjabat tangan dengan guru saat datang di sekolah menjadi penting, karena bisa menumbuhkan kedekatan dengan murid. Di beberapa tempat biasanya terpampang di dinding sekolah berupa slogan 6 S yaitu, Senyum, Sapa, Salam, Salim, Sopan, Santun.

Ketika anak mau berjabat tangan saat datang di sekolah, hal itu menunjukkan tawadhu' seorang murid kepada guru. Mereka ingin mendapatkan ridha dari seorang guru, sehingga saat guru datang sebaiknya murid segera menyapanya dengan salam, kemudian salim dan bertegur sapa dengan kata-kata yang sopan.

Demikian juga hendaknya guru berinteraksi kepada murid dengan menyapa dan menanyakan keadaannya hari itu, misalnya; "Andi tadi sudah sarapan belum?", atau "Diberi uang saku berapa hari oleh bunda?" atau "Tadi diantar siapa".

Kalimat-kalimat di atas sebagai penyapa guru pada murid, saat murid mendapat perhatian seperti itu dia merasa menrasa menjadi keluarga, hal itu akan membangun sikap dan karakter yang positif terhadap anak.

Hal yang sama sebaiknya juga dilakukan oleh guru, yaitu berjabat tangan dengan guru lain saat datang di sekolah, supaya menjadi contoh bagi anak, bahwa berjabat tangan juga dilakukan oleh guru.

Dua, bertutur kata yang sopan dan berperilaku yang santun

Dewasa ini sudah mulai tergerus adab dan sopan santun terhadap guru. Saya sendiri mengalaminya, anak-anak sering tidak memakai Bahasa Jawa krama terhadap gurunya, mereka banyak menggunakan Bahasa jawa lugu, seperti layaknya berbicara kepada teman sebayanya. "Bu, sampean teko endi Bu", hal yang biasa kita dengar.

Padahal seharusnya tidak demikian, kalau sudah begitu maka sebaiknya menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Misalnya sapaan kepada orang yang lebih tua, menggunakan panjenangan, namun anak-anak menyapa dengan sampean kepada gurunya. Hal-hal seperti ini jika berada di wilayah Jawa menjadi penting untuk diperhatikan. Tutur kata anak-anak tidak sopan, suka mengumpat, dan berkata kotor saat bermain. Dari sinilah budaya anggah-ungguh dan andhap- ashor harus ditanamkan.

Saya sendiri saat mendengar langsung saya tegur, saat kakinya keinjak teman yang tidak sengaja langsung saja lisannya mengatakan kata-kata yang tabu, itulah hal-hal yang perlu kita perbaiki.

Menanamkan sikap kejujuran saat latihan pramuka. Dokpri
Menanamkan sikap kejujuran saat latihan pramuka. Dokpri

Tiga, menanamkan kejujuran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun