Menjadi seorang guru sekaligus orang tua bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun demikian banyak yang mengatakan bahwa menjadi guru adalah menyenangkan, karena dapat berinteraksi langsung dengan anak-anak. Setujukah  Bapak Ibu dengan pernyataan tersebut?
Menurut penulis pekerjaan halal apapun jika dilakukan dengan senang hati, tanpa terbebani, maka pekerjaan tersebut akan terasa nyaman, maka disitulah pekerjaan itu akan terasa ringan.Â
Guru maupun orang tua pasti pernah menghadapi anak atau murid yang dianggap bandel, malas, atau mbeling. Hal tersebut wajar, karena setiap anak unik dan mempunyai karakter yang berbeda.
Hari ini pelajaran matematika berlangsung. Bu Aini menjelaskan tentang perkalian bersusun. Saat Bu Aini menjelaskan tiba-tiba terdengar suara lato-lato yang dimainkan salah satu murid di dalam kelas. Spontan Bu Aini menghentikan penjelasannya. Bu Aini mencari siapa yang bermain lato-lato tadi.
"Ayo, siapa yang bermain lato-lato di dalam kelas!" Suara Bu Aini keras dan bernada tinggi. Sontak semua murid menengok ke arah Rowi, yang berada di pojok kelas. Â
"Rowi, benarkah barusan kamu bermain lato-lato ?"
"Ya Bu", Jawab Rowi
"Berdiri kamu di depan kelas dan hafalkan perkalian 4 sampai 10".
"Saya tidak hapal Bu",
"Bagaimana kamu ini! perkalian saja tidak hapal, tapi berani bermain lato-lato di dalam kelas".Â
"Sekarang maju ke depan, dan silahkan hapalkan", Bentak Bu Aini dengan nada emosi.
Apa yang dilakukan Bu Aini adalah suatu hukuman. Hukuman adalah tindakan tidak terencana atau tiba-tiba. Anak atau murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan tidak dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan.
Murid hanya menerima suatu hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau pengarahan dari pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan bisa berupa fisik maupun psikis, murid/anak disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata.
Berbeda dengan kasus Teo, suatu hari dia terlambar 15 menit setelah pelajaran dimulai. Bu Nia yang ada di dalam kelas menanyakan pada Teo.
"Teo!, sudah dua kali kamu terlambat sekolah, apa lagi alasanmu!".
"Saya bangun kesiangan Bu", jawab Teo
"Kamu tahu apa kesepakatan kelas yang pernah kita tulis bersama?",
Kemudian Bu Nia menanyakan kepada ketua kelas apa kesepakatan kelas bagi siswa yang terlambat datang sekolah. Ketua kelas menyampaikan; "Jika terlambat datang sekolah dua kali maka saat jam istirahat dia harus tinggal kelas selama 20 menit Bu", jawab ketua kelas.
"Nah, Teo kamu dengar itu, nanti ketika jam istirahat tiba kamu harus tinggal di dalam kelas selama 20 menit, kamu tahu",
"Iya Bu", jawab Teo menyanggupinya. Â
Apa yang dilakukan Bu Nia terhadapat Teo merupakan konsekuensi. Disiplin dalam bentuk konsekuensi, sudah terencana atau sudah disepakati, sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Umumnya bentuk-bentuk konsekuensi dibuat oleh pihak guru (sekolah), dan murid sudah mengetahui sebelumnya konsekuensi yang akan diterima bila ada pelanggaran.
Pada konsekuensi, murid tetap dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek. Konsekuensi biasanya diberikan berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur.
Selain contoh di atas ada lagi kasus yang terjadi berikut ini. Bumi anak kelas 4. Setiap hari temannya dibuat resah karena dia selalu minta jajan dari teman-temannya. Anehnya jika ada teman yang tidak mau kasih jajan Bumi marah-marah. Ahirnya kejadian itu dilaporkan kepada wali kelas 4.
Wali kelas 4 Bu Habibah memanggil Bumi dan menanyakan, "Mengapa Bumi selalu minta jajan kepada teman-temannya?
"Itu barter Bu, kan kalau ada pekerjaan rumah mereka minta jawabannya, jadi saya yang mikir",
"O, jadi itu alasannya".
Ahirnya Bu Habibah mengumpulkan anak-anak yang dimintai jajan, mereka ditanya satu persatu "Apakah benar pernyataan Bumi jika kalian minta hasil jawaban jika ada pekerjaan rumah?'. Mereka terdiam dan menggangguk pelan. Dari situlah ahirnya Bu Habibah mencari solusi dari masalah tersebut.
Baik Bumi maupun teman-temannya diberi pengertian bahwa apa yang mereka lakukan melanggar kesepakatan kelas. Pertama setiap anak harus berlaku jujur, tidak boleh mencontek. semua pekerjaan rumah harusnya di kerjakan di rumah bukan mencari contekan pada temannya. Kedua, apa yang dilakukan Bumi juga tidak dibenarkan karena  meminta jajan dengan paksa, boleh jadi temannya keberatan memberikannya.
"Mulai sekarang kalian harus bisa menjaga kesepakatan kelas dengan melakukan budaya positif dan melakukan kebajikan universal diantaranya jujur, mandiri dan bertanggung jawab". Â Â Â
Apa yang dilakukan Bu Habibah termasuk dalam tindakan restitusi yaitu proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004).
Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).
Dari ketiga tindakan tersebut, yang paling dianjurkan adalah tindakan restitusi, karena guru dapat mencari solusi dan pemecahan masalah, anak mengerti kesalahannya dan berusaha memperbaikinya dengan kesadaran diri sendiri tanpa tekanan pun juga tidak terikat peraturan serta berdampak pada siswa dalam jangka waktu yang panjang.
Bapak Ibu, sudah waktunya kita memberikan respon positif terhadap anak atau murid. Mereka melakukan sesuatu tentu mempunyai alasana tertentu. Jika sebagai guru atau orang tua bijak dalam menyikapi perilaku anak bahkan memberikan solusi bagi mereka maka anak akan segera menyadari kesalahannya dan berusaha merubah perilaku yang positif.
Salam sehat selalu, semoga bermanfaat.
Referensi : Modul 1.4. Budaya positif (Calon Guru penggerak)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H