Sebenarnya banyak cerita yang layak ditulis oleh guru. Pengalaman saat menghadapi anak-anak seperti apa yang menjadi kendala saat mengajar, peristiwa apa yang terjadi saat mengajar, hal-hal apa saja yang menjadi kiat sukses dalam mengajar, atau hal menarik apa yang menjadi pengalaman saat mengajar dan masih banyak lagi topik dalam KBM (kegiatan Belajar Mengajar) di sekolah.
Kali ini sesuai dengan topik pilihan minggu ini dalam rangka memperingati Hari Guru Nasioanal, sudahkah guru melakukan kolaborasi dengan orangtua untuk kemajuan belajar murid? Topik ini penting untuk kita terapkan dalam sekolah.
Kolaborasi dan kerja sama antara guru dan orangtua bisa dianalogikan seperti hubungan antara masakan dan bumbunya. Keduanya saling membutuhkan dan melengkapi. Jika masakan tanpa bumbu maka akan terasa hambar. Bisa jadi apa yang kita masak akan sia-sia dan terbuang percuma.
Sebagai guru kita mempunyai kewajiban mendidik dan mengajarkan anak dengan berbagai ilmu pengetahuan, saat anak menerima materi maka orangtua di rumah harus segera menangkap dan memperhatikan anak-anaknya dengan memberikan dukungan dan pendampingan belajar di rumah.
Banyak manfaat yang bisa diharapkan saat guru dan orangtua menjalin kolaborasi. Dengan partisipasi orangtua, bisa meningkatkan kemampuan akademik murid, membangun karakter siswa, membentuk mental yang tangguh, juga sebagai bekal spiritual yang kuat.
Hari itu saya masuk kelas. Pelajaran hari ini adalah Bahasa Jawa. Saya menanyakan tentang tugasnya hari ini, "Anak-anak sudahkah kalian menyelesaikan tugas rumah untuk menyalin kalimat dengan huruf Jawa",
Semua terdiam, dari 16 anak, hanya 6 anak yang menyelesaikan tugasnya. Sedangkan yang lain tidak mengerjakan dengan alasan lupa. Saya sempat termenung adakah yang salah dengan saya.
Kemarin, saat dijelaskan di kelas anak-anak dengan antusias memperhatikan bahkan mereka senang menuliskan huruf-huruf Jawa, baginya huruf Jawa adalah unik. Apalagi mereka semua berasal dari suku Jawa.
Kemudian sejenak saya menanyakan: "Adakah diantara kalian yang ditanya orangtua di rumah , "Nak, adakah tugas dari pak guru esuk pagi". Hanya dua anak yang merasa ditanya ibunya. Bahkan dengan jujur mereka mengatakan tadi malam tidak belajar, namun mereka sibuk dengan ponselnya bermain game, melihat tik-tok dan lain-lain.
Sebagai guru saya terkadang menanyakan hal-hal seperti itu pada anak-anak, untuk mengetahui sejauh mana perhatian orangtua terhadap pembelajaran. Rupanya pertanyaan di atas sudah lama tidak didengar oleh mereka. Mungkin inilah ketelodoran bagi orangtua saat ini.
Bahkan mungkin sebagian orangtua tidak tahu atau tidak mau tahu, apa saja yang sudah dipelajari anaknya di sekolah, "Halah Bu, mboten nate ngurusi, sing penting dicepak i sangu, (disiapkan uang saku) beres". Ujar ibunya Leli saat saya tanya tentang anaknya.
Nah, melihat situasi dan kondisi seperti ini saya ikut prihatin, karena tidak ada kepedulian terhadap anak sama-sekali, atau jangan-jangan mereka beranggapan bahwa pendidikan sepenuhnya diserahkan guru, padahal anak-anak hanya 6-7 jam saja berada di sekolah.
Atau mereka lupa bahwa orangtua mempunyai tanggung jawab lebih besar, karena pendidikan anak seyogyanya adalah tanggung jawab orangtua.
Bentuk bantuan dan kolaborasi yang dibutuhkanÂ
Kita tentu masih ingat tentang Tri Pusat Pendidikan yang terdiri dari pendidikan sekolah yaitu guru, kepala sekolah dan murid, Pendidikan keluarga yaitu anak dan orangtua atau wali murid dan Pendidikan Masyarakat yaitu komite sekolah, organisasi profesi dan lingkungan masyrakat.
Tri pusat Pendidikan mempunyai peranan penting dalam pembentukan karakter, apalagi saat ini anak harus dibekali dengan program penguatan profil pelajara Pancasila. Guru sebaiknya melakukan kolaborasi dan kerja sama dengan orangtua murid agar hal-hal yang menjadi permasalahan pada anak segera terselesaikan.
Ada saatnya kita mengagendakan pertemuan secara berkala dengan orangtua melalui paguyupan kelas. dengan begitu guru bisa menyampaikan keresahannya terhadap anak saat ini. Mereka butuh perhatian dan sentuhan baik verbal maupun non verbal.
Sudahkan orangtua pernah memberikan waktu luang untuk berdiskusi bersama anak di rumah, atau hanya sekedar menanyakan apa saja yang telah dipelajari selama di sekolah, atau sekedar menanyakan adakah tugas hari ini di sekolah dan lain sebagainya.
Jika guru telah menunaikan tanggung jawabnya di sekolah maka saatnya orangtua membantu dan berperan aktif saat anak berada di rumah, sehingga ada hubungan simbiosis antara guru dan orangtua.
Apa kendala yang dihadapi
Selama ini sekolah telah banyak melakukan kolaborasi dengan orangtua. Mereka telah mendukung kegitan di sekolah namun baru sebatas kegiatan yang bersifat ekstrakurikuler atau kegiatan sekolah yang membutuhkan biaya.
Pelibatan orangtua terbatas pada kegiatan yang membutuhkan dana. Misalnya saat akan melakukan perpisahan, kegiatan agustusan, dan lain-lain. Sekolah mengundang wali murid untuk bermusyawarah dan menyampaikan kebutuhan-kebutuhan saat kegiatan berlangsung.
Hal yang perlu dibangun adalah menumbuhkan rasa saling tanggung jawab terhadap proses pembelajaran anak. Persepsi yang berkembang selama ini bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan tanggung jawab sepenuhnya guru.
Orangtua pasrah bongko-an, hitam putihnya anak dipasrahne guru. Hal ini bisa dimaklumi saat anak-anak berada di sekolah namun yang harus diingat bahwa berapa jam mereka berada di sekolah. Orangtua perlu menyadari bahwa saat di rumah, anak-anak menjadi tanggung jawab orangtua.
Contohnya, Bunga(bukan nama sebenarnya) anak kelas 6, dia pendiam dan suka menyendiri. Dia sopan terhadap guru, mengikuti pelajaran dengan baik. Setiap pulang sekolah selalu dijemput seorang anak laki-laki muda dan tampan. Saat kutanya katanya kakaknya. Waktu itu saya percaya saja.
Kabar yang saya terima hari ini, ternyata yang setiap hari menjemput Bunga adalah pacarnya. Sebagai guru sayapun memberikan nasehat terhadap Bunga untuk tidak menjalin hubungan dengan laki-laki, karena masih kecil.
"Nduk, sampean ki masih kecil, belum dewasa, jangan dulu berpacaran, karena hanya akan mengganggu belajarmu",
Sebagai guru hanya bisa memberikan nasehat dan nasehat terhadap Bunga. Menyampaikan kepada orangtua tentang bunga sebatas yang saya ketahui saja. Selebihnya merupkan tanggung jawab orangtua di rumah.
Dari ilustrasi di atas maka berkolaborasi dan merasa bertanggung jawab terhadap anak merupakan hal yang mutlak dilakukan antara guru dan orangtua. Pihak orangtua harus memahami bahwa pendidikan dalam keluarga mempunyai peranan penting untuk masa depan anak.
Bagaimana mengoptimalkan peran guru dan orangtuaÂ
Guru dan orangtua mempunyai peranan yang sama, yaitu bertanggung jawab terhadap pendidikan anak, namun jika diibaratkan menjadi tokoh utama, maka mempunyai latar yang berbeda.Jika guru bertanggung jawab di sekolah, maka orangtua bertanggung jawab di rumah.
Keduanya harus saling berkolaborasi, jika guru mendidik dan mengajarkan materi-materi di sekolah, hendaklah orangtua juga mengapresiasi anak, seperti hal apa saja yang dipelajari hari ini, atau dengan menanyakan adakah tugas dari Bapak dan ibu guru.
Demikian juga guru harus memahami keadaan dan kondisi anak di rumah. Hal ini biasanya sudah dilakukan dengan tes diagnosis awal, namun begitu dengan berjalannya waktu sebaiknya guru juga tetap memantau perkembangan anak dengan menanyakan keadaannya di rumah. Seperti pernahkah orangtua menemani saat belajar atau dengan siapa dia belajar saat di rumah dan sebagainya.
Bapak dan Ibu, tumbuh kembang anak harus selalu dipantau, dengan siapa dia berteman, hal apa saja yang dilakukan saat di luar rumah dan kecenderungan apa saja yang dilakukannya selama ini. Dengan begitu kolaborasi antara guru dan orangtua akan menjadi optimal jika keduanya berperan aktif terhadap proses Pendidikan anak.
Salam sehat selalu semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H