Hari itu saat pelajaran Bahasa Indonesia, ada materi tentang pembuatan karya diorama kebun binatang. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Tiga hingga empat kelompok. Tugasnya membuat diorama kebun binatang yang terbuat dari kardus bekas yang tidak terpakai.
Semua siswa saya bagi menjadi lima kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari tiga hingga empat anak. Harapannya dari ketiga anggota dapat bersinergi dan saling membantu kerja kelompok.
Setelah kesepakatan kelas, dua hari tugas kelompok harus selesai, saatnya hari ini mengumpulkan hasil karya dari masing-masing kelompok. Dari lima kelompok ada satu kelompok yang tidak mengumpulkan dengan alasan, dibawa si Aman, Aman menunjuk mengalihkan, dibawa si Mimin, hingga ketiganya saling melempar alasan karena tidak bisa merampungkan tugas kelompoknya.
Saya memang mengamati Aman, anaknya tak peduli dengan tugas yang diberikan guru, cuek dan tak acuh. Jika ada pekerjaan rumah (pr) juga jarang mengerjakan. Terlihat malas dan masa bodoh. Saat saya tanya mengapa tidak mengerjakan tugas, dengan santainya dia menjawab: "Lupa Bu".
Beberapa kali Aman selalu menghindar saat ada tugas, entah lupa atau sengaja lupa karena malas belajar. Akhirnya saya pun mencoba mencari tahu bagaimana kondisi keluarga atau lingkungan bermainnya. Saat istirahat tiba, sengaja saya mengajaknya ngobrol di halaman tempat dia nongkrong sambil makan pentol goreng kesukaannya.
"Hei, Aman boleh Bu guru, makan pentol bersamamu?" Tanyaku sambil duduk di sampingnya.
"Boleh Boskuh," jawabnya sambil bergurau.
Ada beberapa teman yang juga nimbrung bersama Aman, Dandi, juga Udin ketiganya terlihat akrab.
Aman memang masih duduk di kelas lima, namun umurnya lebih dua tahun dari teman sebangkunya. Seharusnya memang sudah kelas tujuh, karena terlambat saat masuk sekolah dasar sehingga dia lebih berumur dibanding teman sebayanya. Apalagi perawakannya tinggi dan besar, dengan rambut dipotong cepak, persis seperti ABRI yang baru menyelesaikan pendidikannya.