Terlebih misalnya guru SD. Bagi siswa usia SD yang tinggal di kampung-kampung atau pelosok desa, belajar secara online mempunyai banyak kendala.
Pertama, masalah signal
Kondisi desa tidak sama dengan di kota. Jika di kota mudah mendapatkan dan menemukan jaringan internet. Berbanding terbalik dengan di kampung, hanya tempat-tempat tertentu saja yang bisa menangkap signal internet.
Saya sendiri selama pandemi berada di sekolah yang dekat dengan hutan untuk memaksimalkan pembelajaran jarak jauh rasanya tidak mungkin. Bahkan saya pernah berkunjung ke rumah-rumah siswa, dari 19 siswa hanya 9 siswa yang rumahnya bisa menjangkau internet. Maklum letak geografis sangat mempengaruhi signal
Kedua, tidak semua murid mempunyai ponsel
Jika saya datang ke rumah wali murid, saya menanyakan tentang kepemilikan HP, sebagian dari mereka tidak punya ponsel.Â
Bagaimana mempunyai ponsel, jika orang tuanya saja kesulitan dalam ekonomi. Apalagi masa covid seperti kemarin, sebagian besar orang tuanya bekerja sebagai buruh tani dan pedagang sayur keliling juga kena imbas dari covid. Pasar-pasar banyak yang tutup sehingga tukang sayurpun terpaksa harus libur.
Jika hanya sebagian murid yang mempunyai ponsel, bagaimana mereka belajar secara online, lah wong perangkatnya saja mereka tidak punya. Bagaimanapun juga belajar tatap muka adalah satu-satunya pembelajaran yang ideal bagi kami para pendidik yang berada di kampung-kampung.
Ketiga, pembelajaran kurang efektif dan komunikatif
Pembelajaran daring atau dalam jaringan kurang efektif, karena tidak dapat berinteraksi langsung dengan anak. Apalagi pada mata pelajaran yang membutuhkan penjelasan seperti matematika.Misalnya materi perkalian bersusun. Biasanya kita akan menjelaskan langkah-langkahnya di papan tulis, sehingga siswa dengan mudah memahaminya.